"Ini soal keluargaku, Ma. Bapak mau rumah ini direnovasi," ucap Devan. Deg!Ariana menghela nafas panjang. Baru saja dia pindah dan membereskan semua pekerjaan rumah bersama Vasya. Namun, dia malah mendapat kabar buruk. "Mas, kenapa harus direnovasi, sih? Rumah ini masih bagus dan masih kuat, nggak perlu, Mas. Uangnya bisa kamu gunain buat yang keperluan yang penting, misalnya beli sepeda motor baru, biar Vasya nanti pas gede bisa langsung make, Mas. Kamu mikirnya ke depan gitu loh, Mas. Jangan mikirin hidup di masa ini aja," ucap Ariana dengan suara lantang. Ia sengaja melantangkan suaranya agar suaminya mengerti bahwa dia tengah marah. "Ma! Kamu kok marah-marah, sih?! Lagian, Ma! Kita ini hidup di hari ini! Ya udah, yang dipikir ya hari ini dulu! Jangan mikir ke depannya kayak gimana! Semua itu dijalanin dulu, Ma! Sisanya, serahin sama yang Di atas! Yang Di atas lebih tahu apa yang terbaik buat kita!" pekik Devan tak kalah lantang. "Mas! Kamu itu gimana sih, pola pikirnya?! Aku n
"Mbak, percaya sama saya. Saya ini bukan orang baru di daerah sini. Saya juga sering ngamatin orang-orang di sini!" teriak wanita itu dari kejauhan. Namun, semuanya terlambat. Ariana tak lagi memperdulikan perempuan itu. Ia berjalan ke dalam dan bertemu dengan ruangan tengah. Di sana, ia hanya bisa berdiam diri sembari mengambil air putih. Diminumnya air itu sampai dia merasa lega. "Astaghfirullah, ada-ada aja kelakuan perempuan zaman sekarang. Kenapa dia bisa nuduh Mas Devan sembarangan, sih?" batin Ariana. Ia sama sekali tak terima bila ada yang menghina suaminya. Terlebih, dia masih percaya bahwa suaminya bisa berubah menjadi orang yang baik, tidak sama dengan sebelumnya. Di malam hari, ketika suaminya pulang, Ariana lebih banyak diam."Ma, makanannya mana? Aku udah laper ini, lo. Kamu jangan lemot, dong," ucap Devan, ia menyindir sang istri dengan wajah sinis. Devan yang berada di dapur, segera bergegas ke ruang makan dan duduk sambil meminum kopi. "Ini makanannya," kata Arian
Keesokan harinya, Ariana mengerjakan aktivitasnya seperti biasa. Dia menyapu halaman depan rumah sembari menitikkan air mata. "Haduh, Mas Devan bener-bener nggak ke rumah ya, kemarin malem?" batin Ariana. Wanita itu menoleh ke halaman depan. Tak lama kemudian, Devan datang menghampirinya."Ariana! Cepet beliin Mas makanan! Mas laper!" pekik Devan sembari melempar uang yang berasal dari sakunya. Ariana yang melihatnya, seketika menghapus air matanya. Ia segera mengambil uang dan melemparkannya di hadapan suaminya. "Kamu beli aja sendiri, Mas! Ariana udah nggak mau lagi ngomong sama, Mas!" pekik Ariana dengan suara lantang. Wanita itu menatap kedua mata Devan dengan tatapan tajam."Cih! Ya udah, mendingan kamu keluar aja dari rumah! Dasar tolol!" Devan dengan suara lantang. Dari kejauhan, wanita yang mengetahui hubungan Devan dengan perempuan itu menggelengkan kepala. "Astaghfirullah, dia harus tahu soal ini," ucap wanita itu dengan suara lirih. Lelaki itu pergi dengan rasa kesal. Ar
Beberapa orang berjalan dan membawanya sampai ke rumah. Setibanya di rumah, ia sadar bahwa pintu rumah itu tidak dikunci. Alhasil, Ariana ditempatkan di sebuah sofa. Di sana, beberapa orang nampak saling melempar pandangan. "Ada apa sebenarnya, Mbak?" tanya salah seorang warga yang tadi membantunya.Deg!Karena merasa hal itu adalah privasi, dia memilih untuk menyembunyikannya. "Mohon maaf, Mbak. Tadi itu dia lagi shock. Tapi, saya nggak bisa menjelaskan kenapa dia begitu," ucap wanita itu sembari tersenyum tipis. "Oalah, jadi gitu, Mbak. Ya udah kalo gitu, nggak papa," jawab warga itu. Setelah kejadian itu, mereka semua pergi. Wanita itu mencari keberadaan suami Ariana. Ia yakin bahwa suaminya ada di rumah, karena ia melihat semuanya. Tak lama kemudian, seorang lelaki berjalan ke ara h wanita itu. Sebenarnya, wanita itu sangat ketakutan setelah melihat Devan. Namun, ia meniatkan semua ini untuk membantu Ariana, meski dia tidak kenal betul dengannya. "Ada apa ini?! Kenapa ini Istr
"Udah cukup, Lisa! Pergi kamu dari sini!" pekik Devan dengan nada tinggi. Lelaki itu mengusir Lisa dari hadapannya. Tak lama kemudian, Lisa yang ada di hadapannya langsung memukul punggung lelaki itu. "Dasar buaya! Kamu apain aku, Mas?! Kamu nggak inget malam itu kita ngapain, ha?!" tanya Lisa dengan suara lantang. Devan yang ada di hadapannya, hanya bisa berdiam diri dan menengok Lisa dengan tatapan datar. "Gak usah macam-macam kamu, Lisa! Pergi!" teriak Devan dengan suara lantang. Ariana seketika berdiri, ia menoleh ke arah Devan dengan tatapan marah. "Mas, kamu udah ngapain aja sama dia?! Kenapa dia tanya hal begituan sama kamu, ha?! Jujur sama aku, Mas! Kamu udah main sama dia, ha?!" pekik Ariana. Wanita itu menepuk punggung lelaki itu dengan sisa tenaga yang dia punya. "Ariana, tunggu Ariana! Jangan marah-marah dulu kamu sama aku, Ariana! Kamu masa percaya sama kata-kata wanita itu, ha?! Jangan percaya Ariana!" Devan berusaha meyakinkan perempuan yang ada di hadapannya. "Cuku
"Ariana, kamu kenapa pergi sendirian sama anakmu? Suamimu nggak ikut kamu pergi ke rumah orang tua kamu?" tanya Adnan dengan suara lirih. Deg!Ariana sekilas menatap lurus ke depan, dia tak tahu mengerti sikap apa yang harus dia ambil ketika berhadapan dengan Adnan. Karena dia tahu, Adnan tidak pernah mengetahui kehidupannya lagi setelah dirinya menikah. "Dia-- dia lagi ada kerjaan, Adnan. Kenapa?" tanya Ariana dengan suara lirih. Adnan seketika terdiam untuk beberapa saat, ia berusaha mengamati gerak-gerik Ariana yang begitu mencurigakan. Dan benar saja, dilihat dari caranya berbicara. Terutama mimik wajahnya, Adnan tahu bahwa Ariana ada masalah. "Hahahah, kamu kayak nggak kenal aku aja. Kamu pikir, aku nggak ngerti gitu?" tanya Adnan dengan suara lirih. Ia mencoba melihat ke arah kaca lagi sembari tersenyum tipis. "Kamu ngomong apa sih, Adnan? Aku nggak kenapa-napa, kok. Udah, ah. Ayo jalan," jawab Ariana sembari menelan ludahnya sendiri. Adnan menelan ludahnya sendiri, ia seca
Setelah mereka berdua berpisah, keduanya segera menaiki bus. Bus itu melaju dengan kencang, beberapa penumpang terlihat sedang berbincang satu sama lain, beberapa lagi terlihat sedang tidur lelap. Namun, berbeda dengan Ariana. Wanita itu memikirkan apa yang nantinya akan terjadi. "Ma, Mama mau makan jajan yang dikasih Om, nggak? Vasya mau makan jajannya. Enak banget tahu, Ma. Temen Mama baik banget, ya," ucap Vasya sembari tersenyum. "Kamu aja yang makan, Sayang. Mama lagi nggak mau makan, nih," jawab Ariana sembari tersenyum lebar. Berusaha terlihat kuat di hadapan suaminya. "Ya udah kalo gitu, Ma. Oh iya, Ma. Andai aja Ayah sifatnya baik kayak Om Adnan ya, pasti Mama seneng banget, deh," ucap Vasya sembari tersenyum. "Vasya, kamu nggak boleh gitu, tahu. Om Adnan itu memang temen Mama. Dulu Mama emang sahabatan lama banget sama dia. Tapi, dulu Om Adnan juga udah punya Istri. Pas itu, Mama juga punya Ayah kamu, hahaha. Udah, jangan bahas Om Adnan lagi, ya," kata sang ibu. "Ya amp
"Kamu bisa nggak? Nggak usah cari masalah. Aku itu udah banyak masalah dari kecil, jadi tolong, hargai dan hormati aku sebagai Kakakmu," ucap Ariana dengan tatapan tegas. Wanita itu hanya bisa mengatakan semuanya di hadapan wanita itu dengan tatapan sinis."Kakak mau dihormatin?! Cih, males banget, ngapain aku menghormati orang kayak Kakak, hah?!" tanya Tita tak kalah sinis. Mereka masih saja bertengkar, hingga mereka tak sadar bahwa seseorang datang."Assalamu'alaikum," ucap seorang laki-laki di luar pintu. Ariana mengerutkan dahi. "Bentar, suaranya kayak kenal, deh?" batin Ariana. "Wa'alaikumussalam," balas Ariana. Ia segera bergegas ke luar. Di luar rumah, dia bertemu dengan Adnan. Dan hal itu tentu saja membuat dirinya shock. "Loh, Adnan? Kamu di sini?" tanya Ariana. Ia mengucek kedua matanya karena masih tak percaya. Beberapa detik setelahnya, Adnan tertawa lirih. "Kenapa hei? Nggak usah kaget gitu, kebetulan aku ada urusan juga di sini. Bedanya, aku ke sini naik mobilku sendi