Kening Hayden tampak berkerut. “Jangan sok misterius! Ngomong!”Orang tersebut mengenakan jubah panjang, lalu mengangkat tangannya menunjuk ke sisi mereka. “Bunuh! Bunuh! Bunuh!”Kedua bocah melihat ke arah yang ditunjuk orang misterius tersebut. Kemudian, mereka baru menyadari ada seseorang yang sedang berbaring di ujung sana. Seharusnya orang itu sedang pingsan. Dia tidak merespons sama sekali.Sementara itu, posisi orang itu kebetulan adalah posisi barang yang hendak diambil Braden! Barang yang hendak diambilnya ada di bawah tubuh orang tersebut!Braden mengernyitkan keningnya. Dia memberanikan diri untuk berjalan ke sana. Dia pergi melihat kondisi orang itu, sekalian mengambil barang tersebut.Orang bertopeng hantu tidak mengatakan apa pun. Dia hanya melihat Braden menggerakkan tubuh orang yang sedang berbaring di lantai sembari terkekeh.“Dia hanya lagi pingsan.” Braden kembali ke sisi Hayden.Tidak ada lampu jalan di sini. Langit juga agak gelap. Braden tidak dapat melihat wajah
Kedua abang beradik bergegas pulang ke rumah. Saat ini, mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengamati mereka dari bagian gelap di ujung sana. Orang yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam dan topeng menakutkan itu sedang bergumam sendiri, “Dasar bocah tengik, nggak patuh! Bocah tengik, nggak patuh!”Tiba-tiba seekor kucing liar menyelinap keluar rerumputan. Dia mengulurkan tangan untuk menangkap kucing itu. Tangannya sangat putih dan jari-jarinya sangat mulus. Dengan sekilas mata, dapat diketahui bahwa dia tidak pernah melakukan pekerjaan berat sebelumnya.Orang itu menggunakan sepasang tangan indahnya mengusap kepala kucing sembari bergumam, “Nggak patuh, mesti dipukul ….”“Krek!” Leher kucing liar itu dipatahkan. Mungkin karena terlalu mendadak, kucing liar tidak sempat menjerit dan meninggal begitu saja.Orang bertopeng hantu mengusapnya dengan lembut. Dia menggali sebuah lubang, lalu mengubur kucing itu dengan penuh hati-hati. Jelas-jelas dia sedang melakukan
“Makanya dia bukan menggugat anaknya Bu Naomi, melainkan menggugat Bu Naomi. Memang nggak ditemukan sidik jari Bu Naomi di tubuhnya, tapi ada sidik jari anaknya Bu Naomi. Jadi, Bu Naomi juga patut untuk dicurigai. Mengenai detailnya, semuanya masih dalam penyelidikan.”“Pergi ke sana dulu. Jangan sampai dia dibawa pergi polisi!”“Baik!”Saat ini, Braden sedang memendam amarah di hatinya, lalu menjelaskan kepada polisi dengan penuh kesabaran, “Semalam aku yang telepon polisi. Aku dan adikku pergi ke taman di saat mamaku nggak di rumah. Kami pun menyadari dia tergeletak pingsan di sana, makanya aku telepon polisi.”Polisi merasa kaget. “Kamu yang lapor polisi?”“Emm, kalau kalian nggak percaya, kalian bisa selidiki masalah ini.”“Kenapa saat kami nggak menemukan kalian ketika kami sampai di sana?”“Karena aku dan adik keluar rumah secara diam-diam. Kami takut ketahuan Mama, nantinya kami malah dimarahi. Jadi, kami pun bersembunyi di balik pohon. Kami baru pergi setelah pak polisi datang.
Suara jerit Naomi terdengar sangat tajam dan menusuk telinga.Braden berdiri di tengah hujan sembari membelalaki Naomi. Dia sungguh marah ketika melihat responsnya!Steven segera meredakan suasana tegang. “Bu Naomi, Kak Caden bisa datang ke sini karena mendengar kabar kalian dilaporkan ke polisi. Dia khawatir kalian nggak sanggup untuk menghadapi polisi.”“Kami nggak butuh bantuan dia! Sebelumnya duluan terjadi sesuatu sama aku. Sekarang bahkan anakku juga terlibat dalam masalah ini. Memangnya gara-gara siapa bisa terjadi masalah seperti ini? Kalau dia ingin membantu kami, seharusnya dia pergi jauh-jauh!” jerit Naomi.Caden sungguh emosi. Hanya saja, dia tidak bisa menemukan kata-kata untuk membantahnya.“Jauhi aku! Jauhi putraku!” Naomi mengusap air hujan di depan matanya. Selesai berbicara, dia langsung berjalan pergi.Saat berjalan ke sisi gerbang, Naomi berpesan kepada sekuriti, “Pak sekuriti, dia bukan penghuni kompleks ini. Mohon lain kali jangan izinkan dia masuk ke dalam komple
Naomi merasa takut ketika mendengar kemungkinan Caden adalah seorang pelaku pembunuhan. Naomi merasa takut ketika mendengar kemungkinan terjadi sesuatu terhadap Camila.Naomi merasa takut ketika dirinya hampir mati ditabrak mobil di jalan.Naomi merasa takut ketika menerima panggilan dari pihak kepolisian, mengatakan ditemukan sidik jari Braden, bahkan dirinya dituntut dengan pasal pembunuhan berencana.Namun, ketika rasa takut itu digabungkan, semuanya tidak bisa dibandingkan dengan apa yang Naomi lihat tadi! Ketika melihat Caden muncul di depan rumahnya tadi, Naomi hampir merasa sesak napas! Jarak Caden dengan Braden dan Hayden hanya dipisahkan oleh selembar pintu saja!Nyaris ….Seandainya Braden dan Hayden ketahuan oleh Caden, apa Naomi sanggup untuk berebut hak asuh dengannya?Ketika kepikiran kemungkinan Braden dan Hayden akan direbut, kemungkinan tidak bisa bertemu dengan Braden dan Hayden lagi, air mata spontan menetes dari sudut matanya ….Hati Naomi terasa sangat amat penat
Selesai Naomi membasuh wajahnya, dia pun berjalan keluar.Dalam sekilas mata, Leon dapat merasakan ada yang aneh dengan dirinya. “Apa yang terjadi? Kenapa raut wajahmu seburuk ini?”Naomi menatap Leon dengan ekspresi kalut, lalu berkata dengan tenang, “Nggak kenapa-napa, cuma lagi flu saja. Lagi nggak fit.”Leon merasa sangat khawatir. “Apa kamu sudah ke dokter? Belakangan ini lagi banyak yang tertular pneumonia dan influenza. Kalau kamu merasa nggak enak badan, segera lakukan pemeriksaan darah di rumah sakit. Biar dokter bisa bukain resep obat buat kamu.”“Aku sudah ke dokter semalam. Kondisiku nggak serius.” Naomi mempersilakan Leon untuk duduk, lalu mengalihkan topik ke diri Camila. “Apa belakangan ini kamu ada kabar dari Camila?”“Masih belum.”“Apa kamu terhubung dengan manajernya?”“Belakangan ini aku terus menghubunginya, tapi panggilanku nggak bisa terhubung. Manajernya itu bagai menghilang saja. Aku meminta bantuan temanku untuk menghubungi anggota keluarga manajernya. Tapi an
Braden membohongi Tony.[ Aku sudah ambil barangnya waktu pagi. ]Sebelum Tony membalas pesan, Braden mengirim pesan lagi.[ Aku sudah temukan petunjuk mengenai orang yang kalian cari. Aku akan kirim informasinya kepada kalian dalam beberapa hari ini. ]Tony membalas pesan Braden.[ Oke, terima kasih. ]Setelah itu, Evano berkata, "Pak, sepertinya tebakan kita salah. Tuan Peretas itu bukan orang yang menyerang Bu Sonia semalam. Tuan Peretas sudah ambil barangnya waktu pagi."Tony mengernyit, dia tampak kebingungan saat menimpali, "Tapi, kebetulan posisi Sonia dan barang yang kita letakkan sama. Ini sangat mencurigakan."Evano menanggapi, "Sebenarnya bisa dimengerti. Tuan Peretas yang pilih tempat itu, jadi memang sangat tersembunyi. Pelaku pasti akan mencari tempat tersembunyi kalau ingin mencelakai Bu Sonia."Tony berpikir sejenak, lalu mengangguk dan membalas, "Um, kita nggak usah pikirkan masalah ini dulu. Tuan Peretas sudah temukan petunjuk, kamu segera hitung aset untuk persiapan
Caden tetap fokus memeriksa dokumen dan tidak mengangkat kepalanya saat menyahut, "Iya."Sudut bibir Steven berkedut. Dia mengingatkan, "Itu ... kamu sudah beberapa hari nggak temani Rayden.""Rayden kenapa?" tanya Caden. Dia baru mendongak dan ekspresinya tampak cemas.Steven buru-buru menjawab, "Rayden nggak apa-apa. Aku cuma mau bilang kamu sudah lama nggak pulang untuk temani Rayden. Takutnya Rayden nggak senang."Caden menunduk lagi, lalu menceletuk, "Rayden nggak akan begitu."Steven pusing. Dia mengusulkan, "Kak Caden, lebih baik kamu istirahat dulu. Kalau terus lembur, aku khawatir kamu jatuh sakit."Caden menatap Steven sembari menegur, "Kalau ada yang nggak tahan, cepat pulang! Nggak ada yang paksa mereka lembur! Tapi, besok semua dokumen ini harus diantar ke ruanganku pagi-pagi. Aku mau periksa!"Steven merasa tidak berdaya. Dia keluar dari ruangan presdir dengan ekspresi putus asa. Para karyawan langsung mengerumuninya dan bertanya, "Bagaimana? Apa hari ini Pak Caden lembur