Hai-hai, khusus untuk hari ini. Author update pagi, soalnya mau perjalan ke luar kota. Semoga suka, terima kasih telah membaca kisah ini. ^^
Keesokan harinya, Ariana mengerjakan aktivitasnya seperti biasa. Dia menyapu halaman depan rumah sembari menitikkan air mata. "Haduh, Mas Devan bener-bener nggak ke rumah ya, kemarin malem?" batin Ariana. Wanita itu menoleh ke halaman depan. Tak lama kemudian, Devan datang menghampirinya."Ariana! Cepet beliin Mas makanan! Mas laper!" pekik Devan sembari melempar uang yang berasal dari sakunya. Ariana yang melihatnya, seketika menghapus air matanya. Ia segera mengambil uang dan melemparkannya di hadapan suaminya. "Kamu beli aja sendiri, Mas! Ariana udah nggak mau lagi ngomong sama, Mas!" pekik Ariana dengan suara lantang. Wanita itu menatap kedua mata Devan dengan tatapan tajam."Cih! Ya udah, mendingan kamu keluar aja dari rumah! Dasar tolol!" Devan dengan suara lantang. Dari kejauhan, wanita yang mengetahui hubungan Devan dengan perempuan itu menggelengkan kepala. "Astaghfirullah, dia harus tahu soal ini," ucap wanita itu dengan suara lirih. Lelaki itu pergi dengan rasa kesal. Ar
Beberapa orang berjalan dan membawanya sampai ke rumah. Setibanya di rumah, ia sadar bahwa pintu rumah itu tidak dikunci. Alhasil, Ariana ditempatkan di sebuah sofa. Di sana, beberapa orang nampak saling melempar pandangan. "Ada apa sebenarnya, Mbak?" tanya salah seorang warga yang tadi membantunya.Deg!Karena merasa hal itu adalah privasi, dia memilih untuk menyembunyikannya. "Mohon maaf, Mbak. Tadi itu dia lagi shock. Tapi, saya nggak bisa menjelaskan kenapa dia begitu," ucap wanita itu sembari tersenyum tipis. "Oalah, jadi gitu, Mbak. Ya udah kalo gitu, nggak papa," jawab warga itu. Setelah kejadian itu, mereka semua pergi. Wanita itu mencari keberadaan suami Ariana. Ia yakin bahwa suaminya ada di rumah, karena ia melihat semuanya. Tak lama kemudian, seorang lelaki berjalan ke ara h wanita itu. Sebenarnya, wanita itu sangat ketakutan setelah melihat Devan. Namun, ia meniatkan semua ini untuk membantu Ariana, meski dia tidak kenal betul dengannya. "Ada apa ini?! Kenapa ini Istr
"Udah cukup, Lisa! Pergi kamu dari sini!" pekik Devan dengan nada tinggi. Lelaki itu mengusir Lisa dari hadapannya. Tak lama kemudian, Lisa yang ada di hadapannya langsung memukul punggung lelaki itu. "Dasar buaya! Kamu apain aku, Mas?! Kamu nggak inget malam itu kita ngapain, ha?!" tanya Lisa dengan suara lantang. Devan yang ada di hadapannya, hanya bisa berdiam diri dan menengok Lisa dengan tatapan datar. "Gak usah macam-macam kamu, Lisa! Pergi!" teriak Devan dengan suara lantang. Ariana seketika berdiri, ia menoleh ke arah Devan dengan tatapan marah. "Mas, kamu udah ngapain aja sama dia?! Kenapa dia tanya hal begituan sama kamu, ha?! Jujur sama aku, Mas! Kamu udah main sama dia, ha?!" pekik Ariana. Wanita itu menepuk punggung lelaki itu dengan sisa tenaga yang dia punya. "Ariana, tunggu Ariana! Jangan marah-marah dulu kamu sama aku, Ariana! Kamu masa percaya sama kata-kata wanita itu, ha?! Jangan percaya Ariana!" Devan berusaha meyakinkan perempuan yang ada di hadapannya. "Cuku
"Ariana, kamu kenapa pergi sendirian sama anakmu? Suamimu nggak ikut kamu pergi ke rumah orang tua kamu?" tanya Adnan dengan suara lirih. Deg!Ariana sekilas menatap lurus ke depan, dia tak tahu mengerti sikap apa yang harus dia ambil ketika berhadapan dengan Adnan. Karena dia tahu, Adnan tidak pernah mengetahui kehidupannya lagi setelah dirinya menikah. "Dia-- dia lagi ada kerjaan, Adnan. Kenapa?" tanya Ariana dengan suara lirih. Adnan seketika terdiam untuk beberapa saat, ia berusaha mengamati gerak-gerik Ariana yang begitu mencurigakan. Dan benar saja, dilihat dari caranya berbicara. Terutama mimik wajahnya, Adnan tahu bahwa Ariana ada masalah. "Hahahah, kamu kayak nggak kenal aku aja. Kamu pikir, aku nggak ngerti gitu?" tanya Adnan dengan suara lirih. Ia mencoba melihat ke arah kaca lagi sembari tersenyum tipis. "Kamu ngomong apa sih, Adnan? Aku nggak kenapa-napa, kok. Udah, ah. Ayo jalan," jawab Ariana sembari menelan ludahnya sendiri. Adnan menelan ludahnya sendiri, ia seca
Setelah mereka berdua berpisah, keduanya segera menaiki bus. Bus itu melaju dengan kencang, beberapa penumpang terlihat sedang berbincang satu sama lain, beberapa lagi terlihat sedang tidur lelap. Namun, berbeda dengan Ariana. Wanita itu memikirkan apa yang nantinya akan terjadi. "Ma, Mama mau makan jajan yang dikasih Om, nggak? Vasya mau makan jajannya. Enak banget tahu, Ma. Temen Mama baik banget, ya," ucap Vasya sembari tersenyum. "Kamu aja yang makan, Sayang. Mama lagi nggak mau makan, nih," jawab Ariana sembari tersenyum lebar. Berusaha terlihat kuat di hadapan suaminya. "Ya udah kalo gitu, Ma. Oh iya, Ma. Andai aja Ayah sifatnya baik kayak Om Adnan ya, pasti Mama seneng banget, deh," ucap Vasya sembari tersenyum. "Vasya, kamu nggak boleh gitu, tahu. Om Adnan itu memang temen Mama. Dulu Mama emang sahabatan lama banget sama dia. Tapi, dulu Om Adnan juga udah punya Istri. Pas itu, Mama juga punya Ayah kamu, hahaha. Udah, jangan bahas Om Adnan lagi, ya," kata sang ibu. "Ya amp
"Kamu bisa nggak? Nggak usah cari masalah. Aku itu udah banyak masalah dari kecil, jadi tolong, hargai dan hormati aku sebagai Kakakmu," ucap Ariana dengan tatapan tegas. Wanita itu hanya bisa mengatakan semuanya di hadapan wanita itu dengan tatapan sinis."Kakak mau dihormatin?! Cih, males banget, ngapain aku menghormati orang kayak Kakak, hah?!" tanya Tita tak kalah sinis. Mereka masih saja bertengkar, hingga mereka tak sadar bahwa seseorang datang."Assalamu'alaikum," ucap seorang laki-laki di luar pintu. Ariana mengerutkan dahi. "Bentar, suaranya kayak kenal, deh?" batin Ariana. "Wa'alaikumussalam," balas Ariana. Ia segera bergegas ke luar. Di luar rumah, dia bertemu dengan Adnan. Dan hal itu tentu saja membuat dirinya shock. "Loh, Adnan? Kamu di sini?" tanya Ariana. Ia mengucek kedua matanya karena masih tak percaya. Beberapa detik setelahnya, Adnan tertawa lirih. "Kenapa hei? Nggak usah kaget gitu, kebetulan aku ada urusan juga di sini. Bedanya, aku ke sini naik mobilku sendi
"Mbak, kamu udah lama dekat sama Mas Adnan?" tanya Tita dengan suara lirih. Ia menoleh ke arah Ariana dengan wajah sinis. "Kamu lupa? Aku sama Adnan itu udah lama sahabatan. Jadi, dia nggak mungkin lupa sama aku, hahaha," jawab Ariana sembari tersenyum. Tita mendengus kesal. "Oh, jadi gitu. Ya udah kalo gitu, itu tolong bantuin motong timun sama tomatnya," ucap Ariana dengan suara lirih. Tita menganggukkan kepalanya pelan. Selang beberapa saat, dia segera pergi ke dapur dan melakukan pekerjaannya. Entah kenapa perasaan Ariana ketika itu berdebar kencang. Entah apa yang membuatnya begitu. Namun, Tita yang melihatnya seakan risih dengan tingkah sang kakak."Tita, Ibu di mana?""Mana aku tahu, Mbak. Ibu dari tadi jalan terus, palingan sekarang ada di sawah. Udahlah, Mbak masak aja di sini sama Tita," jawab wanita itu dengan wajah sinis. Ariana menghembuskan nafas panjang. Pada akhirnya, masakan itu jadi. Mereka segera bergegas ke dalam rumah dan menyajikannya. "Loh, Nak. Kamu udah dat
Ketika dia berlari, Tita tiba-tiba mencegahnya. Ia meremas pundak sang kakak sambil menaikkan salah satu alisnya. "Mbak, kenapa kamu nggak bilang sama aku, ha?!" pekik Tita dengan tatapan tajam. Ariana yang melihatnya, seketika mengepalkan kedua tangan. Deg!"Tita?! Nga-ngapain kamu di sini, ha? Apa maksud kamu?" tanya Ariana dengan suara lirih, ia tak tahan dengan sikap sang adik. "Bilang sama aku, Mbak! Apa benar Mas Devan main sama cewe lain?! Kalo emang bener gitu kenyataannya! Besok aku mau ke tempat kamu!" pekik Tita. Ariana kehabisan kata-kata setelah mendengar hal itu. Ia menangis keras di hadapan sang adik. "Ka--kamu-?!""Apa, Mbak?! Aku udah dengerin semua perbincangan kamu sama Mas Adnan! Dengerin aku! Sejahat-jahatnya aku sama kamu! Aku juga masih punya nurani, Mbak! Dan kamu pikir?! Sebagai seorang perempuan! Aku tega ngebiarin kamu kayak gini, Mbak?! NGGAK!" pekik Tita sembari memeluk sang kakak. Wanita berusia dua puluh tiga tahun itu menangis di pelukan sang kakak.