Hampir Empat jam Kapal itu mengarungi Selat lautan. Dan pada akhirnya kini sudah mulai merapat pada dermaga.Para Awak berlari kecil dan dengan cekatan mereka melempar jangkar.Fic melihat para penumpang sudah berkemas ketika sejak pertama mendengar suara sirine tanda pemberitahuan jika Kapal akan segera merapat.Fic menyenggol punggung Ilham yang masih mendengkur halus. Ilham bangun, mengucek sedikit matanya."Kita sudah sampai ya?" bertanya."Sepertinya begitu. Orang orang sudah pada sibuk itu." jawab singkat Fic.Ilham menatap para penumpang yang sudah mulai menuruni tangga, kemudian melirik jam di hp jadul miliknya."Masih jam sebelas." Ilham kemudian bangun dan melangkah diikuti oleh Fic. Mereka kembali ke dalam Bus tadi.Para penumpang sudah masuk semua dan duduk di kursi masing masing.Tak lama kemudian, Pintu geladak bawah terbuka. Satu persatu kendaraan keluar dengan tertib.Bus yang tadi merambat kini mulai menambah lajunya.Fic menoleh kebelakang dari kaca, berharap bisa me
Di dalam Bus!Fic beberapa kali menggeser pantatnya yang sudah terasa panas. Sudah hampir empat jam lebih bus itu melaju tak berhenti sejak dari Pelabuhan kapal yang tadi.Berulang kali Fic juga mengusap wajahnya. Tidur tidak bisa, terjaga pun makin gelisah.Fic mencoba mengalihkan pikirannya dengan menatap keluar jendela Bus.Pohon pohon menjulang tinggi terlihat dengan remangan lampu jalan. Lalu melewati beberapa pemandangan sawah yang terhampar luas. Kemudian kebun kebun yang menghijau. Fic mulai menduga jika kota X ini ternyata adalah sebuah pedesaan.Tak lama kemudian, Bus nampak memasuki sebuah perkotaan. Perkotaan yang sedikit terlihat ramai dari kota kota sebelumnya yang dilihat Fic sepanjang perjalanan tadi.Bus berbelok ke sebuah Rumah makan dan berhenti.Semua turun. Ilham pun mengajak Fic untuk turun. Memasuki Rumah Makan yang mempunyai Tempat makan khusus Lesehan itu.Sang sopir bersama keneknya terlihat langsung merebahkan tubuhnya untuk tidur sebentar mengusir kantuk.P
"Kalau begitu, Kita bisa mencari mesin ATM disini dan mengirim uang pada istrimu dahulu. Lalu mencari travel untuk kita ke kampungmu."Ilham mengangguk setuju. "Habiskan dulu makanannya. Sayang. Ini mahal."Fic mengangguk, tapi tidak lagi melanjutkan makannya. Ia menatapi Pria di hadapannya itu yang sedang dengan lahapnya makan.Fic, lagi lagi merasa beruntung bisa bertemu dengan Ilham. Walaupun hidup Ilham kekurangan, tapi sepertinya pria itu tulus dan bisa di percaya.Akhirnya kedua pria itu melangkah keluar dari Rumah makan itu setelah Ilham berbicara pada sang sopir dan selesai membayar makanan mereka pada kasir.Ilham membawa Fic memasuki sebuah Plaza yang tertulis kalimat.Plaza Bandar jaya.Terlihat mulai ramai meskipun ini masih sekitar subuh. Para pedagang sayuran sudah nampak merapikan dagangan.Para pembeli yang sepertinya seorang pedagang kulakan pun sudah mulai berdatangan.Ilham menunjuk sebuah tempat."Itu mesin ATM Mas!""Oh iya. Kita kesana.""Jaga tas nya baik baik m
Fic menarik selimut lagi. Padahal dia sudah memakai selimut dua lapis, belum lagi jaket kulit yang menempel di tubuhnya, tapi tetap saja rasa dingin begitu terasa menusuk tulang belulang Fic.Padahal ini bukan daerah pegunungan, masih termasuk dataran tingginya saja. Pegunungannya masih sangat jauh di sana. Tapi hawa dingin dimalam hari pasti akan sangat menyiksa bagi segelintir orang orang yang baru memasuki daerah ini.Gigi Fic terdengar gemeretak. Padahal baru saja meneguk kopi yang masih mengepul. Kopi hitam buatan sendiri punya. Bukan dari beli beli sachetan di toko toko. Tapi tidak mengurangi sedikitpun rasa dingin di tubuh Fic.Fic menggigil di ranjang sempit tanpa kasur itu. Mendekap erat tubuhnya sendiri."Kenapa bisa sedingin ini? Apa aku demam?" meraba dahinya sendiri."Tidak panas." kembali mencoba memejamkan matanya.Suara jangkrik diluar geribik begitu nyaring membuat Fic kembali membuka matanya. Sesaat terdengar suara lain. Burung hantu tidak jauh dari rumah itu.Baru s
Kembali ke Rumah sakit.Singkat cerita,Dua Minggu sudah terlewati. Bukan perkara mudah untuk semua orang. Glen dan Daniah harus terus berbohong dan berbohong lagi pada Ellena tentang Fic. Mereka tidak tau harus sampai kapan berbohong begini.Menunggu jantung Ellena pulih seperti sedia kala. Mungkin saja. Tapi bagaimana kalau Ellena kembali syok?Ellena sendiri mulai curiga, mulai menebak nebak kemana Fic?Sepertinya, jantung baru Ellena berasal dari seseorang yang baik dan penuh kesabaran serta kuat. Terbukti, Ellena tidak seegois dulu. Yang biasanya hanya bisa menangis , menjerit lalu merajuk.Ellena sekarang lebih penyabar, terlihat lebih pendiam. Apa karena dia sedang menahan rindu pada Fic? Atau sedang menelan rasa penasarannya?Dua Minggu Lho. Ini dua Minggu, bukan dua hari. Fic tidak muncul atau sekedar memberi kabar. Ini cukup untuk membuat Ellena bertanya tanya dalam hati.Pagi ini, Dokter menyatakan jika Ellena sudah diperbolehkan pulang. Bahkan Jantung baru Ellena saat ini
[Tuan Putri, Nona Ellena ku,Maafkan Fic. Sungguh, maafkan Fic yang tidak bisa lagi menemanimu. Tidak bisa lagi menjagamu. Saat Dokter mengatakan jika jantungmu tidak bisa lagi berfungsi, tubuh ku terasa ringan. Aku tidak bisa lagi berpijak. Saat kami tidak bisa mendapatkan donor jantung untuk mu, dunia menjadi gelap di mataku.Aku tidak punya pilihan untuk ku pilih, selain hidupmu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan aku. Aku hanya ingin kau hidup.Aku tau ini akan menyiksamu, tapi percayalah. Jika kau menatap ke depan, kau akan melihat cahaya.Ellena,Aku mencintaimu, tidak ada yang lain. Dan aku menepati janjiku untuk tidak kemana mana. Aku ada didalam dirimu. Ada didalam dadamu. Untuk selamanya.Berjanjilah padaku, untuk tetap bahagia.Hiduplah dengan baik Ellena, karena itu akan membuatku senang.]Fic'Tubuh Ellena gemetar. Matanya masih terus menatap kertas di tangannya itu. Membacanya berulang kali. Air matanya pun sudah tak berhenti. Menetes dan membasahi kertas itu."Apa maksudm
"Fic? Bicara yang jelas, Daniah!" Glen cukup terkejut mendengar ucapan Daniah. Apalagi Daniah terlihat ketakutan seperti itu."Ada yang menelpon dengan nomor baru. Aku mengangkatnya. Tapi, tapi,""Tapi apa?" Glen semakin tak mengerti."Itu, itu..," Daniah kembali menunjuk ponsel Glen."Fic! Itu suara Fic, Glen!""Yang benar?"Glen pun ikut terkejut dan cepat menoleh ke arah ponselnya namun masih belum menyentuhnya."Sungguh. Itu tadi suara Fic. Aku masih sangat mengenali suara Fic, Glen?"Glen lalu mengambil ponselnya untuk memeriksa."Glen, apa Fic marah pada kita? Hingga hantu Fic meneror kita?""Tidak ada hantu Fic, Daniah!" sahut Glen, memeriksa panggilan masuk.Belum juga Glen selesai memeriksa, nomor baru itu kembali memanggil."Jangan diangkat Glen, Jangan!" Daniah yang ketakutan mencegah Glen yang hendak mengangkat panggilan."Siapa tau ini benar Fic. Aku harus memastikan. Kamu jangan beringsik. Pelankan suaramu."Daniah terbengong. Bisa bisanya Glen mengatakan itu, Fic sudah m
Daniah kini terdiam, pikirannya mulai senang. Meskipun ikut gelisah memikirkan siapa orang yang sudah tega menukar jantung itu demi kepentingan pribadinya. Setidaknya, mendengar Fic masih hidup, Daniah Bahagia. Ada harapan untuk Putrinya untuk kembali bangkit."Apa kau mencurigai seseorang?" tanya Daniah seperti ingin menebak pikiran suaminya."Tentu saja. Banyak yang aku curigai. Ken, Rimbun bahkan Khale. Dan aku takut, ada orang dalam rumah ini yang ikut andil. Makanya kita harus berhati hati." jawab Glen."Tapi mana mungkin Ken? Dia tidak akan sepicik itu!""Kita tidak pernah tau isi hati seorang. Benar kata Fic, kekecewaan bisa merubah seseorang."Danuahz menghela nafas, dalam hati ia belum begitu yakin dengan kecurigaan suaminya. Atau bisa jadi ini malah kelakuan orang luar. Tapi siapa? Lalu khawatir, jika suaminya sampai di penjara seumur hidup._____Beralih pada keadaan Fic saat ini,CURUP PINANG INDAH!Ini adalah Salah satu Air Terjun di daerah yang saat ini Fic berada. Peman
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,