"Kalau begitu, Kita bisa mencari mesin ATM disini dan mengirim uang pada istrimu dahulu. Lalu mencari travel untuk kita ke kampungmu."Ilham mengangguk setuju. "Habiskan dulu makanannya. Sayang. Ini mahal."Fic mengangguk, tapi tidak lagi melanjutkan makannya. Ia menatapi Pria di hadapannya itu yang sedang dengan lahapnya makan.Fic, lagi lagi merasa beruntung bisa bertemu dengan Ilham. Walaupun hidup Ilham kekurangan, tapi sepertinya pria itu tulus dan bisa di percaya.Akhirnya kedua pria itu melangkah keluar dari Rumah makan itu setelah Ilham berbicara pada sang sopir dan selesai membayar makanan mereka pada kasir.Ilham membawa Fic memasuki sebuah Plaza yang tertulis kalimat.Plaza Bandar jaya.Terlihat mulai ramai meskipun ini masih sekitar subuh. Para pedagang sayuran sudah nampak merapikan dagangan.Para pembeli yang sepertinya seorang pedagang kulakan pun sudah mulai berdatangan.Ilham menunjuk sebuah tempat."Itu mesin ATM Mas!""Oh iya. Kita kesana.""Jaga tas nya baik baik m
Fic menarik selimut lagi. Padahal dia sudah memakai selimut dua lapis, belum lagi jaket kulit yang menempel di tubuhnya, tapi tetap saja rasa dingin begitu terasa menusuk tulang belulang Fic.Padahal ini bukan daerah pegunungan, masih termasuk dataran tingginya saja. Pegunungannya masih sangat jauh di sana. Tapi hawa dingin dimalam hari pasti akan sangat menyiksa bagi segelintir orang orang yang baru memasuki daerah ini.Gigi Fic terdengar gemeretak. Padahal baru saja meneguk kopi yang masih mengepul. Kopi hitam buatan sendiri punya. Bukan dari beli beli sachetan di toko toko. Tapi tidak mengurangi sedikitpun rasa dingin di tubuh Fic.Fic menggigil di ranjang sempit tanpa kasur itu. Mendekap erat tubuhnya sendiri."Kenapa bisa sedingin ini? Apa aku demam?" meraba dahinya sendiri."Tidak panas." kembali mencoba memejamkan matanya.Suara jangkrik diluar geribik begitu nyaring membuat Fic kembali membuka matanya. Sesaat terdengar suara lain. Burung hantu tidak jauh dari rumah itu.Baru s
Kembali ke Rumah sakit.Singkat cerita,Dua Minggu sudah terlewati. Bukan perkara mudah untuk semua orang. Glen dan Daniah harus terus berbohong dan berbohong lagi pada Ellena tentang Fic. Mereka tidak tau harus sampai kapan berbohong begini.Menunggu jantung Ellena pulih seperti sedia kala. Mungkin saja. Tapi bagaimana kalau Ellena kembali syok?Ellena sendiri mulai curiga, mulai menebak nebak kemana Fic?Sepertinya, jantung baru Ellena berasal dari seseorang yang baik dan penuh kesabaran serta kuat. Terbukti, Ellena tidak seegois dulu. Yang biasanya hanya bisa menangis , menjerit lalu merajuk.Ellena sekarang lebih penyabar, terlihat lebih pendiam. Apa karena dia sedang menahan rindu pada Fic? Atau sedang menelan rasa penasarannya?Dua Minggu Lho. Ini dua Minggu, bukan dua hari. Fic tidak muncul atau sekedar memberi kabar. Ini cukup untuk membuat Ellena bertanya tanya dalam hati.Pagi ini, Dokter menyatakan jika Ellena sudah diperbolehkan pulang. Bahkan Jantung baru Ellena saat ini
[Tuan Putri, Nona Ellena ku,Maafkan Fic. Sungguh, maafkan Fic yang tidak bisa lagi menemanimu. Tidak bisa lagi menjagamu. Saat Dokter mengatakan jika jantungmu tidak bisa lagi berfungsi, tubuh ku terasa ringan. Aku tidak bisa lagi berpijak. Saat kami tidak bisa mendapatkan donor jantung untuk mu, dunia menjadi gelap di mataku.Aku tidak punya pilihan untuk ku pilih, selain hidupmu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan aku. Aku hanya ingin kau hidup.Aku tau ini akan menyiksamu, tapi percayalah. Jika kau menatap ke depan, kau akan melihat cahaya.Ellena,Aku mencintaimu, tidak ada yang lain. Dan aku menepati janjiku untuk tidak kemana mana. Aku ada didalam dirimu. Ada didalam dadamu. Untuk selamanya.Berjanjilah padaku, untuk tetap bahagia.Hiduplah dengan baik Ellena, karena itu akan membuatku senang.]Fic'Tubuh Ellena gemetar. Matanya masih terus menatap kertas di tangannya itu. Membacanya berulang kali. Air matanya pun sudah tak berhenti. Menetes dan membasahi kertas itu."Apa maksudm
"Fic? Bicara yang jelas, Daniah!" Glen cukup terkejut mendengar ucapan Daniah. Apalagi Daniah terlihat ketakutan seperti itu."Ada yang menelpon dengan nomor baru. Aku mengangkatnya. Tapi, tapi,""Tapi apa?" Glen semakin tak mengerti."Itu, itu..," Daniah kembali menunjuk ponsel Glen."Fic! Itu suara Fic, Glen!""Yang benar?"Glen pun ikut terkejut dan cepat menoleh ke arah ponselnya namun masih belum menyentuhnya."Sungguh. Itu tadi suara Fic. Aku masih sangat mengenali suara Fic, Glen?"Glen lalu mengambil ponselnya untuk memeriksa."Glen, apa Fic marah pada kita? Hingga hantu Fic meneror kita?""Tidak ada hantu Fic, Daniah!" sahut Glen, memeriksa panggilan masuk.Belum juga Glen selesai memeriksa, nomor baru itu kembali memanggil."Jangan diangkat Glen, Jangan!" Daniah yang ketakutan mencegah Glen yang hendak mengangkat panggilan."Siapa tau ini benar Fic. Aku harus memastikan. Kamu jangan beringsik. Pelankan suaramu."Daniah terbengong. Bisa bisanya Glen mengatakan itu, Fic sudah m
Daniah kini terdiam, pikirannya mulai senang. Meskipun ikut gelisah memikirkan siapa orang yang sudah tega menukar jantung itu demi kepentingan pribadinya. Setidaknya, mendengar Fic masih hidup, Daniah Bahagia. Ada harapan untuk Putrinya untuk kembali bangkit."Apa kau mencurigai seseorang?" tanya Daniah seperti ingin menebak pikiran suaminya."Tentu saja. Banyak yang aku curigai. Ken, Rimbun bahkan Khale. Dan aku takut, ada orang dalam rumah ini yang ikut andil. Makanya kita harus berhati hati." jawab Glen."Tapi mana mungkin Ken? Dia tidak akan sepicik itu!""Kita tidak pernah tau isi hati seorang. Benar kata Fic, kekecewaan bisa merubah seseorang."Danuahz menghela nafas, dalam hati ia belum begitu yakin dengan kecurigaan suaminya. Atau bisa jadi ini malah kelakuan orang luar. Tapi siapa? Lalu khawatir, jika suaminya sampai di penjara seumur hidup._____Beralih pada keadaan Fic saat ini,CURUP PINANG INDAH!Ini adalah Salah satu Air Terjun di daerah yang saat ini Fic berada. Peman
Daniah mungkin masih syok mendapati kenyataan jika Fic belum mati."Fic baik baik saja dan ada di pulau seberang. Bersyukur mereka membuang Fic ke sebuah Bus, dan Fic bertemu dengan pria baik hati yang membawa Fic ke Rumahnya." ucapan Glen menjadi energi baru untuk Daniah.Terlihat dia dengan semangat mendatangi dapur. Menepis tangan para pelayan yang hendak menyiapkan makan siang untuk Ellena."Biar aku saja.""Nyonya!""Tidak apa apa." Daniah cepat mengisi nampan dan membawanya sendiri ke kamar Ellena.Di ujung sana, Glen nampak menghampiri."Daniah, jangan mengatakan apapun dulu pada Ellena."Daniah mendongak, Glen seperti sudah menebak kehendak Daniah."Tapi Glen, setidaknya ini akan membuat putrimu bersemangat.""Kamu tau bagaimana Putriku, dia akan tidak sabar dan memberontak Daniah. Kita harus mencari waktu yang tepat. Percayalah, aku sendiri yang akan mempertemukan mereka. Dengan caraku."Daniah hanya bisa mendengus, harapannya untuk melihat senyum di bibir Ellena rupanya haru
"Fic...!" Ellena masih berlari mengejar Pria yang ia anggap Fic itu tapi pria itu sama sekali tidak peduli, masih saja melangkah dan tidak menoleh padanya.Ellena mempercepat larinya berusaha untuk menggapai tangan pria itu."Fic!" langsung menyambar lengan pria itu dan memeluk pinggangnya."Fic! Kenapa pergi, aku sudah sejak tadi menunggumu disini. Ternyata kamu sungguh datang. Jangan pergi lagi. AKU MOHON!" Ellena mendekap pria itu dengan erat."Nona, maaf. Apa kamu salah orang?" Pria itu melepaskan tangan Ellena dan memutar tubuhnya.Ellena mendongak untuk menatap wajah itu."Fic!""Kenapa kamu tidak mengenalku lagi? Aku Ellena, Fic!" Ellena kembali memeluk pria itu."Kenapa kamu jahat! Kenapa melupakan aku?" Ellena menangis terisak."Nona, Nona. Maaf, kamu mungkin salah orang. Aku bukan orang yang kamu maksud. Aku tidak mengenalmu.""Tolong lepas, Nona!" pria itu berusaha melepaskan pelukan Ellena."Tidak! Aku tidak akan melepaskanmu lagi, Fic! Tidak akan!" Ellena mempererat peluk