Pesawat mendarat di Bandara Makassar, Selvi dan Valencia menjemput Jarwi beserta Sukandar.
Melihat Sukandar di kejauhan tepat di pintu keluar penumpang, Valencia berlari seraya bersorak.
“Kakek!” Tangannya di rentangkan berlari berusaha memeluk Sukandar. Sedangkan Sukandar meletakkan kopernya dan setengah jongkok merentangkan tangannya.
Dengan senyum merekah di wajahnya dia bersedia memeluk cucu dari anak angkatnya itu.
Tidak lama Jarwi terlihat di belakang Sukandar dengan sosok seseorang yang sangat tidak asing buat Selvi.Kejutan luar biasa di berikan Jarwi Pak Darno dan Winarsih bergandengan tangan berjalan ke arah Selvi, merasa rindu dengan orang tua sambung yang membesarkannya langkah Selvi seperti bergerak sendiri.
Menghampiri kedua orang paruh baya itu, rambut mereka yang mulai terlihat dua warna walau masih dominan hitam.
“Ibu ....” tangis Selvi pecah di pelukan Winarsih , dan Darno memeluknya juga dengan penuh kerinduan.Tidak ada kata-kata yang dapat di ucapkan yang terlihat saat ini mereka sangat rindu dengan anak angkatnya itu, bertahun-tahun tanpa kabar. Bahkan sudah di anggap meninggal.
Dalam benak Winarsi, begitu sedih anak yang sudah dia sangka meninggal, terlihat sehat dan makin cantik di hadapannya.Bahkan anaknya itu seperti seorang nyonya besar dengan kulit wajah terawat.
“Tak pikir kowe wies orak ono Nduk ( aku pikir kamu sudah meninggal Nak). Ibu sudah tahlilan tiap malam buat kamu bahkan sampai seribu harimu,” keluhnya antara sedih dan bahagia bercampur aduk.
“Ini bukan mimpi kan Pak?” tanya wanita paruh baya itu kepada suaminya. “Iya Bu, ini anak kita Selvi. Ma—afkan bapak ya Bu tidak jujur, Bapak baru tahu pas sudah seratus harinya Selvi. Tetapi Bapak di suruh merahasiakan,” jelas Darno.“Nanti saja di lanjut di rumah kangen-kangenannya,” sela Jarwi.
Perasaan Jarwi dan Sukandar merasa iba melihat pertemuan itu, sedangkan Valencia masih bingung mengapa Bundanya menangis.
Di pikiran Valencia merasa asing dengan kedua Kakek dan Nenek yang berada di hadapannya. Selama perjalanan Valencia menghabiskan bercanda dengan Sukandar sedangkan Selvi masih di peluk oleh Winarsih.“Bu kita langsung pulang atau mampir ke restoran seperti rencana sebelumnya,” tanya Burhan sopir Selvi.“Di perempatan depan kita mampir makan ya pak di coto Makassar,” jawab Selvi. Mereka memasuki tempat makan yang tidak terlalu mewah namun rasa coto Makassarnya sangat enak.“Pak, Bu, kita mampir makan disini dulu. Pasti kalian juga lapar karena perjalanan jauh, ini salah satu makanan khas di kota Makassar,” ucap Selvi sambil memperkenalkan makanan baru, yang bisa jadi masih asing di lidah mereka.
***
Seusai menikmati makanan mereka melanjutkan perjalanan pulang di daerah Gowa, Selvi mempunyai rumah di salah satu perumahan di daerah Gowa Sulawesi. “Bunda, ini siapa?” tanya Valencia menunjuk Winarsih.
Wanita paruh baya itu tersenyum melihat Valencia dan rasa ingin tahunya. “Ini neneknya Valencia, dan kakek ini juga kakeknya Valencia,” jawab Winarsih.
Sedangkan gadis kecil itu merasa bingung mengapa bisa memiliki dua kakek sekaligus. Tetapi rasa bingung itu hilang mengingat dia saja tidak memiliki seorang Ayah, jadi tidak mustahil memiliki dua kakek.
“Wah bahagianya berarti Valencia tidak hanya punya kakek Sukandar dan Om Jarwi saja, Valencia juga punya Kakek Darno dan Nenek Winarsih. Nanti saat masuk sekolah Valencia akan memperkenalkan kakek dan nenek ke Jordi,” ujarnya yang tidak lama tertidur di pangkuan Selvi.
Mobil mulai masuk ke wilayah Gowa, sekitar lima belas menit lagi mereka sampai di rumah Selvi.“Disini suasanya lumayan sepi, jadi tidak terlalu banyak orang mengenal saya,” jelas Selvi.
“Bagus kalau begitu, jadi saya bisa menyelesaikan perlindungan buatmu ya,” jawab Jarwi. Winarsih masih bingung dengan perbincangan Jarwi dan Selvi. Sehingga dia berusaha mencari tahu langsung.“Sebenarnya ada apa toh Nduk ( Sebenarnya ada apa Nak )? Kenapa selama ini di rahasiakan. Bahkan di tempat yang kamu tidak mengenal siapa-siapa juga harus tetap bersembunyi,” tanya Winarsih.
“Nanti saat sampai di rumah akan Selvi jelaskan semuanya, ini juga harus tetap menjadi rahasia buat Valencia Bu. Apa pun yang Ibu lihat nanti Selvi mohon jangan pernah cerita ke siapa saja, biar ke Ibu Sutiyah juga jangan,” ucap Selvi.
Mendengar ucapan itu Winarsih langsung tersadar dan dia paham mengapa anaknya sampai mencoba bunuh diri, mengapa anaknya menghilang.
“Kenapa aku baru sadar sekarang Nduk, seharusnya aku curiga,” gumamnya di samping Selvi.
Lengannya di cubit Darno. “Apa toh pak Cubit-cubit,” celetuknya kesal.
“Ingat Ibu jangan menyebut nama siapa saja tetangga kita, saat berada disini." Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya, saat ini dia senang bisa bertemu anak angkatnya lagi.Walau bukan lahir dari rahimnya sendiri, setidaknya Selvi sudah mengisi kesendiriannya dan rasa rindunya memiliki seorang anak.
Ketika mereka sudah berada di dalam rumah, Jarwi mulai mengerjakan tugasnya memagari keponakannya dan Selvi. Terakhir Jarwi katakan, ini akan bertahan hingga usianya dua puluh lima tahun.
“Tidak masalah mas, setidaknya saya tidak merasakan teror lagi. Saya lelah merasakan teror-teror itu,” ungkapnya.“Mas sudah bisa melihat wanita itu?” tanya Selvi penasaran.
“Saya sudah menuju ke satu orang, mungkin dia wanita yang saat ini menjadi istri Permana, dia merasa yakin kamu belum meninggal. Wanita itu takut jika suatu saat kamu atau anakmu akan merebut Permana lagi. Sebab itu dia berusaha melenyapkanmu,” ujar Jarwi. “Berarti saat ini Permana juga sedang tidak sadar?” sela Winarsih yang ikut mendengarkan perbincangan mereka, merasa istrinya tidak bisa kontrol rasa penasarannya Darno segera mencubit lengan Winarsih.Mulut Winarsih menggerutu merasa tidak terima di cubit Darno. “Apa sih pak? Mending saya bertanya daripada salah-salah,” ungkapnya kesal. “Iya Bu maksud saya nanti, kalau mereka selesai membahasnya,” jawab Darno. “Memangnya Permana masih tinggal disana Bu?” tanya Jarwi. “Sudah pindah mas, sejak Selvi tidak ada. Ada warga yang bilang dia mengekor sama ....” Wanita itu menghentikan ucapannya takut salah-salah. “Ibu melihat siapa wanita yang bersama Mas Permana?” tanya Selvi dan melanjutkan ceritanya, “Karena, saat aku melihatnya wanita itu hanya terlihat punggungnya. Jadi aku, tidak melihat wajahnya,” jelasnya.“Warga yang melihat dia pergi bersama Arumi, itu juga setelah lima beras hari kepergianmu. Baru warga berani bercerita, bahkan kami sangat membenci Permana dan Arumi. Saat itu menurut kami merekalah penyebab kamu meninggal,” jelas Darno.
Bisa dipastikan bahwa wanita itulah dalangnya, dia yang menerormu selama ini.“Kalau demikian saya bisa memutusnya ke titiknya langsung. Setelah ini biar dia bertemu dengan Valencia dia tidak akan mengenali anakmu,” ujar Jarwi.
Selvi merasa bersyukur Winarsi dan Darno ada di antar mereka saat ini jadi, usahanya menghilang bisa di selesaikan Jarwi dengan mulus. Tanpa menerka siapa wanita misterius yang selalu menerornya.
Selvi memutuskan agar Darno dan Winarsi tetap bersamanya tidak perlu kembali ke kampung halamannya. Setelah satu bulan mereka di sana Jarwi beserta Sukandar kembali ke kampung halamannya. “Sekarang aku pergi tidak mengkhawatirkan kamu lagi,” ucap Jarwi.“Terimakasih ya mas sudah menolongku dan menganggap aku seperti adikmu sendiri. Tolong jaga pak Sukandar, dia juga aku anggap seperti orang tuaku,” ucap Selvi sambil mengendong Valencia.
“Pasti, dia juga seperti Ayahku sendiri. Hahaha ... walau dia memang Pakdeku ( panggilan untuk kakak dari Ayah atau Ibu dalam bahasa Jawa) ,” ujarnya. Mereka sudah melangkah masuk menuju ruang tunggu keberangkatan. Valencia, beserta Selvi, Darno dan Winarsi menuju kembali pulang ke kota Palopo sebelum mampir ke rumah yang di Gowa.Bersambung ...
Jangan lupa follow Instagram @IndraqilsyamilPagi hari Valencia sudah siap berangkat ke sekolah tidak lupa dia menyeruput segelas susu berlari menghampiri kakek, nenek beserta ibunya untuk lebih dulu berangkat kesekolah.“Kenapa terburu-buru, makan dulu sambil duduk,” ucap Winarsi merasa heran dengan tingkah cucunya.“Nanti telat nek, keburu di tutup pintu pagarnya!” teriak Valencia yang duduk di belakang Jordi.“Aduh gempa,” ucap Jordi menjahili sahabat kecilnya itu.Peletak!“Aw, aku bercanda Valen kenapa di ketek gitu kepalaku,” keluh Jordi mengusap-usap kepalanya.“Kapok, biar kamu tahu rasa. Jadi, besok-besok kalau mau mengejek aku berpikir seribu kali,” sahut Valencia dengan senyum devil di belakangnya.“Nih helmnya.” Jordi memberikan helm, sembari memasang helm di kepalanya sendiri.Motor mulai melesat menyusuri kota Palopo menuj
Walau suasana saat itu hening tidak ada percakapan antara Farhan dan Valencia. Pemuda itu memberikan tugas pada Valencia untuk menyalin sebuah catatan.“Asem sekalinya disuruh mencatat tugas sekolahnya. Enak benar ya dia, tugas sekolahnya aku yang mengerjakan,” batin Valencia semakin kesal.“Kalau sudah selesai, lanjut yang ini ya,” perintahnya lagi.“Apa? Enggak salah ini kak, ini tugas sekolah kakak. Kakak enggak takut kalau saja nanti ... ketahuan sama Guru.” Valencia terperanjat mendapat tambahan catatan, tugas sekolah milik Farhan.Ini orang sebenarnya malas atau memang sangat malas sekali, bisanya tiga mata pelajaran aku disuruh mengerjakan semuanya. Aku kerjakan saja setidaknya aku tidak berpanas ria , hanya tanganku yang bakalan lelah, batin Valencia.Farhan hanya menatap melihat Valencia sibuk menulis. “Lumayan cepat kamu menulis, bisa buat cerita tidak? Tugas
Jordi menyelamatkan wanita yang terserempet motor di jalan raya saat akan menyeberang, Pria pengendara motor yang menyerempetnya kabur. Jordi bergegas menolong wanita paruh baya itu.Bagian kening dan tangan Ibu itu terluka, sedangkan kakinya tidak tampak luka. Namun saat dia mencoba berdiri kakinya lemas dan tidak dapat menopang tubuhnya.“Aw!” rintihnya merasa sakit tepat di pergelangan kaki kanan.“Sepertinya kaki Ibu cedera, saya akan membawa Ibu ke rumah sakit,” ucap Jodi, yang bergegas mengangkat wanita itu di atas motornya, lalu meluncur menuju rumah sakit.Setibanya disana dia segera mendaftarkan serta melaporkan kejadian yang di alami wanita korban tabrak lari itu.“Ada nomor keluarga yang bisa kami hubungi,” tanya petugas administrasi.“Sementara nomor saya, nanti saya akan tanyakan ke beliau,” jawab Jordi. Setelah mengurus administrasi
Seseorang memperhatikan Farhan dan Valencia, di mata orang tersebut mereka nampak akrab dan bersenda gurau sehingga membuatnya menjadi terbakar.“Hebat dia bisa membuat Farhan akrab begitu cepat, sedangkan aku berjuang selama ini hanya di pandang sebelah mata,” ujar Hana, dengan perasaan sesak seakan ada batu yang menganjal di hatinya.“Hai, Hana kemari,” panggil Farhan. Merasa dia sebagai siswa baru Valencia kembali menjaga jarak dan fokus pada tugasnya.“Iya,” jawab Hana seakan tidak bersemangat.Valencia menyadari hal itu, dia bisa membaca raut wajah seseorang. Teringat saat masih SMP, salah seorang siswa pernah menaruh hati padanya. Ketika Jordi akrab dengannya, pria itu menunjukkan raut wajah yang sama seperti Hana.“Sepertinya dia menyukaimu kak,” ungkap Valencia dengan nada pelan. Farhan terkejut, dia tidak menyangka Valencia berkata seperti itu.“Ini
Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan.“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu.Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan,
Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya.“Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia.“Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya.Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berus
Suara sirene ambulance memasuki SMK Duta Karsa, beberapa warga yang kebetulan melintas merasa penasaran dan berbondong-bondong berhenti. Hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa pihak keamanan dari kepolisian juga mengamankan daerah itu.Sehingga Valencia bisa di bawa menuju rumah sakit. Jordi bersama Farhan ikut mengantarkan Valencia ke rumah sakit.“Val! Bangun.Jangan tinggali aku, nanti siapa yang akan aku jahili,” bujuk Jordi berusaha membangunkan sahabatnya.Melihat sikap Jordi, Farhan merasa bersalah. Seandainya dia peka seharusnya dia yang paling belakang, bukan membiarkan Hana.Bahkan dia sempat di beritahu Valencia jika Hana menyukainya, tetapi dia tidak menyangka rasa suka Hana, bisa mencelakakan Valencia seperti ini.Sedikit banyak ini juga kesalahan dia. “Jor, sabar ya semoga dia baik-baik saja. Mungkin dia kelelahan, sepertinya dia suda
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Farhan menunggu balasan dari pesan singkatnya, tapi tidak kunjung di balas oleh Valencia. Hingga dia menyium bau dupa yang keluar dari ruangan khusus ibunya.Langkanya semakin dekat hingga dia menemukan sesuatu yang menjadi kecurigaannya selama ini, sosok menyeramkan sedang berdiskusi dengan Ibunya.'A-apa itu?' tanyanya terbata di dalam hati.Sebuah sosok besar menyerupai ular dengan separuh badan manusia, kaki Farhan tidak dapat bergerak dia mematung seketika."Jangan kau ambil anakku, tunggu beberapa hari aku akan memberikan permintaanmu." Farhan hanya bisa menelan saliva. Hingga sebuah notif pesan singkat menyadarkannya dari lamunan.[ Aku baik-baik saja, saat ini sudah berada di rumah]Farhan menutup smartphonenya lalu gersenyum, dia masih bingung harus membalas apa. Saat ini ia masih tidak menyangka, Ibunya bersekutu dengan Jin.[ Alhamdulillah , kalau kamu sudah baik- baik saja] balas Farhan dalam pesan singka
Farhan kembali menuju tempat Ayahnya berada dia tidak habis pikir, dengan apa yang dia lihat. Sosok yang dingin itu tiba-tiba menghilang. Menurut Farhan seperti ada pesan yang ingin di ceritakan gadis itu. Walau Farhan berupaya menyingkirkan kejadian yang dia alami, tetapi semua seakan sia-sia. Benaknya masih bertanya-tanya ke mana perginya gadis dengan ekspresi dingin, yang membuat bulu kuduknya merinding. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, Pria itu terkejut. Hampir saja dia memukul orang yang dibelakanginya itu. “Duh Ayah, hampir jantungku copot,” ungkapnya. “Kenapa, seperti habis lihat setan saja?” tanya Bramasta. Farhan diam sejenak seakan masih bingung harus bagaimana memulainya. “Tadi pas ke lantai atas ada anak seusiaku, dia sendirian. Mungkin salah satu anak rekan kerja Ayah,” ceritanya. “Bisa jadi, tapi apa yang membuat kamu jadi seperti ini. Seperti habis melihat setan saja,” ujar Bramasta. Wajah Farhan terlihat pucat, menurut Bramasta ada yang janggal.
Di tempat lain di mana Farhan berada, pria itu mendapat pesan singkat dari Valencia. Awalnya dia tidak yakin akan membalas pesan itu atau langsung menghubunginya. Hati kecilnya sempat bergelut merasa tidak yakin. Jika dia menghubungi langsung, maka dia tidak perlu repot-repot menghapus setiap kata. Akhirnya dia memutuskan menekan tanda telepon di gawainya. Panggilan mulai berdering, Farhan menunggu dengan sabar hingga ada jawaban dari Valencia. Tetapi hingga dering terakhir Valencia tidak menjawabnya. Mungkin dia sedang sibuk akhirnya Farhan memutuskan menjawab melalui pesan singkat, dia kembali meletakkan gawainya di atas nakas. Kegiatan hari ini dia ikut ayahnya ke salah satu perusahaan mereka, jadi perjalanan yang akan di tempuh lumayan lama dari kota Palopo ke Makassar. “Farhan sudah siap?” tanya Bramasta. “Sebentar lagi Farhan keluar, ini lagi mengenakan sepatu,” ujarnya. Sekitar lima belas menit kemudian Bramasta melihat Putranya dengan kemeja hitam dan sepatu ala kant
Panggilan itu masih Valencia abaikan, perasaannya benar-benar bingung. Mau menjawab takut di tanya oleh Bundanya.Satu panggilan terabaikan, ada rasa lega di hati Valencia. Mereka bergegas keluar menuju lobi. Sekitar lima belas menit dari panggilan itu. Gawai Valencia berbunyi lagi, nama yang tertera kali ini Jordi.Segera dia menggeser lambang telepon berwarna hijau.“Assalamuallaikum, ada apa Jor?” tanya Valencia dalam panggilan itu.“Waallaikumsalam, kata ART kamu pulang hari ini Val?” tanya Jordi antusias.“Hem, bagaimana ya. Mau kamu pulang hari ini atau tidak?” goda Valencia.“Huff, aku serius Val? Kamu enggak kasihan aku merana seperti pena kehilangan buku,” ujar Jordi.“Hahaha ... jangan sedih gitu. Aku sekarang dalam perjalanan, Kamu siapkan coklat kalau tidak ...,” ancam Valencia yang menghentikan ucapannya.
Selvi menghela napas panjang, memikirkan permintaan yang sangat berat menurut dia. Betapa baiknya putrinya ini, nyawanya hampir melayang dia masih mau memaafkan orang yang mencelakainya.Melihat ketulusan Valencia, membuat Selvi luluh. Akhirnya Selvi menghubungi pengacaranya untuk mencabut semua tuntutannya itu.Valencia senang karena, Bunda nya mau memaafkan Hana dan bulan. Memandang jauh keluar kaca jendela rumah sakit, terlihat pasien lain yang di antar oleh ke dua orang tuanya.Perasaan Selvi seakan hancur, dia merindukan kehadiran Ayahnya. Tetapi dia tidak tahu apakah Ayahnya masih hidup atau tidak, terkadang ingin bertanya tapi ada perasaan takut jika bundanya marah.“Bunda,” panggilnya dengan suara lirih.“Iya ada apa?” tanya Selvi.“Bunda tidak ingin memiliki pendamping hidup? Seperti mereka,” tanya Valencia.Selvi tertegun mendenga
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Suara sirene ambulance memasuki SMK Duta Karsa, beberapa warga yang kebetulan melintas merasa penasaran dan berbondong-bondong berhenti. Hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa pihak keamanan dari kepolisian juga mengamankan daerah itu.Sehingga Valencia bisa di bawa menuju rumah sakit. Jordi bersama Farhan ikut mengantarkan Valencia ke rumah sakit.“Val! Bangun.Jangan tinggali aku, nanti siapa yang akan aku jahili,” bujuk Jordi berusaha membangunkan sahabatnya.Melihat sikap Jordi, Farhan merasa bersalah. Seandainya dia peka seharusnya dia yang paling belakang, bukan membiarkan Hana.Bahkan dia sempat di beritahu Valencia jika Hana menyukainya, tetapi dia tidak menyangka rasa suka Hana, bisa mencelakakan Valencia seperti ini.Sedikit banyak ini juga kesalahan dia. “Jor, sabar ya semoga dia baik-baik saja. Mungkin dia kelelahan, sepertinya dia suda
Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya.“Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia.“Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya.Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berus
Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan.“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu.Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan,