Di sebuah rumah sakit lahirlah seorang gadis bernama Valencia Novrianto Permana. Sebelum dia lahir ke dunia ini Selvi Pujiastuti merupakan seorang anak yatim piatu yang tinggal sebatang kara di sebuah desa yang bernama Banyuwangi di Jawa Timur.
Sejak kepergian kedua Orang Tuanya Selvi di besarkan oleh tetangganya yang sangat baik mereka dengan ikhlas merawat Selvi hingga dewasa.
Selvi di besarkan dengan kesederhanaan serta bekerja keras. Hingga Selvi dewasa mampu menafkahi dirinya sendiri. Suatu hari saat gadis itu pergi bekerja menjadi buruh panen padi, sesuatu menimpanya. Sepeda yang ia kayuh menabrak batu besar, sehingga membuatnya terjatuh dan terluka. Seorang pemuda datang menghampirinya untuk menolong. Pemuda itu membantunya untuk menepi ke pinggir jalan, lalu bertanya. “Ada yang sakit?” tanyanya lemah lembut mencari tahu.Selvi malu-malu, tidak lama dia mulai mengeluarkan kata-kata. “Terimakasih, hanya sedikit lecet di mata kaki serta lutut saya. Ma—af jika saya menghambat perjalanan Tuan,” ucapnya menunduk.
Rasa malu seorang gadis desa tersirat dari cara dia bertutur kata, hal itulah yang membuat Pemuda itu semakin menaruh simpatik dengan Selvi.
“Perkenalkan nama saya Permana Bramasta, jika boleh tahu adik bernama siapa?” Senyum memesona tersirat dari wajah Permana.Badan Selvi gemetar saat mengulurkan tangan, membalas uluran tangan dari Permana.
“Selvi Pujiastuti.” Dengan sigap pula dia menarik tangannya kembali, hingga Permana terkejut. “Ma–af saya harus pergi ke sawah. Saya permisi, terimakasih atas bantuannya.” Selvi beranjak dari tempat itu.Pemuda itu belum sempat membalas ucapan Selvi, tetapi gadis desa itu sudah jauh menghilang dari pandangannya.
"Gadis desa yang cantik dan sangat pemalu, mungkin tinggal di daerah ini," gumam Permana.
Suatu saat aku berharap dapat bertemu dengan dia lagi. Aku akan mencari tahu tempat tinggalnya sebelum berangkat kembali menyelesaikan proyek tugas kerjaku disini, batinnya.Selvi kesiangan saat tiba di sawah milik Juragan Sutiyah. Beliau seorang janda kaya raya di desa itu, hidup hanya berdua dengan Arumi putrinya.
Arumi Suparman namanya, konon Sutiyah menikah berulang kali, dari desas desus yang beredar setiap suaminya meninggal dia menjadi kaya raya. Hanya dengan pak Suparman lah dia memiliki anak. Suparman adalah suami ke tujuh Sutiyah. Menurut rumor yang beredar, jika Sutiyah menikah dan memiliki anak dari Suami yang memiliki hari kelahiran yang sama dengan dia ( hari kelahiran dalam aksara Jawa seperti Pon ,Kliwon dan lain-lain), maka semua kekayaannya akan kekal.Ketika Suparman meninggal bertepatan dengan malam Jum’at Kliwon. Sehingga setiap malam itu, ada saja warga kampung yang melihat sosok pria tersebut berdiri tepat di pintu masuk rumah Sutiyah.
Beberapa teman Selvi sering mengingatkan agar ia hati-hati, mereka takut jika nantinya Selvi di jadikan tumbal pesugihan. Namun semua ucapan itu tidak membuat Selvi gentar, hanya perut yang lapar yang membuatnya gentar. Hari sudah mulai magrib Selvi masih dalam perjalanan pulang, betapa terkejutnya Selvi melihat seorang pria duduk di depan halaman rumahnya. Pria itu berada di kursi yang terbuat dari bambu, sepertinya dia sudah lama berada disana.“Akhirnya yang aku tunggu sudah datang,” ucap Pemuda itu. Ia tersenyum manis dan menyapa Selvi.
“Hai!” Permana melambaikan tangan ke arah Selvi.
Selvi masih bingung harus berkata apa, hingga suara berat yang keluar dari bibirnya. “Ma–af ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.
Perasaan canggung yang Selvi rasakan, kali ini berbeda. Ada perasaan berdebar bercampur rasa bahagia. Perasaan aneh itu membuat Selvi salah fokus.
Permana menyadari hal itu, sehingga dia menguntai senyum di wajahnya. Wajah tirus, dengan hidung mancung dan rambut hitam terjuntai lurus pasti membuat mata terpesona.
“Oh saya datang, hanya ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja,” jelas Permana memecah rasa canggung yang ada.
Senyum manis menyungging di wajah Selvi, baru kali ini dia merasakan perhatian dari lawan jenisnya. Sejak itulah kedekatan antara Permana dan Selvi mulai terjalin.
***
Sudah empat bulan berjalan sejak perkenalan Selvi dan Permana, hingga di bulan Maret tepat tanggal satu Permana melamar Selvi. Dia berharap gadis pujaannya itu mau menerimanya, seperti gayung bersambut.
"Assalamuallaikum, Pak Darno maksud kedatangan kami kesini ingin melamar Selvi untuk Permana?" ucap Bramasta.
Merasa anak angkatnya itu suka dengan Permana, Darno menyambut dengan gembira.
"In syaa Allah Saya menerimanya pak Bramasta," jawabnya.
Pernikahan mereka di langsungkan seminggu setelah lamaran. Dari lamaran sampai prosesi pernikahan di siapkan secara sederhana.
Ketika malam pertama tiba, Selvi merasa bingung harus berbuat apa. Pria yang dulu orang lain saat ini telah menjadi suaminya.
"Loh kenapa masih duduk, belum berganti pakaian," tanya Permana. Menyadari istrinya merasa bingung Permana mendekatinya.
"Selvi jangan bingung, jika belum siap tidak harus malam ini," jelasnya, sambil membantu melepas hiasan yang berada di kepala.
"Sebentar ya mas, kita salat sunah sebelum tidur," ajak Selvi malu-malu.
Selvi beranjak dari tempat dia duduk, mengganti pakaian. Ia bergegas menyiapkan air hangat untuk Permana membersihkan diri.
Seusai dia membersihkan diri dan berganti pakaian, dia segera memberikan handuk serta menunjukkan kamar mandinya.
"Maaf ya mas, pintu biliknya hanya terbuat dari anyaman bambu," ucapnya.
Kesederhanaan yang wanita itu miliki, selalu membuatnya semakin mencintai Selvi. Senyuman manis di berikan, ke wanita yang sudah menjadi istrinya.
Mereka melaksanakan salat sunah sebelum beranjak tidur. Ada perasaan aneh yang Selvi rasakan, ketika tangan Permana mulai melingkar di tubuhnya.Deg ...
Jantung Selvi seakan berhenti sejenak, keringat dingin mulai berada di wajahnya. Tangan Permana mulai berselancar, membuat mata Selvi terbelalak.
Ingin rasanya dia berteriak, tetapi suara seakan tidak bisa keluar dari mulutnya. "Aku akan melakukan secara perlahan, Adik tenang saja ya," bisik Permana.
Ada perasaan aneh saat angin dari suara itu, menyentuh telinga Selvi. Ia merasa seakan ada energi listrik yang membuatnya seakan, tersetrum di sekujur tubuhnya.
Ketika jari Permana mulai menyusup kebagian bawah, sesuatu tang lebat dan sedikit basah mulai di rasakannya.
Napas Permana semakin terasa tersengal-sengal di telinga Selvi. Sesekali Selvi menarik jari itu menjauh dari lahan miliknya.
Tetapi perasaan menggebu Permana membuatnya mencoba lagi berselancar, menyusup di antara rerumputan menyusuri lubang yang belum terlihat olehnya.
Merasa sudah cukup permana mulai melepaskan semua helai yang menutupi wanitanya.
Dia mulai mencoba memasukkan benda yang menonjol dari dirinya, menyusuri ruang gelap di tubuh Selvi. Saat benda itu mencoba menerobos pertahanan, Selvi mengernyitkan wajahnya seakan menahan perih.
"Ma—af terasa sakit," ucap Permana sedikit berat. Perasaan Permana sudah tidak tahan lagi. "Sedikit lagi tembus Dik, habis itu tidak akan terasa sakit. Akan terasa Nyaman dan ingin mengulang," ungkapnya.Selvi hanya mengangguk pasrah, jika dia menolak dia takut suaminya akan marah. "Aw!" Akhirnya suara jerit keluar dari mulut Selvi.Bukannya menghentikan kegiatannya, Permana semakin melancarkan aksinya terbakar oleh suara-suara yang di keluarkan Selvi.Saat benda itu benar-benar sempurna, berada di lubang yang di tumbuhi rerumputan. Permana sedikit menghentikan aksinya membiarkan posisinya tepat berada di atas Selvi. Sedikit memberikan kecupan di kening Selvi merambat ke bagian-bagian lain. Goyangan lembut mulai dia lakukan, hingga terasa sesuatu membasahi benda miliknya itu. Akhirnya mereka mencapai pada titik yang di inginkan. "Terimakasih sayang, tidak salah aku memilihmu," bisiknya di telinga Selvi. *** Kebahagiaan mereka seakan seperti kisah- kisah orang tua dulu Witing Trisno jalaran soko kulino ( Cinta datang karena terbiasa ).Kebahagiaan yang di gantikan oleh Allah buat Selvi, semenjak hidup sebatang kara dan di saat Dewasa digantikan dengan, sosok Permana di dalam hidupnya.Hingga suatu pagi saat dia memastikan bahwa dia hamil, Permana langsung mengecup keningnya dan melepaskan ciuman hangat tepat di bibir Selvi. Kecupan sekejap demi sekejap itu menandakan bahwa dia sangat bahagia.
Bahkan dia rela mencari tahu apa saja yang dapat Selvi makan. Di usia kehamilan muda, Selvi mengalami mual yang berkepanjangan. Sehingga perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Demi keselamatan Istri beserta anaknya, Permana menyetujui keputusan Dokter. Selama Selvi dirawat Permana mengalami kesulitan dana.
Pria itu benar-benar putus asa, hingga dia memutuskan untuk memberanikan diri ke rumah Sutiyah, salah satu juragan janda terkaya di desanya.
“Assalamuallaikum,” ucap Permana, yang berdiri tepat di depan pintu yang berukuran 3m x 2,5m dengan dua daun pintu yang terbuat dari kayu jati ukiran, berwarna coklat.
Lalu dia menyandarkan tubuhnya di tiang teras rumah mewah itu, menunggu sekitar lima belas menit terdengar sapaan dari dalam rumah tersebut.
“Waallaikumsalam,” jawab seorang gadis. Pintu rumah terbuka , seorang gadis berambut hitam, dengan paras wajah putih seusia Selvi.
Gadis itu sempat terdiam sejenak, menatap wajah Permana yang bersandar di tiang teras rumahnya.
Gantengnya siapa pemuda ini, tinggi dengan rambut hitam dan hidung mancung. Siapa pun dia, saat ini aku sangat menyukainya. Mungkin dia jodohku, apalagi aku cantik dan anak orang kaya. Semua Lelaki berharap, mendapat balasan dari cintaku. Aku akan mencari tahu tentang dia, batin Arumi Suparman yang tidak lain anak dari Sutiyah.
Arumi tersadar dari lamunannya. “Ehem ... maaf Mbak, Ibu Sutiyah ada?” tanya Permana yang tetap menjaga pandangannya.
Seakan tidak peduli dengan sosok cantik di hadapannya, pikiran Pria hanya terfokus dengan kondisi Selvi dan calon bayinya. Permana masih berdiri di depan pintu, hingga si pemilik rumah mempersilahkan dia masuk serta duduk.
“Oh ... sebentar ya Mas, silakan duduk,” ucap Arumi berusaha mencari perhatian dari Permana. Dia tidak langsung menuju ke dalam rumah, melainkan sibuk berusaha mendekati Permana.
Sambil memutar ujung rambutnya dan sesekali sedikit jalan berlenggok-lenggok. Jari telunjuk di letakkan di ujung bibirnya, hingga kakinya sengaja berpura-pura tersandung kaki meja, membuatnya terjatuh menimpa Permana.
Suasana seketika hening, waktu seakan berhenti berputar. Mata wanita itu menatap tajam seakan ada hasrat yang ingin dia utarakan.
Permana serbasalah harus berbuat apa, keheningan semakin terasa di ruangan itu. Gadis itu juga sengaja tidak bergerak sedikit saja dari tempat dia terjatuh.
Bersambung ...
Jangan lupa follow Instagram @IndraqilsyamilTatapan mata Arumi di abaikan oleh Permana hingga Ibu Sutiyah datang. “Wah sedang ada tamu, loh Arumi kenapa malah masih disitu bukannya tamunya di persilahkan duduk,” tegur Sutiyah yang melempar senyum penuh curiga, melihat posisi Arumi.“Oh iya Bu Sutiyah saya baru saja datang, tadi anak Ibu sepertinya tersandung kaki kursi itu. Saya belum sempat membantunya bangun,” kilah Permana, berusaha menutupi tingkah anaknya."Jika wanita itu tahu bahwa anaknya, berusaha menggodaku. Dia akan malu dan jadi tidak enak denganku. Aku harus segera menyampaikan tujuanku, sebelum gadis itu keluar lagi dari ruangan yang tertutup tirai itu," batin Permana.“Maaf Bu sebelumnya, kalau kedatangan saya mendadak,” ujar Permana.“Tidak apa-apa nak Permana, bagaimana keadaan Selvi? Maaf ibu belum sempat menjenguknya,” balas Sutiyah lemah lembut.“Sebab itulah kedatangan saya kemari Bu, kondisi
Seluruh warga mencari keberadaan Selvi namun sia-sia tidak ada titik terang. Hingga mereka semua memutuskan untuk menghentikan pencarian. Kembali menuju rumah masing-masing.Kejadian itu segera di laporkan kepada Sutiyah, betapa terkejutnya wanita paruh baya itu mendapat laporan dari tetangga yang sempat membesarkan Selvi. Walaupun dia bukan anak kandungnya tapi rasa sayang ke Selvi dari mereka seperti orang tua kepada anaknya sendiri.Malam semakin larut suasana di desa itu mulai sepi. Ketika itu seorang laki-laki bernama Jarwi sedang memancing menggunakan sampan, ketika hendak melemparkan kail pancingnya dia melihat sesuatu tersangkut di dekat pohon bambu yang lebat di tepi sungai.Di dayung perahunya mendekati benda mencurigakan itu. Saat dia mengarahkan lampu minyak yang berada di tangannya, terlihat seorang wanita merintih kesakitan.“Tolong ....” Suara lirih terdengar dari wanita itu, segera Ja
Angin saat itu bertiup kencang di kota Palopo, di sanalah Selvi mengadu nasib bersama Valencia putrinya. Selama sepuluh tahun sudah, dia berada di pulau Sulawesi tepatnya bagian selatan.Dia bisa merantau sampai ke sana karena, ikut program pemerintah untuk mengelola lahan perkebunan. Bermodal lahan dari pemerintah yang dia kelola selama sepuluh tahun, saat ini sudah menghasilkan rumah dan membuka lapangan pekerjaan.Hari-hari dia lalui bersama Valencia, walaupun sesekali gadis kecilnya sering merengek menanyakan sosok Ayahnya. Berbagai cara Selvi lakukan, untuk menutupi semua itu. Bahkan dia mengatakan, bahwa Permana hilang tersapu badai.“Bunda ... Bunda di mana,” suara sayu-sayu terdengar dari dalam rumah.Selvi sedang sibuk di pekarangan belakang rumah, memberi makan ikan Lele peliharaannya. Berkat ketekunannya sejak merantau Selvi benar-benar merasa bahagia bersama putri semata wayangnya.
Pesawat mendarat di Bandara Makassar, Selvi dan Valencia menjemput Jarwi beserta Sukandar.Melihat Sukandar di kejauhan tepat di pintu keluar penumpang, Valencia berlari seraya bersorak.“Kakek!” Tangannya di rentangkan berlari berusaha memeluk Sukandar. Sedangkan Sukandar meletakkan kopernya dan setengah jongkok merentangkan tangannya.Dengan senyum merekah di wajahnya dia bersedia memeluk cucu dari anak angkatnya itu.Tidak lama Jarwi terlihat di belakang Sukandar dengan sosok seseorang yang sangat tidak asing buat Selvi.Kejutan luar biasa di berikan Jarwi Pak Darno dan Winarsih bergandengan tangan berjalan ke arah Selvi, merasa rindu dengan orang tua sambung yang membesarkannya langkah Selvi seperti bergerak sendiri.Menghampiri kedua orang paruh baya itu, rambut mereka yang mulai terlihat dua warna walau masih dominan hitam.“Ibu ....” tangis Selvi pecah di
Pagi hari Valencia sudah siap berangkat ke sekolah tidak lupa dia menyeruput segelas susu berlari menghampiri kakek, nenek beserta ibunya untuk lebih dulu berangkat kesekolah.“Kenapa terburu-buru, makan dulu sambil duduk,” ucap Winarsi merasa heran dengan tingkah cucunya.“Nanti telat nek, keburu di tutup pintu pagarnya!” teriak Valencia yang duduk di belakang Jordi.“Aduh gempa,” ucap Jordi menjahili sahabat kecilnya itu.Peletak!“Aw, aku bercanda Valen kenapa di ketek gitu kepalaku,” keluh Jordi mengusap-usap kepalanya.“Kapok, biar kamu tahu rasa. Jadi, besok-besok kalau mau mengejek aku berpikir seribu kali,” sahut Valencia dengan senyum devil di belakangnya.“Nih helmnya.” Jordi memberikan helm, sembari memasang helm di kepalanya sendiri.Motor mulai melesat menyusuri kota Palopo menuj
Walau suasana saat itu hening tidak ada percakapan antara Farhan dan Valencia. Pemuda itu memberikan tugas pada Valencia untuk menyalin sebuah catatan.“Asem sekalinya disuruh mencatat tugas sekolahnya. Enak benar ya dia, tugas sekolahnya aku yang mengerjakan,” batin Valencia semakin kesal.“Kalau sudah selesai, lanjut yang ini ya,” perintahnya lagi.“Apa? Enggak salah ini kak, ini tugas sekolah kakak. Kakak enggak takut kalau saja nanti ... ketahuan sama Guru.” Valencia terperanjat mendapat tambahan catatan, tugas sekolah milik Farhan.Ini orang sebenarnya malas atau memang sangat malas sekali, bisanya tiga mata pelajaran aku disuruh mengerjakan semuanya. Aku kerjakan saja setidaknya aku tidak berpanas ria , hanya tanganku yang bakalan lelah, batin Valencia.Farhan hanya menatap melihat Valencia sibuk menulis. “Lumayan cepat kamu menulis, bisa buat cerita tidak? Tugas
Jordi menyelamatkan wanita yang terserempet motor di jalan raya saat akan menyeberang, Pria pengendara motor yang menyerempetnya kabur. Jordi bergegas menolong wanita paruh baya itu.Bagian kening dan tangan Ibu itu terluka, sedangkan kakinya tidak tampak luka. Namun saat dia mencoba berdiri kakinya lemas dan tidak dapat menopang tubuhnya.“Aw!” rintihnya merasa sakit tepat di pergelangan kaki kanan.“Sepertinya kaki Ibu cedera, saya akan membawa Ibu ke rumah sakit,” ucap Jodi, yang bergegas mengangkat wanita itu di atas motornya, lalu meluncur menuju rumah sakit.Setibanya disana dia segera mendaftarkan serta melaporkan kejadian yang di alami wanita korban tabrak lari itu.“Ada nomor keluarga yang bisa kami hubungi,” tanya petugas administrasi.“Sementara nomor saya, nanti saya akan tanyakan ke beliau,” jawab Jordi. Setelah mengurus administrasi
Seseorang memperhatikan Farhan dan Valencia, di mata orang tersebut mereka nampak akrab dan bersenda gurau sehingga membuatnya menjadi terbakar.“Hebat dia bisa membuat Farhan akrab begitu cepat, sedangkan aku berjuang selama ini hanya di pandang sebelah mata,” ujar Hana, dengan perasaan sesak seakan ada batu yang menganjal di hatinya.“Hai, Hana kemari,” panggil Farhan. Merasa dia sebagai siswa baru Valencia kembali menjaga jarak dan fokus pada tugasnya.“Iya,” jawab Hana seakan tidak bersemangat.Valencia menyadari hal itu, dia bisa membaca raut wajah seseorang. Teringat saat masih SMP, salah seorang siswa pernah menaruh hati padanya. Ketika Jordi akrab dengannya, pria itu menunjukkan raut wajah yang sama seperti Hana.“Sepertinya dia menyukaimu kak,” ungkap Valencia dengan nada pelan. Farhan terkejut, dia tidak menyangka Valencia berkata seperti itu.“Ini
Farhan menunggu balasan dari pesan singkatnya, tapi tidak kunjung di balas oleh Valencia. Hingga dia menyium bau dupa yang keluar dari ruangan khusus ibunya.Langkanya semakin dekat hingga dia menemukan sesuatu yang menjadi kecurigaannya selama ini, sosok menyeramkan sedang berdiskusi dengan Ibunya.'A-apa itu?' tanyanya terbata di dalam hati.Sebuah sosok besar menyerupai ular dengan separuh badan manusia, kaki Farhan tidak dapat bergerak dia mematung seketika."Jangan kau ambil anakku, tunggu beberapa hari aku akan memberikan permintaanmu." Farhan hanya bisa menelan saliva. Hingga sebuah notif pesan singkat menyadarkannya dari lamunan.[ Aku baik-baik saja, saat ini sudah berada di rumah]Farhan menutup smartphonenya lalu gersenyum, dia masih bingung harus membalas apa. Saat ini ia masih tidak menyangka, Ibunya bersekutu dengan Jin.[ Alhamdulillah , kalau kamu sudah baik- baik saja] balas Farhan dalam pesan singka
Farhan kembali menuju tempat Ayahnya berada dia tidak habis pikir, dengan apa yang dia lihat. Sosok yang dingin itu tiba-tiba menghilang. Menurut Farhan seperti ada pesan yang ingin di ceritakan gadis itu. Walau Farhan berupaya menyingkirkan kejadian yang dia alami, tetapi semua seakan sia-sia. Benaknya masih bertanya-tanya ke mana perginya gadis dengan ekspresi dingin, yang membuat bulu kuduknya merinding. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, Pria itu terkejut. Hampir saja dia memukul orang yang dibelakanginya itu. “Duh Ayah, hampir jantungku copot,” ungkapnya. “Kenapa, seperti habis lihat setan saja?” tanya Bramasta. Farhan diam sejenak seakan masih bingung harus bagaimana memulainya. “Tadi pas ke lantai atas ada anak seusiaku, dia sendirian. Mungkin salah satu anak rekan kerja Ayah,” ceritanya. “Bisa jadi, tapi apa yang membuat kamu jadi seperti ini. Seperti habis melihat setan saja,” ujar Bramasta. Wajah Farhan terlihat pucat, menurut Bramasta ada yang janggal.
Di tempat lain di mana Farhan berada, pria itu mendapat pesan singkat dari Valencia. Awalnya dia tidak yakin akan membalas pesan itu atau langsung menghubunginya. Hati kecilnya sempat bergelut merasa tidak yakin. Jika dia menghubungi langsung, maka dia tidak perlu repot-repot menghapus setiap kata. Akhirnya dia memutuskan menekan tanda telepon di gawainya. Panggilan mulai berdering, Farhan menunggu dengan sabar hingga ada jawaban dari Valencia. Tetapi hingga dering terakhir Valencia tidak menjawabnya. Mungkin dia sedang sibuk akhirnya Farhan memutuskan menjawab melalui pesan singkat, dia kembali meletakkan gawainya di atas nakas. Kegiatan hari ini dia ikut ayahnya ke salah satu perusahaan mereka, jadi perjalanan yang akan di tempuh lumayan lama dari kota Palopo ke Makassar. “Farhan sudah siap?” tanya Bramasta. “Sebentar lagi Farhan keluar, ini lagi mengenakan sepatu,” ujarnya. Sekitar lima belas menit kemudian Bramasta melihat Putranya dengan kemeja hitam dan sepatu ala kant
Panggilan itu masih Valencia abaikan, perasaannya benar-benar bingung. Mau menjawab takut di tanya oleh Bundanya.Satu panggilan terabaikan, ada rasa lega di hati Valencia. Mereka bergegas keluar menuju lobi. Sekitar lima belas menit dari panggilan itu. Gawai Valencia berbunyi lagi, nama yang tertera kali ini Jordi.Segera dia menggeser lambang telepon berwarna hijau.“Assalamuallaikum, ada apa Jor?” tanya Valencia dalam panggilan itu.“Waallaikumsalam, kata ART kamu pulang hari ini Val?” tanya Jordi antusias.“Hem, bagaimana ya. Mau kamu pulang hari ini atau tidak?” goda Valencia.“Huff, aku serius Val? Kamu enggak kasihan aku merana seperti pena kehilangan buku,” ujar Jordi.“Hahaha ... jangan sedih gitu. Aku sekarang dalam perjalanan, Kamu siapkan coklat kalau tidak ...,” ancam Valencia yang menghentikan ucapannya.
Selvi menghela napas panjang, memikirkan permintaan yang sangat berat menurut dia. Betapa baiknya putrinya ini, nyawanya hampir melayang dia masih mau memaafkan orang yang mencelakainya.Melihat ketulusan Valencia, membuat Selvi luluh. Akhirnya Selvi menghubungi pengacaranya untuk mencabut semua tuntutannya itu.Valencia senang karena, Bunda nya mau memaafkan Hana dan bulan. Memandang jauh keluar kaca jendela rumah sakit, terlihat pasien lain yang di antar oleh ke dua orang tuanya.Perasaan Selvi seakan hancur, dia merindukan kehadiran Ayahnya. Tetapi dia tidak tahu apakah Ayahnya masih hidup atau tidak, terkadang ingin bertanya tapi ada perasaan takut jika bundanya marah.“Bunda,” panggilnya dengan suara lirih.“Iya ada apa?” tanya Selvi.“Bunda tidak ingin memiliki pendamping hidup? Seperti mereka,” tanya Valencia.Selvi tertegun mendenga
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Suara sirene ambulance memasuki SMK Duta Karsa, beberapa warga yang kebetulan melintas merasa penasaran dan berbondong-bondong berhenti. Hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa pihak keamanan dari kepolisian juga mengamankan daerah itu.Sehingga Valencia bisa di bawa menuju rumah sakit. Jordi bersama Farhan ikut mengantarkan Valencia ke rumah sakit.“Val! Bangun.Jangan tinggali aku, nanti siapa yang akan aku jahili,” bujuk Jordi berusaha membangunkan sahabatnya.Melihat sikap Jordi, Farhan merasa bersalah. Seandainya dia peka seharusnya dia yang paling belakang, bukan membiarkan Hana.Bahkan dia sempat di beritahu Valencia jika Hana menyukainya, tetapi dia tidak menyangka rasa suka Hana, bisa mencelakakan Valencia seperti ini.Sedikit banyak ini juga kesalahan dia. “Jor, sabar ya semoga dia baik-baik saja. Mungkin dia kelelahan, sepertinya dia suda
Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya.“Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia.“Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya.Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berus
Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan.“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu.Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan,