Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.
“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.
“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya. “Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia. “Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya. Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berusaha melihat hal itu perlahan sehingga Bulan tidak sadar bahwa Jordi melihat dia.
“Kamu sih, dia menaruh hati denganku,” jujur Jordi, sambil terus memasang tenda.“Serius!” pekik Valencia merasa terkejut dengan ucapan sahabatnya itu.
“Serius, aku saja tadi sempat bingung harus bagaimana,” jelas Jordi. Mereka tampak akrab di mata Bulan, kecemburuan membuat gadis itu ingin melukai Valencia.
Waktu penjelajahan dimulai, merek akan berkeliling mencari jejak di hutan belakang sekolah. Jarak tempuh hutan itu sampai kembali ke sekolah sekitar dua jam.
“Val, bawa ini ya buat jaga-jaga. Aku takut Hana akan berbuat macam-macam denganmu. Seandainya kita satu tim pasti aku akan menjagamu,” ungkap Jordi.Mereka mulai melakukan perjalanan.
Kebetulan saat ini mereka satu jalur walau berbeda tim, sedangkan di tim Valencia di dampingi Hana dan Farhan, Jordi satu tim dengan Bulan.Ketika di pertengahan jalan ,Valencia berhenti sejenak. Dia tidak sanggup berjalan lagi. Jadi, dia memutuskan untuk meluruskan kaki-kakinya.
Tanpa memberitahu timnya dia bersandar di bawah pohon beringin. “lelahnya masih satu jam lagi baru tiba di sekolah,” ujar Valencia.Saat dia kembali menyusuri jalan tiba-tiba Bulan sengaja menyenggolnya hingga dia tergelincir, jatuh di tepi jurang. Saat itu dia tersangkut di pepohonan walau model tempat itu landai tetapi jika sampai jatuh ke bawah bisa membuat patah tulang atau cedera.
Hana yang melihat kejadian itu di kejauhan seakan tersenyum jahat, dia hanya melalu Valencia. Gadis itu berusaha bertahan berpegangan di pohon yang membuatnya tidak jatuh ke bawah. “Tolong!” teriak Valencia. Namun tidak ada satu orang pun yang mendengar suaranya. Berkali-kali gadis itu berusaha yang ada membuat kayu yang menjadi tempatnya bertahan semakin goyang.Ariandra teringat benda yang di berikan oleh Jordi, dia pencet penda itu. Jordi yang berada jauh darinya melihat ada pesan alarm dari arloji yang di berikan ke Valencia.“Kenapa dia, mengapa berada di pinggir tebing?” gumam Jordi.
Segera Jordi meninggalkan anggotanya kembali ke arah jalan yang sudah di laluinya, dia mencari Farhan agar bisa membantunya.“Kak, maaf bisa kita bicara sebentar,” ajak Jordi, menarik lengan Farhan.
“Ada apa kenapa cemas?” tanya Farhan yang masih belum sadar, bahwa timnya tidak lengkap.Menghela napas panjang, Jordi mengeluarkan pertanyaannya. “Valencia ke mana kak?” tanyanya.
“Ada bersama tim, kenapa?” tanya Farhan lagi seakan, lucu dengan perkataan Jordi. “Kakak yakin dia ada di dalam tim?” tanya Jordi memastikan.Merasa Jordi panik, Farhan mulai mengecek ulang timnya dari yang berjalan paling depan hingga yang paling tertinggal. Bersama Jordi dia menyusuri arah balik jalan itu. Merasa Valencia tidak ada Jordi semakin panik, begitu juga dengan Farhan.
“Hana, kamu tadi aku suruh paling belakang, kamu lihat Valencia tidak,” tanya Farhan panik.“Paling dia sudah berada, paling depan,” ujar Hana berbohong. Melihat raut wajah Hana, Jordi yakin bahwa Hana yang membuat Val celaka.
“Kak percuma tanya dengan dia, ayo ikuti aku,” ajak Jordi, sambil melacak keberadaan jam tangan miliknya.
Betapa terkejutnya Jordi, saat lokasi dari jamnya itu berada di jalan yang sisinya terdapat lereng landai tapi licin dan berbahaya.“Val!” teriak Jordi.
Merasa itu suara Jordi, dengan sisa tenaga yang dimiliki. Valencia berusaha berteriak, namun suaranya tidak terdengar. Akhirnya dia memutuskan menekan-nekan lagi tombol yang di tangannya. Jordi melihat lagi di layar ponselnya. “ Aku yakin Valencia berada disana kak,” ujar Jordi cemas. “Serius kamu Jordi, ini bukan main-main atau sekedar bercanda,” balas Farhan, agar perkataan yang Jordi lontarkan dapat di pertanggung jawab kan.“Kakak, bisa lihat ini. Tadi sebelum berangkat aku memberikan jam tanganku ke dia, jam itu tertautkan GPS nya dengan smartphone saya. Sehingga jika aku lupa meletakkan jam tanganku, aku cukup melacak dari GPS di gawaiku,” jelas Jordi, ada rasa kesal di wajahnya.“Buruan kak, kita harus mencari bantuan. Jika sesuatu terjadi padanya, aku harus bilang apa dengan orang tuanya ,” keluh Jordi merasa cemas.
“Bagaimana caranya?” Farhan juga bingung, dia takut itu hanya lelucon Jordi. “Kalau begitu aku yang akan mencari pertolongan,” ujar Jordi. Mulai merasa yakin dengan kecemasan Jordi, Farhan menghubungi pihak sekolah, lalu dari pihak sekolah memanggil tim SAR untuk melakukan pencarian. Tim SAR sudah tiba di sana tetapi, sudah tidak ada tanda lagi dari GPS jam tangan Jordi. Gadis itu saat ini juga sudah tidak kuat menahan pegangannya, membuat tangannya terlepas dari pohon yang menjadi penyelamatnya. Valencia terpelosok meluncur ke bawah dan jatuh di semak-semak, matanya seakan berat untuk terbuka. Dia berusaha mengerakkan lagi jarinya untuk menekan jam itu. “Ada Sinyalnya lagi, tapi posisinya berpindah. Jangan-jangan dia terjatuh ke dasar tempat ini, oh tuhan apa yang harus aku sampaikan kepada orang tuanya,” gerutu Jordi sambil meremas-remas kepalanya. Farhan merasa bersalah terlalu lama meragukan perasaan Jordi, seharusnya dari awal dia yakin dengan Jordi. Karena, mereka merupakan teman bahkan, seperti lebih daripada itu. “Lapor komandan, korban di temukan didasar. Mohon segera turunkan tandu, korban cedera,” ucap salah satu tim SAR yang menemukan Valencia. Mendengar ucapan itu, tanpa segan Jordi berlari menyusuri semua orang menuju tempat teman-temannya berada. Rasa amarah mulai menguasainya. Hingga dia bertemu sosok Hana dan Bulan, kedua gadis itu berdiri seakan tidak terjadi apa-apa. Tangan Jordi mengepal saat dia memanggil kakak Seniornya itu.“Hana!” teriaknya sekitar satu meter dari hadapan Hana. Mendengar teriakan itu wajah gadis itu pucat pasif.
Farhan yang masih mengejar jauh di belakang Jordi, terkejut tidak percaya dengan yang di lihatnya saat ini.Plak ... plak ...!“Aw! Apa-apaan ini?” tanya Hana dengan emosi. “Ini belum seberapa, dengar baik-baik. Jika terbukti kamu atau Bulan yang melakukan ini, maka kalian akan dapat perhitunganku,” ancam Jordi. Perkataan yang di lontarkan Jordi membuat Bulan terdiam, bulir keringat dingin mulai keluar di wajah Bulan dan Hana. “Memangnya apa yang ku perbuat,” tanya Hana masih merasa tidak bersalah. “Hai, tutup mulutmu! Kamu tahu jawabannya, seharusnya aku yang bertanya kenapa dia bisa terperosok,” bentak Jordi tepat di depan wajah Hana, sambil menunjuknya. Merasa posisinya saat ini terpojok Hana mencari aman, dia menyalahkan Bulan. Dia mengatakan bahwa bulan dengan sengaja menyenggol Valencia hingga terjatuh, saat itu juga Jordi meneriaki Hana dan Bulan. “Setidaknya kalian berdua tersangkanya!” ujar Jordi yang melanjutkan, “Kamu berdua bekerja sama, jika kamu melihat mengapa saat di tanya kamu berbohong?” ungkap Jordi. Hana makin ketakutan, dia juga yang mengungkapkan kebusukannya. “Camkan baik-baik, aku akan membuat perhitungan dengan kalian. Jadi tunggu memang, kalau Valencia terluka parah kalian tidak akan selamat,” bentak Jordi lagi. Farhan langsung menarik Jordi dan menenangkannya. “Sabar Jor,” ujar Farhan. “Dia sahabatku, sejak kecil aku bersamanya, aku menyayanginya. Jika terjadi sesuatu dengannya ... seharusnya aku tetap bersamanya Kak,” sesal Jordi. Wajahnya masih emosi, semua siswa yang menyaksikan hal itu benar-benar tertegun. Tidak menyangka sesuatu buruk bisa menimpa Valencia, padahal tidak hanya Jordi dan Farhan yang menyukainya. Hampir semua siswa lelaki ingin dekat bahkan memiliki Valencia.Bersambung ...
Jangan lupa follow Instagram @IndraqilsyamilSuara sirene ambulance memasuki SMK Duta Karsa, beberapa warga yang kebetulan melintas merasa penasaran dan berbondong-bondong berhenti. Hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa pihak keamanan dari kepolisian juga mengamankan daerah itu.Sehingga Valencia bisa di bawa menuju rumah sakit. Jordi bersama Farhan ikut mengantarkan Valencia ke rumah sakit.“Val! Bangun.Jangan tinggali aku, nanti siapa yang akan aku jahili,” bujuk Jordi berusaha membangunkan sahabatnya.Melihat sikap Jordi, Farhan merasa bersalah. Seandainya dia peka seharusnya dia yang paling belakang, bukan membiarkan Hana.Bahkan dia sempat di beritahu Valencia jika Hana menyukainya, tetapi dia tidak menyangka rasa suka Hana, bisa mencelakakan Valencia seperti ini.Sedikit banyak ini juga kesalahan dia. “Jor, sabar ya semoga dia baik-baik saja. Mungkin dia kelelahan, sepertinya dia suda
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Selvi menghela napas panjang, memikirkan permintaan yang sangat berat menurut dia. Betapa baiknya putrinya ini, nyawanya hampir melayang dia masih mau memaafkan orang yang mencelakainya.Melihat ketulusan Valencia, membuat Selvi luluh. Akhirnya Selvi menghubungi pengacaranya untuk mencabut semua tuntutannya itu.Valencia senang karena, Bunda nya mau memaafkan Hana dan bulan. Memandang jauh keluar kaca jendela rumah sakit, terlihat pasien lain yang di antar oleh ke dua orang tuanya.Perasaan Selvi seakan hancur, dia merindukan kehadiran Ayahnya. Tetapi dia tidak tahu apakah Ayahnya masih hidup atau tidak, terkadang ingin bertanya tapi ada perasaan takut jika bundanya marah.“Bunda,” panggilnya dengan suara lirih.“Iya ada apa?” tanya Selvi.“Bunda tidak ingin memiliki pendamping hidup? Seperti mereka,” tanya Valencia.Selvi tertegun mendenga
Panggilan itu masih Valencia abaikan, perasaannya benar-benar bingung. Mau menjawab takut di tanya oleh Bundanya.Satu panggilan terabaikan, ada rasa lega di hati Valencia. Mereka bergegas keluar menuju lobi. Sekitar lima belas menit dari panggilan itu. Gawai Valencia berbunyi lagi, nama yang tertera kali ini Jordi.Segera dia menggeser lambang telepon berwarna hijau.“Assalamuallaikum, ada apa Jor?” tanya Valencia dalam panggilan itu.“Waallaikumsalam, kata ART kamu pulang hari ini Val?” tanya Jordi antusias.“Hem, bagaimana ya. Mau kamu pulang hari ini atau tidak?” goda Valencia.“Huff, aku serius Val? Kamu enggak kasihan aku merana seperti pena kehilangan buku,” ujar Jordi.“Hahaha ... jangan sedih gitu. Aku sekarang dalam perjalanan, Kamu siapkan coklat kalau tidak ...,” ancam Valencia yang menghentikan ucapannya.
Di tempat lain di mana Farhan berada, pria itu mendapat pesan singkat dari Valencia. Awalnya dia tidak yakin akan membalas pesan itu atau langsung menghubunginya. Hati kecilnya sempat bergelut merasa tidak yakin. Jika dia menghubungi langsung, maka dia tidak perlu repot-repot menghapus setiap kata. Akhirnya dia memutuskan menekan tanda telepon di gawainya. Panggilan mulai berdering, Farhan menunggu dengan sabar hingga ada jawaban dari Valencia. Tetapi hingga dering terakhir Valencia tidak menjawabnya. Mungkin dia sedang sibuk akhirnya Farhan memutuskan menjawab melalui pesan singkat, dia kembali meletakkan gawainya di atas nakas. Kegiatan hari ini dia ikut ayahnya ke salah satu perusahaan mereka, jadi perjalanan yang akan di tempuh lumayan lama dari kota Palopo ke Makassar. “Farhan sudah siap?” tanya Bramasta. “Sebentar lagi Farhan keluar, ini lagi mengenakan sepatu,” ujarnya. Sekitar lima belas menit kemudian Bramasta melihat Putranya dengan kemeja hitam dan sepatu ala kant
Farhan kembali menuju tempat Ayahnya berada dia tidak habis pikir, dengan apa yang dia lihat. Sosok yang dingin itu tiba-tiba menghilang. Menurut Farhan seperti ada pesan yang ingin di ceritakan gadis itu. Walau Farhan berupaya menyingkirkan kejadian yang dia alami, tetapi semua seakan sia-sia. Benaknya masih bertanya-tanya ke mana perginya gadis dengan ekspresi dingin, yang membuat bulu kuduknya merinding. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, Pria itu terkejut. Hampir saja dia memukul orang yang dibelakanginya itu. “Duh Ayah, hampir jantungku copot,” ungkapnya. “Kenapa, seperti habis lihat setan saja?” tanya Bramasta. Farhan diam sejenak seakan masih bingung harus bagaimana memulainya. “Tadi pas ke lantai atas ada anak seusiaku, dia sendirian. Mungkin salah satu anak rekan kerja Ayah,” ceritanya. “Bisa jadi, tapi apa yang membuat kamu jadi seperti ini. Seperti habis melihat setan saja,” ujar Bramasta. Wajah Farhan terlihat pucat, menurut Bramasta ada yang janggal.
Farhan menunggu balasan dari pesan singkatnya, tapi tidak kunjung di balas oleh Valencia. Hingga dia menyium bau dupa yang keluar dari ruangan khusus ibunya.Langkanya semakin dekat hingga dia menemukan sesuatu yang menjadi kecurigaannya selama ini, sosok menyeramkan sedang berdiskusi dengan Ibunya.'A-apa itu?' tanyanya terbata di dalam hati.Sebuah sosok besar menyerupai ular dengan separuh badan manusia, kaki Farhan tidak dapat bergerak dia mematung seketika."Jangan kau ambil anakku, tunggu beberapa hari aku akan memberikan permintaanmu." Farhan hanya bisa menelan saliva. Hingga sebuah notif pesan singkat menyadarkannya dari lamunan.[ Aku baik-baik saja, saat ini sudah berada di rumah]Farhan menutup smartphonenya lalu gersenyum, dia masih bingung harus membalas apa. Saat ini ia masih tidak menyangka, Ibunya bersekutu dengan Jin.[ Alhamdulillah , kalau kamu sudah baik- baik saja] balas Farhan dalam pesan singka
Di sebuah rumah sakit lahirlah seorang gadis bernama Valencia Novrianto Permana. Sebelum dia lahir ke dunia ini Selvi Pujiastuti merupakan seorang anak yatim piatu yang tinggal sebatang kara di sebuah desa yang bernama Banyuwangi di Jawa Timur.Sejak kepergian kedua Orang Tuanya Selvi di besarkan oleh tetangganya yang sangat baik mereka dengan ikhlas merawat Selvi hingga dewasa.Selvi di besarkan dengan kesederhanaan serta bekerja keras. Hingga Selvi dewasa mampu menafkahi dirinya sendiri.Suatu hari saat gadis itu pergi bekerja menjadi buruh panen padi, sesuatu menimpanya. Sepeda yang ia kayuh menabrak batu besar, sehingga membuatnya terjatuh dan terluka.Seorang pemuda datang menghampirinya untuk menolong. Pemuda itu membantunya untuk menepi ke pinggir jalan, lalu bertanya.“Ada yang sakit?” tanyanya lemah lembut mencari tahu.Selvi malu-m
Farhan menunggu balasan dari pesan singkatnya, tapi tidak kunjung di balas oleh Valencia. Hingga dia menyium bau dupa yang keluar dari ruangan khusus ibunya.Langkanya semakin dekat hingga dia menemukan sesuatu yang menjadi kecurigaannya selama ini, sosok menyeramkan sedang berdiskusi dengan Ibunya.'A-apa itu?' tanyanya terbata di dalam hati.Sebuah sosok besar menyerupai ular dengan separuh badan manusia, kaki Farhan tidak dapat bergerak dia mematung seketika."Jangan kau ambil anakku, tunggu beberapa hari aku akan memberikan permintaanmu." Farhan hanya bisa menelan saliva. Hingga sebuah notif pesan singkat menyadarkannya dari lamunan.[ Aku baik-baik saja, saat ini sudah berada di rumah]Farhan menutup smartphonenya lalu gersenyum, dia masih bingung harus membalas apa. Saat ini ia masih tidak menyangka, Ibunya bersekutu dengan Jin.[ Alhamdulillah , kalau kamu sudah baik- baik saja] balas Farhan dalam pesan singka
Farhan kembali menuju tempat Ayahnya berada dia tidak habis pikir, dengan apa yang dia lihat. Sosok yang dingin itu tiba-tiba menghilang. Menurut Farhan seperti ada pesan yang ingin di ceritakan gadis itu. Walau Farhan berupaya menyingkirkan kejadian yang dia alami, tetapi semua seakan sia-sia. Benaknya masih bertanya-tanya ke mana perginya gadis dengan ekspresi dingin, yang membuat bulu kuduknya merinding. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, Pria itu terkejut. Hampir saja dia memukul orang yang dibelakanginya itu. “Duh Ayah, hampir jantungku copot,” ungkapnya. “Kenapa, seperti habis lihat setan saja?” tanya Bramasta. Farhan diam sejenak seakan masih bingung harus bagaimana memulainya. “Tadi pas ke lantai atas ada anak seusiaku, dia sendirian. Mungkin salah satu anak rekan kerja Ayah,” ceritanya. “Bisa jadi, tapi apa yang membuat kamu jadi seperti ini. Seperti habis melihat setan saja,” ujar Bramasta. Wajah Farhan terlihat pucat, menurut Bramasta ada yang janggal.
Di tempat lain di mana Farhan berada, pria itu mendapat pesan singkat dari Valencia. Awalnya dia tidak yakin akan membalas pesan itu atau langsung menghubunginya. Hati kecilnya sempat bergelut merasa tidak yakin. Jika dia menghubungi langsung, maka dia tidak perlu repot-repot menghapus setiap kata. Akhirnya dia memutuskan menekan tanda telepon di gawainya. Panggilan mulai berdering, Farhan menunggu dengan sabar hingga ada jawaban dari Valencia. Tetapi hingga dering terakhir Valencia tidak menjawabnya. Mungkin dia sedang sibuk akhirnya Farhan memutuskan menjawab melalui pesan singkat, dia kembali meletakkan gawainya di atas nakas. Kegiatan hari ini dia ikut ayahnya ke salah satu perusahaan mereka, jadi perjalanan yang akan di tempuh lumayan lama dari kota Palopo ke Makassar. “Farhan sudah siap?” tanya Bramasta. “Sebentar lagi Farhan keluar, ini lagi mengenakan sepatu,” ujarnya. Sekitar lima belas menit kemudian Bramasta melihat Putranya dengan kemeja hitam dan sepatu ala kant
Panggilan itu masih Valencia abaikan, perasaannya benar-benar bingung. Mau menjawab takut di tanya oleh Bundanya.Satu panggilan terabaikan, ada rasa lega di hati Valencia. Mereka bergegas keluar menuju lobi. Sekitar lima belas menit dari panggilan itu. Gawai Valencia berbunyi lagi, nama yang tertera kali ini Jordi.Segera dia menggeser lambang telepon berwarna hijau.“Assalamuallaikum, ada apa Jor?” tanya Valencia dalam panggilan itu.“Waallaikumsalam, kata ART kamu pulang hari ini Val?” tanya Jordi antusias.“Hem, bagaimana ya. Mau kamu pulang hari ini atau tidak?” goda Valencia.“Huff, aku serius Val? Kamu enggak kasihan aku merana seperti pena kehilangan buku,” ujar Jordi.“Hahaha ... jangan sedih gitu. Aku sekarang dalam perjalanan, Kamu siapkan coklat kalau tidak ...,” ancam Valencia yang menghentikan ucapannya.
Selvi menghela napas panjang, memikirkan permintaan yang sangat berat menurut dia. Betapa baiknya putrinya ini, nyawanya hampir melayang dia masih mau memaafkan orang yang mencelakainya.Melihat ketulusan Valencia, membuat Selvi luluh. Akhirnya Selvi menghubungi pengacaranya untuk mencabut semua tuntutannya itu.Valencia senang karena, Bunda nya mau memaafkan Hana dan bulan. Memandang jauh keluar kaca jendela rumah sakit, terlihat pasien lain yang di antar oleh ke dua orang tuanya.Perasaan Selvi seakan hancur, dia merindukan kehadiran Ayahnya. Tetapi dia tidak tahu apakah Ayahnya masih hidup atau tidak, terkadang ingin bertanya tapi ada perasaan takut jika bundanya marah.“Bunda,” panggilnya dengan suara lirih.“Iya ada apa?” tanya Selvi.“Bunda tidak ingin memiliki pendamping hidup? Seperti mereka,” tanya Valencia.Selvi tertegun mendenga
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Suara sirene ambulance memasuki SMK Duta Karsa, beberapa warga yang kebetulan melintas merasa penasaran dan berbondong-bondong berhenti. Hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa pihak keamanan dari kepolisian juga mengamankan daerah itu.Sehingga Valencia bisa di bawa menuju rumah sakit. Jordi bersama Farhan ikut mengantarkan Valencia ke rumah sakit.“Val! Bangun.Jangan tinggali aku, nanti siapa yang akan aku jahili,” bujuk Jordi berusaha membangunkan sahabatnya.Melihat sikap Jordi, Farhan merasa bersalah. Seandainya dia peka seharusnya dia yang paling belakang, bukan membiarkan Hana.Bahkan dia sempat di beritahu Valencia jika Hana menyukainya, tetapi dia tidak menyangka rasa suka Hana, bisa mencelakakan Valencia seperti ini.Sedikit banyak ini juga kesalahan dia. “Jor, sabar ya semoga dia baik-baik saja. Mungkin dia kelelahan, sepertinya dia suda
Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya.“Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia.“Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya.Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berus
Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan.“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu.Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan,