Seluruh warga mencari keberadaan Selvi namun sia-sia tidak ada titik terang. Hingga mereka semua memutuskan untuk menghentikan pencarian. Kembali menuju rumah masing-masing.
Kejadian itu segera di laporkan kepada Sutiyah, betapa terkejutnya wanita paruh baya itu mendapat laporan dari tetangga yang sempat membesarkan Selvi. Walaupun dia bukan anak kandungnya tapi rasa sayang ke Selvi dari mereka seperti orang tua kepada anaknya sendiri.
Malam semakin larut suasana di desa itu mulai sepi. Ketika itu seorang laki-laki bernama Jarwi sedang memancing menggunakan sampan, ketika hendak melemparkan kail pancingnya dia melihat sesuatu tersangkut di dekat pohon bambu yang lebat di tepi sungai.
Di dayung perahunya mendekati benda mencurigakan itu. Saat dia mengarahkan lampu minyak yang berada di tangannya, terlihat seorang wanita merintih kesakitan.
“Tolong ....” Suara lirih terdengar dari wanita itu, segera Jarwi merapatkan perahunya tepat di samping sosok itu.
“Tolong Saya,” ucapnya lirih lalu tidak sadarkan diri. Melihat Wanita itu pingsan, Jarwi segera memindahkan ke perahunya.
Menggunakan sampan, dia menuju kembali ke Desanya. Jarwi membawa wanita itu, ke rumah Pak Kades agar segera mendapat pertolongan.“Siapa ini Jarwi?" tanya kepala Desa.
"Tadi saya menemukannya, di bawah pohon bambu di tepi sungai. Saat itu masih belum pingsan Pak, dia meminta tolong,” jelas Jarwi.
“Ayo Jarwi, segera kita bawa ke rumah Ibu Dokter Arini. Semoga beliau tidak dinas keluar kota,” ajak Pak Kades.
Mereka berangkat, membawanya ke rumah Ibu Dokter. Sesampai di sana, Dokter Arini baru akan menuju Rumah sakit pusat untuk perjalanan tugas.
Merasa itu keadaan darurat, beliau langsung menolongnya. Mereka membawa wanita itu bersama, menuju rumah sakit di pusat kota Surabaya.“Bagaimana Bu Dokter, apa dia bisa di selamatkan?” tanya Pak Kades yang ikut bersama Jarwi, mendampingi Bu Dokter menuju kota Surabaya.
“Berdoa saja pak, setidaknya tadi sudah saya berikan tindakan. Semoga kita bisa menyelamatkan mereka, paling tidak salah satunya bisa selamat,” jelas Bu Dokter.
“Kasihannya wanita ini, sebenarnya apa yang terjadi dengannya? Bisa-bisanya dalam keadaan hamil besar, dia terluka bahkan hanyut sampai tersangkut di pohon bambu,” ucap Jarwi yang merasa kasihan, melihat kondisi wanita yang di selamatkannya.
“Mudahan dia baik-baik saja, untung kamu melihatnya Jarwi. Jika terlambat sedikit saja, mungkin dia tidak akan selamat,” balas Bu Dokter.
“Kuasa Allah Bu, masih belum waktunya wanita ini meninggal,” sahut pak Kades.
“Iya benar kata pak Kades. Jika memang bukan kehendak Allah, saya tidak lihat karena sangat gelap. Kebetulan saat itu, lampu saya arahkan ke pohon bambu. Pada saat saya akan melempar kail pancing, terlihat sesuatu menyangkut,” jelas Jarwi yang menatap iba, ke wanita yang di tolongnya.
Mobil mulai memasuki pelataran rumah sakit, Dokter Arini mengarah ke pintu UGD. Petugas rumah sakit segera membawa wanita itu ke ruang UGD, menggunakan brankar.
Seketika itu juga Pak kades, Jarwi dan Bu Dokter menyusul di belakangnya. Sedangkan mobil Bu Dokter, di pindahkan ke tempat parkir oleh petugas rumah sakit.
"Kondisinya semakin melemah," ucap Dokter Arini.
Tanpa menunggu lama Dokter Arini memutuskan, agar segera di lakukan operasi. Sementara pak Kades mengurus administrasi, sesuai arahan Bu Dokter.
Hampir dua jam dilakukan tindakan di ruang Operasi, di mana Arini berusaha menyelamatkan salah satunya. Namun, saat operasi berjalan wanita itu mengalami denyut jantung melemah, bahkan sempat ada kejanggalan yang terjadi.
Tiba-tiba saja dia membuka kedua kelopak matanya, sementara proses operasi belum selesai. Kejadian itu tidak berlangsung lama, sekitar lima detik kemudian matanya tertutup lagi.
Alhamdulillah bayinya berjenis kelamin perempuan, lahir dengan panjang tubuh sekitar 51cm sedangkan berat badannya 3,2kg.
“Malang nasibmu sayang, berdoa saja semoga Ibumu dapat kami selamatkan,” bisik Arini, setelah bayi mungil itu mendapat kumandang Adzan dari salah satu perawat yang bernama Deni.
Operasi sudah selesai, tetapi dia belum kunjung sadar. Akhirnya Bu Dokter memutuskan, agar si bayi di letakkan ke ruang Inkubator. Mengingat usia bayi yang harusnya belum lahir, demi keselamatannya terpaksa lahir sebelum waktunya.
"Bayinya bawa ke ruang Inkubator, pantau terus perkembangan Ibu bayinya juga," perintah Arini.
Dokter Arini masih memantau perkembangan sang Ibu, yang sudah sekitar delapan jam lebih tidak kunjung sadarkan diri. Sementara beberapa Polisi juga sudah mendatangi rumah sakit, untuk meminta keterangan.
***
Tiga hari sudah, wanita itu belum sadarkan diri. Suatu sore saat akan memasuki waktu magrib tiba-tiba tangannya mulai merespons pemeriksaan perawat.
“Alhamdulillah, akhirnya dia sadar,” gumam perawat itu, mengelus dada.
“Berarti tinggal menunggu, dia benar-benar membuka matanya,” ucap salah satu rekannya, yang bernama Maimunah.
Mendengar Informasi dari rumah sakit, Arini langsung mengajak Pak Kades dan Jarwi untuk menemui wanita tanpa nama itu.
Mobil Arini melesat dari Banyuwangi menuju kota Surabaya. Setibanya di rumah sakit, dia langsung masuk ke ruang perawat, yang tugas di setiap ruang rawat inap.
“Dokter, pasien sudah sadar saat ini saya belum bertanya apa pun. Hanya saja, dia memberikan sebuah nama kepada putrinya,” jelas Maimunah, kepada Dokter Arini.
“Valencia Novrianto Permana,” lirih Dokter Arini, membaca kutipan nama itu.
“Sebuah nama yang sangat indah untuk seorang bayi mungil yang cantik,” Tambahnya lagi, yang di balas senyuman oleh kedua Perawat yang bersamanya.“Sekarang waktunya Dokter Arini, untuk Visit ke ruangan Ibu itu,” ujar Sriwati. Dia merupakan salah satu, kepala Perawat yang bertugas di hari itu.
Mereka menuju ke ruangan itu, di ikuti oleh Pak kades dan Jarwi beserta dua orang Polisi. Wanita itu tampak masih lemah, seusai pemeriksaan Arini mulai mencoba berinteraksi dengannya.
"Bagaimana perasaannya, apa ada yang terasa sakit," tanya Arini lembut.
"Terimakasih Dokter, entah apa yang di benak saya saat itu ...." Dia terdiam sejenak lalu melanjutkan ceritanya. "Nama saya Selvi Pujiastuty, seandainya saya saat itu tidak selamat. Pasti saya masuk neraka, lebih hina dari suami saya di mata Allah," sesal Selvi.
"Sudahlah, untung ada pak Jarwi. Jika keadaannya sudah mendingan kami menunggu cerita dari Ibu Selvi mengenai semuanya," tanya Arini lagi.
"Saya siap Bu Dokter," balas Selvi.
Semua di jelaskan oleh Selvi, mengapa dia bisa sampai berada disana hingga dia berusaha bunuh diri.Selvi hanya meminta agar keberadaan dia saat ini di rahasiakan, beberapa hari selama dia tidak sadar di dalam komanya. Selvi mengalami serangan seperti saat dia, sebelum bunuh diri .
Seorang perempuan berusaha membunuhnya beserta bayinya, dia berjuang melawan. Tetapi sosok dari perempuan itu tidak terlihat, Selvi merasa takut hal itu akan menyerang anaknya.
Mendengar penuturan Selvi, pak Kades dan Jarwi bersedia menolongnya. Membuat wanita yang menerornya, tidak dapat menemukan keberadaan Selvi beserta anaknya.
Dengan menggunakan sedikit kemampuan kekuatan batin, Jarwi berusaha menutupi dan menghilangkan penciuman si peneror untuk mencari keberadaan Selvi dan Valencia.
"Ternyata inilah penyebabnya, kenapa hanya saya yang bisa menemukanmu di pohon bambu itu," ujar Jarwi seusai menutup Selvi dan Valencia.
"Memangnya sebelumnya ada yang mencari dia?" tanya Arini serentak dengan pak Kades.
"Orang Tuanya mencari hingga malam hari, setelah magrib baru mereka pulang," jawab Jarwi.
"Mereka orang tua angkat saya, sejak umur dua tahun Ayah dan Ibu meninggal mengalami kecelakaan. Menurut cerita di bunuh seseorang," balas Selvi.
"Mereka orang yang sama yang membuat orang tuamu meninggal," jelas Jarwi. Pemuda itu mulai menutup pembicaraannya. Mereka sepakat untuk menganggap Selvi, sebagai keluarganya sendiri.
****
Namun apakah kekuatan Jarwi bisa menahan persembunyian itu dalam waktu yang lama ?
Baca bab berikutnya ya :)Angin saat itu bertiup kencang di kota Palopo, di sanalah Selvi mengadu nasib bersama Valencia putrinya. Selama sepuluh tahun sudah, dia berada di pulau Sulawesi tepatnya bagian selatan.Dia bisa merantau sampai ke sana karena, ikut program pemerintah untuk mengelola lahan perkebunan. Bermodal lahan dari pemerintah yang dia kelola selama sepuluh tahun, saat ini sudah menghasilkan rumah dan membuka lapangan pekerjaan.Hari-hari dia lalui bersama Valencia, walaupun sesekali gadis kecilnya sering merengek menanyakan sosok Ayahnya. Berbagai cara Selvi lakukan, untuk menutupi semua itu. Bahkan dia mengatakan, bahwa Permana hilang tersapu badai.“Bunda ... Bunda di mana,” suara sayu-sayu terdengar dari dalam rumah.Selvi sedang sibuk di pekarangan belakang rumah, memberi makan ikan Lele peliharaannya. Berkat ketekunannya sejak merantau Selvi benar-benar merasa bahagia bersama putri semata wayangnya.
Pesawat mendarat di Bandara Makassar, Selvi dan Valencia menjemput Jarwi beserta Sukandar.Melihat Sukandar di kejauhan tepat di pintu keluar penumpang, Valencia berlari seraya bersorak.“Kakek!” Tangannya di rentangkan berlari berusaha memeluk Sukandar. Sedangkan Sukandar meletakkan kopernya dan setengah jongkok merentangkan tangannya.Dengan senyum merekah di wajahnya dia bersedia memeluk cucu dari anak angkatnya itu.Tidak lama Jarwi terlihat di belakang Sukandar dengan sosok seseorang yang sangat tidak asing buat Selvi.Kejutan luar biasa di berikan Jarwi Pak Darno dan Winarsih bergandengan tangan berjalan ke arah Selvi, merasa rindu dengan orang tua sambung yang membesarkannya langkah Selvi seperti bergerak sendiri.Menghampiri kedua orang paruh baya itu, rambut mereka yang mulai terlihat dua warna walau masih dominan hitam.“Ibu ....” tangis Selvi pecah di
Pagi hari Valencia sudah siap berangkat ke sekolah tidak lupa dia menyeruput segelas susu berlari menghampiri kakek, nenek beserta ibunya untuk lebih dulu berangkat kesekolah.“Kenapa terburu-buru, makan dulu sambil duduk,” ucap Winarsi merasa heran dengan tingkah cucunya.“Nanti telat nek, keburu di tutup pintu pagarnya!” teriak Valencia yang duduk di belakang Jordi.“Aduh gempa,” ucap Jordi menjahili sahabat kecilnya itu.Peletak!“Aw, aku bercanda Valen kenapa di ketek gitu kepalaku,” keluh Jordi mengusap-usap kepalanya.“Kapok, biar kamu tahu rasa. Jadi, besok-besok kalau mau mengejek aku berpikir seribu kali,” sahut Valencia dengan senyum devil di belakangnya.“Nih helmnya.” Jordi memberikan helm, sembari memasang helm di kepalanya sendiri.Motor mulai melesat menyusuri kota Palopo menuj
Walau suasana saat itu hening tidak ada percakapan antara Farhan dan Valencia. Pemuda itu memberikan tugas pada Valencia untuk menyalin sebuah catatan.“Asem sekalinya disuruh mencatat tugas sekolahnya. Enak benar ya dia, tugas sekolahnya aku yang mengerjakan,” batin Valencia semakin kesal.“Kalau sudah selesai, lanjut yang ini ya,” perintahnya lagi.“Apa? Enggak salah ini kak, ini tugas sekolah kakak. Kakak enggak takut kalau saja nanti ... ketahuan sama Guru.” Valencia terperanjat mendapat tambahan catatan, tugas sekolah milik Farhan.Ini orang sebenarnya malas atau memang sangat malas sekali, bisanya tiga mata pelajaran aku disuruh mengerjakan semuanya. Aku kerjakan saja setidaknya aku tidak berpanas ria , hanya tanganku yang bakalan lelah, batin Valencia.Farhan hanya menatap melihat Valencia sibuk menulis. “Lumayan cepat kamu menulis, bisa buat cerita tidak? Tugas
Jordi menyelamatkan wanita yang terserempet motor di jalan raya saat akan menyeberang, Pria pengendara motor yang menyerempetnya kabur. Jordi bergegas menolong wanita paruh baya itu.Bagian kening dan tangan Ibu itu terluka, sedangkan kakinya tidak tampak luka. Namun saat dia mencoba berdiri kakinya lemas dan tidak dapat menopang tubuhnya.“Aw!” rintihnya merasa sakit tepat di pergelangan kaki kanan.“Sepertinya kaki Ibu cedera, saya akan membawa Ibu ke rumah sakit,” ucap Jodi, yang bergegas mengangkat wanita itu di atas motornya, lalu meluncur menuju rumah sakit.Setibanya disana dia segera mendaftarkan serta melaporkan kejadian yang di alami wanita korban tabrak lari itu.“Ada nomor keluarga yang bisa kami hubungi,” tanya petugas administrasi.“Sementara nomor saya, nanti saya akan tanyakan ke beliau,” jawab Jordi. Setelah mengurus administrasi
Seseorang memperhatikan Farhan dan Valencia, di mata orang tersebut mereka nampak akrab dan bersenda gurau sehingga membuatnya menjadi terbakar.“Hebat dia bisa membuat Farhan akrab begitu cepat, sedangkan aku berjuang selama ini hanya di pandang sebelah mata,” ujar Hana, dengan perasaan sesak seakan ada batu yang menganjal di hatinya.“Hai, Hana kemari,” panggil Farhan. Merasa dia sebagai siswa baru Valencia kembali menjaga jarak dan fokus pada tugasnya.“Iya,” jawab Hana seakan tidak bersemangat.Valencia menyadari hal itu, dia bisa membaca raut wajah seseorang. Teringat saat masih SMP, salah seorang siswa pernah menaruh hati padanya. Ketika Jordi akrab dengannya, pria itu menunjukkan raut wajah yang sama seperti Hana.“Sepertinya dia menyukaimu kak,” ungkap Valencia dengan nada pelan. Farhan terkejut, dia tidak menyangka Valencia berkata seperti itu.“Ini
Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan.“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu.Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan,
Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya.“Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia.“Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya.Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berus
Farhan menunggu balasan dari pesan singkatnya, tapi tidak kunjung di balas oleh Valencia. Hingga dia menyium bau dupa yang keluar dari ruangan khusus ibunya.Langkanya semakin dekat hingga dia menemukan sesuatu yang menjadi kecurigaannya selama ini, sosok menyeramkan sedang berdiskusi dengan Ibunya.'A-apa itu?' tanyanya terbata di dalam hati.Sebuah sosok besar menyerupai ular dengan separuh badan manusia, kaki Farhan tidak dapat bergerak dia mematung seketika."Jangan kau ambil anakku, tunggu beberapa hari aku akan memberikan permintaanmu." Farhan hanya bisa menelan saliva. Hingga sebuah notif pesan singkat menyadarkannya dari lamunan.[ Aku baik-baik saja, saat ini sudah berada di rumah]Farhan menutup smartphonenya lalu gersenyum, dia masih bingung harus membalas apa. Saat ini ia masih tidak menyangka, Ibunya bersekutu dengan Jin.[ Alhamdulillah , kalau kamu sudah baik- baik saja] balas Farhan dalam pesan singka
Farhan kembali menuju tempat Ayahnya berada dia tidak habis pikir, dengan apa yang dia lihat. Sosok yang dingin itu tiba-tiba menghilang. Menurut Farhan seperti ada pesan yang ingin di ceritakan gadis itu. Walau Farhan berupaya menyingkirkan kejadian yang dia alami, tetapi semua seakan sia-sia. Benaknya masih bertanya-tanya ke mana perginya gadis dengan ekspresi dingin, yang membuat bulu kuduknya merinding. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, Pria itu terkejut. Hampir saja dia memukul orang yang dibelakanginya itu. “Duh Ayah, hampir jantungku copot,” ungkapnya. “Kenapa, seperti habis lihat setan saja?” tanya Bramasta. Farhan diam sejenak seakan masih bingung harus bagaimana memulainya. “Tadi pas ke lantai atas ada anak seusiaku, dia sendirian. Mungkin salah satu anak rekan kerja Ayah,” ceritanya. “Bisa jadi, tapi apa yang membuat kamu jadi seperti ini. Seperti habis melihat setan saja,” ujar Bramasta. Wajah Farhan terlihat pucat, menurut Bramasta ada yang janggal.
Di tempat lain di mana Farhan berada, pria itu mendapat pesan singkat dari Valencia. Awalnya dia tidak yakin akan membalas pesan itu atau langsung menghubunginya. Hati kecilnya sempat bergelut merasa tidak yakin. Jika dia menghubungi langsung, maka dia tidak perlu repot-repot menghapus setiap kata. Akhirnya dia memutuskan menekan tanda telepon di gawainya. Panggilan mulai berdering, Farhan menunggu dengan sabar hingga ada jawaban dari Valencia. Tetapi hingga dering terakhir Valencia tidak menjawabnya. Mungkin dia sedang sibuk akhirnya Farhan memutuskan menjawab melalui pesan singkat, dia kembali meletakkan gawainya di atas nakas. Kegiatan hari ini dia ikut ayahnya ke salah satu perusahaan mereka, jadi perjalanan yang akan di tempuh lumayan lama dari kota Palopo ke Makassar. “Farhan sudah siap?” tanya Bramasta. “Sebentar lagi Farhan keluar, ini lagi mengenakan sepatu,” ujarnya. Sekitar lima belas menit kemudian Bramasta melihat Putranya dengan kemeja hitam dan sepatu ala kant
Panggilan itu masih Valencia abaikan, perasaannya benar-benar bingung. Mau menjawab takut di tanya oleh Bundanya.Satu panggilan terabaikan, ada rasa lega di hati Valencia. Mereka bergegas keluar menuju lobi. Sekitar lima belas menit dari panggilan itu. Gawai Valencia berbunyi lagi, nama yang tertera kali ini Jordi.Segera dia menggeser lambang telepon berwarna hijau.“Assalamuallaikum, ada apa Jor?” tanya Valencia dalam panggilan itu.“Waallaikumsalam, kata ART kamu pulang hari ini Val?” tanya Jordi antusias.“Hem, bagaimana ya. Mau kamu pulang hari ini atau tidak?” goda Valencia.“Huff, aku serius Val? Kamu enggak kasihan aku merana seperti pena kehilangan buku,” ujar Jordi.“Hahaha ... jangan sedih gitu. Aku sekarang dalam perjalanan, Kamu siapkan coklat kalau tidak ...,” ancam Valencia yang menghentikan ucapannya.
Selvi menghela napas panjang, memikirkan permintaan yang sangat berat menurut dia. Betapa baiknya putrinya ini, nyawanya hampir melayang dia masih mau memaafkan orang yang mencelakainya.Melihat ketulusan Valencia, membuat Selvi luluh. Akhirnya Selvi menghubungi pengacaranya untuk mencabut semua tuntutannya itu.Valencia senang karena, Bunda nya mau memaafkan Hana dan bulan. Memandang jauh keluar kaca jendela rumah sakit, terlihat pasien lain yang di antar oleh ke dua orang tuanya.Perasaan Selvi seakan hancur, dia merindukan kehadiran Ayahnya. Tetapi dia tidak tahu apakah Ayahnya masih hidup atau tidak, terkadang ingin bertanya tapi ada perasaan takut jika bundanya marah.“Bunda,” panggilnya dengan suara lirih.“Iya ada apa?” tanya Selvi.“Bunda tidak ingin memiliki pendamping hidup? Seperti mereka,” tanya Valencia.Selvi tertegun mendenga
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Suara sirene ambulance memasuki SMK Duta Karsa, beberapa warga yang kebetulan melintas merasa penasaran dan berbondong-bondong berhenti. Hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa pihak keamanan dari kepolisian juga mengamankan daerah itu.Sehingga Valencia bisa di bawa menuju rumah sakit. Jordi bersama Farhan ikut mengantarkan Valencia ke rumah sakit.“Val! Bangun.Jangan tinggali aku, nanti siapa yang akan aku jahili,” bujuk Jordi berusaha membangunkan sahabatnya.Melihat sikap Jordi, Farhan merasa bersalah. Seandainya dia peka seharusnya dia yang paling belakang, bukan membiarkan Hana.Bahkan dia sempat di beritahu Valencia jika Hana menyukainya, tetapi dia tidak menyangka rasa suka Hana, bisa mencelakakan Valencia seperti ini.Sedikit banyak ini juga kesalahan dia. “Jor, sabar ya semoga dia baik-baik saja. Mungkin dia kelelahan, sepertinya dia suda
Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya.“Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia.“Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya.Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berus
Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan.“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu.Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan,