Walau suasana saat itu hening tidak ada percakapan antara Farhan dan Valencia. Pemuda itu memberikan tugas pada Valencia untuk menyalin sebuah catatan.
“Asem sekalinya disuruh mencatat tugas sekolahnya. Enak benar ya dia, tugas sekolahnya aku yang mengerjakan,” batin Valencia semakin kesal.
“Kalau sudah selesai, lanjut yang ini ya,” perintahnya lagi.
“Apa? Enggak salah ini kak, ini tugas sekolah kakak. Kakak enggak takut kalau saja nanti ... ketahuan sama Guru.” Valencia terperanjat mendapat tambahan catatan, tugas sekolah milik Farhan. Ini orang sebenarnya malas atau memang sangat malas sekali, bisanya tiga mata pelajaran aku disuruh mengerjakan semuanya. Aku kerjakan saja setidaknya aku tidak berpanas ria , hanya tanganku yang bakalan lelah, batin Valencia. Farhan hanya menatap melihat Valencia sibuk menulis. “Lumayan cepat kamu menulis, bisa buat cerita tidak? Tugas kamu untuk besok buat cerpen, temanya persahabatan. Nanti aku bawakan bukunya,” perintah Farhan.“Ta—pi saya bukan pengarang kak, takutnya nanti hasilnya tidak sesuai,” bantah Valencia, berharap pemuda di hadapannya ini sadar dan tidak memintanya mengerjakan tugas lagi. “Tidak masalah, yang penting tugasnya kamu kerjakan. Kalau bisa yang bikin terharu,” pintanya lagi menatap wajah Valencia sambil tersenyum, alisnya naik turun seakan memaksa Valencia berkata iya.“Siap, saya kerjakan. Setidaknya saat ini saya lelah belum minum atau sarapan,” ujar wanita itu sedikit kesal. Sengaja dia berkata seperti itu, menguji kepekaan seniornya yang seenaknya saja. Farhan berdiri meninggalkan dia entah ke mana, melihat kata-katanya tidak di gubris wajah Valencia langsung mencibir.“Dasar senior enggak ada belas kasihan, main pergi saja. Enggak sadar menulis itu capek. Peka sedikit saja minimal air mineral,” gerutu Gadis berkulit putih itu, dia tetap melanjutkan menulis walau mulutnya menggerutu.
Sedangkan orang yang di jadikan bahannya menggerutu saat ini sudah berada tepat, di belakangnya dengan roti dan teh kemasan berada di tangannya.“Sudah puas mengomelnya, kalau sudah ini enggak jadi buat kamu. Aku makan sendiri saja, kebetulan aku belum sarapan juga,” celetuk Farhan.
“Astagfirullah, aku pikir suara setan di belakangku. Eh ... eh ... jangan kak!” Valencia berusaha mengambil minuman dan roti, yang saat ini berada di genggaman Farhan.Karena, berdiri secara mendadak Farhan terkejut akhirnya terjatuh dan Valencia mendarat tepat di atas tubuhnya.
Sigap Valencia menahan berat badannya, agar tidak menimpa Farhan. Jarak antara wajahnya dan Farhan sekitar sepuluh centimeter.Detak jantung mereka seakan tidak beraturan, perasaan serba salah mulai menyelimuti Valencia. Gadis itu bergegas memindahkan tubuhnya, yang berada tepat di atas Farhan.
Jika tangannya tidak sigap, mungkin saat ini antara wajahnya dan Farhan akan menyatu satu sama lain.
“Ma—af,” ucapan yang sama keluar dari mulut mereka.
“Ehem ....” Hana sudah berdiri tidak jauh dari mereka. “Baru di tinggal sebentar, sudah mulai menggoda seniornya,” celetuk Hana ketus.
“Ma—af kak Hana, ini tidak seperti yang kakak lihat,” kilah Valencia, berusaha menjelaskan. “Biasa murid baru, selalu alasan seperti itu,” tuduh Hana, wajahnya mencibir tidak suka. “Hana, apa yang dia katakan benar. Dia tidak sengaja, aku tadi yang mengagetinya,” sahut Farhan yang membuat Hana menjadi salah tingkah.“Kalau begitu saya permisi ketua,” ucap Hana dengan wajah malu.
“Terimakasih ya kak,” seru Valencia. Gadis itu melanjutkan tugas yang diberikan Farhan, tanpa dia sadari Farhan menatapnya dalam, seakan mengagumi wajahnya.Saat Valencia meneguk teh kemasan, tiba-tiba Farhan menyentuh tepat di atas bibirnya. Merasa janggal dengan hal itu Valencia segera menepis tangan itu.“Ada kotoran tadi, jangan galak-galak. Aku tidak akan macam-macam,” jelas Farhan.
Valencia tidak menjawab dia melanjutkan mengunyah roti, setelah usai Valencia mengerjakan kembali tugas dari Farhan. Hingga lonceng berbunyi, semua siswa yang menjalani pengenalan lingkungan sekolah, kumpul kembali di lapangan.
“Akhirnya ketemu kamu lagi Jor,” ucap Valencia lega. “Seperti dapat cobaan berat Val?” tanya Jordi dengan panggilan spesialnya. “Huum ... iya begitulah, tadi aku memang enggak dapat tugas yang aneh-aneh. Tapi tanganku pegal, disuruh menyalin tugas ketua OSIS sialan itu,” ungkap Valencia geram.Sedangkan Jodi hanya tertawa cekikikan mendengar curahan hati sahabatnya itu. "Biar hatinya senang , entar kita mampir di bakso Lumayon,” ajak Jodi sambil mengusap kepala Valencia. “Memang kamu paling terbaik Jordi, paham betul sama moodbooster aku.” Senyum manis teruntai di wajah Valencia. Sesuatu yang selalu Jodi senang untuk di pandangi.Suara senior itu mulai fokus di dengarkan Valencia dan Jordi, dalam pikiran siswa lain mereka sepasang kekasih dari masa SMP.“Besok untuk kelas 10 menggunakan topi dari daun nangka seperti ini ya, kelas 10.1 menggunakan topi dari koran bekas, kelas 10.2 menggunakan topi dari ijuk ....” suara itu lantang dari Hana, dia adalah wakil ketua OSIS.
Seusai pemberitahuan dari Hana yang di tutup oleh Farhan, mereka di bubarkan untuk pulang ke rumah masing-masing.“Hai Jordi, terimakasih ya tadi sudah membantuku,” sapa seorang Siswa baru yang nama pengenal dari kertas di dadanya bertuliskan Bulan.
“Ehem ....” Deheman mengejek di keluarkan Valencia sambil tertawa meninggalkan Jordi.Melihat Valencia meninggalkannya, Jordi buru-buru membalas ucapan Bulan. “Iya, sama-sama. Maaf aku harus ke sana takut dia mengambek,” balas Jordi sambil lalu meninggalkan Bulan, dari kejauhan Bulan menatap langkah mereka.
“Sebenarnya mereka pacaran atau tidak ya, tapi kenapa Jordi tampak takut gadis itu marah,” gumamnya yang kemudian seseorang menjawab sambil lalu.
“Mereka hanya berteman,” jawab Farhan melintas lalu disebelah Bulan. Gadis itu semakin bingung, ada kakak senior yang menjawab di belakangnya. “Sama gantengnya sih, tapi aku suka sama Jordi,” gumamnya lagi. Tidak lama ada suara yang melintas lagi di telinganya.
“Baguslah, kejar Jordi saja. Jangan yang tadi,” celetuk Hana sambil lalu juga. Bulan semakin bingung.
***
Pintu rumah dengan tinggi sekitar tiga meter dan lebar tiga setengah meter di buka oleh, seorang wanita paruh baya. “Wah, cucu nenek sudah pulang. Bagaimana sekolahnya yang baru?” tanya Winarsih.
“Menyebalkan Nek, untung ada Jordi dia traktir Valencia makan di bakso Lumayon,” jawabnya sambil takzim dan memeluk neneknya. “Jordi, masuk dulu tadi nenek buat kapurung. Walau tidak seenak masakan asli orang sini,” ajak Winarsih.Karena, Jordi sejak kecil sudah terbiasa bermain di sana, sehingga rumah Valencia seperti rumah kedua buatnya. Tanpa rasa sungkan dia masuk dan takzim dengan Winarsih dan Darno.
“Bunda Selvi ke mana , Nek?” tanya Jordi yang matanya mulai mencari keberadaan Selvi. “Tadi dia harus ke perkebunan coklat, mungkin besok atau lusa baru kembali,” jelas Darno. Mereka menikmati kapurung ala orang Jawa itu.Semenjak menetap di kota Palopo, Winarsih banyak belajar masakan daerah kota itu. Dia juga membaur dengan warganya. Di kota itu kehidupannya sangat tenang, mereka saling menghormati. Meskipun mereka berbeda suku dan adat istiadat tetapi kekompakan sangat terasa. “Wah enak sekali masakan Nenek, hampir sama dengan masakkan mamak aku,” puji Jordi, yang lahap menikmati kapurung.'Kapurung sangat enak di makan pedas dengan sambal, rasanya segar karena gurih kecut dan pedas, dengan kuah dan aneka sayur. Sehingga kapurung merupakan makanan penuh gizi lengkap dengan kandungan protein nabati dan hewani.'
Ketika Jordi akan pulang dalam perjalanan dia melihat sebuah kendaraan menyerempet Ibu-ibu, orang itu kabur entah ke mana.Pemuda itu menepikan kendaraannya lalu bergegas membatu Ibu yang terserempet motor. “Ibu, bisa berdiri?” tanya Jordi dengan wanita paruh baya itu.
Bersambung ...
Jangan lupa follow Instagram @IndraqilsyamilJordi menyelamatkan wanita yang terserempet motor di jalan raya saat akan menyeberang, Pria pengendara motor yang menyerempetnya kabur. Jordi bergegas menolong wanita paruh baya itu.Bagian kening dan tangan Ibu itu terluka, sedangkan kakinya tidak tampak luka. Namun saat dia mencoba berdiri kakinya lemas dan tidak dapat menopang tubuhnya.“Aw!” rintihnya merasa sakit tepat di pergelangan kaki kanan.“Sepertinya kaki Ibu cedera, saya akan membawa Ibu ke rumah sakit,” ucap Jodi, yang bergegas mengangkat wanita itu di atas motornya, lalu meluncur menuju rumah sakit.Setibanya disana dia segera mendaftarkan serta melaporkan kejadian yang di alami wanita korban tabrak lari itu.“Ada nomor keluarga yang bisa kami hubungi,” tanya petugas administrasi.“Sementara nomor saya, nanti saya akan tanyakan ke beliau,” jawab Jordi. Setelah mengurus administrasi
Seseorang memperhatikan Farhan dan Valencia, di mata orang tersebut mereka nampak akrab dan bersenda gurau sehingga membuatnya menjadi terbakar.“Hebat dia bisa membuat Farhan akrab begitu cepat, sedangkan aku berjuang selama ini hanya di pandang sebelah mata,” ujar Hana, dengan perasaan sesak seakan ada batu yang menganjal di hatinya.“Hai, Hana kemari,” panggil Farhan. Merasa dia sebagai siswa baru Valencia kembali menjaga jarak dan fokus pada tugasnya.“Iya,” jawab Hana seakan tidak bersemangat.Valencia menyadari hal itu, dia bisa membaca raut wajah seseorang. Teringat saat masih SMP, salah seorang siswa pernah menaruh hati padanya. Ketika Jordi akrab dengannya, pria itu menunjukkan raut wajah yang sama seperti Hana.“Sepertinya dia menyukaimu kak,” ungkap Valencia dengan nada pelan. Farhan terkejut, dia tidak menyangka Valencia berkata seperti itu.“Ini
Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan.“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu.Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan,
Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya.“Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia.“Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya.Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berus
Suara sirene ambulance memasuki SMK Duta Karsa, beberapa warga yang kebetulan melintas merasa penasaran dan berbondong-bondong berhenti. Hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa pihak keamanan dari kepolisian juga mengamankan daerah itu.Sehingga Valencia bisa di bawa menuju rumah sakit. Jordi bersama Farhan ikut mengantarkan Valencia ke rumah sakit.“Val! Bangun.Jangan tinggali aku, nanti siapa yang akan aku jahili,” bujuk Jordi berusaha membangunkan sahabatnya.Melihat sikap Jordi, Farhan merasa bersalah. Seandainya dia peka seharusnya dia yang paling belakang, bukan membiarkan Hana.Bahkan dia sempat di beritahu Valencia jika Hana menyukainya, tetapi dia tidak menyangka rasa suka Hana, bisa mencelakakan Valencia seperti ini.Sedikit banyak ini juga kesalahan dia. “Jor, sabar ya semoga dia baik-baik saja. Mungkin dia kelelahan, sepertinya dia suda
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Selvi menghela napas panjang, memikirkan permintaan yang sangat berat menurut dia. Betapa baiknya putrinya ini, nyawanya hampir melayang dia masih mau memaafkan orang yang mencelakainya.Melihat ketulusan Valencia, membuat Selvi luluh. Akhirnya Selvi menghubungi pengacaranya untuk mencabut semua tuntutannya itu.Valencia senang karena, Bunda nya mau memaafkan Hana dan bulan. Memandang jauh keluar kaca jendela rumah sakit, terlihat pasien lain yang di antar oleh ke dua orang tuanya.Perasaan Selvi seakan hancur, dia merindukan kehadiran Ayahnya. Tetapi dia tidak tahu apakah Ayahnya masih hidup atau tidak, terkadang ingin bertanya tapi ada perasaan takut jika bundanya marah.“Bunda,” panggilnya dengan suara lirih.“Iya ada apa?” tanya Selvi.“Bunda tidak ingin memiliki pendamping hidup? Seperti mereka,” tanya Valencia.Selvi tertegun mendenga
Panggilan itu masih Valencia abaikan, perasaannya benar-benar bingung. Mau menjawab takut di tanya oleh Bundanya.Satu panggilan terabaikan, ada rasa lega di hati Valencia. Mereka bergegas keluar menuju lobi. Sekitar lima belas menit dari panggilan itu. Gawai Valencia berbunyi lagi, nama yang tertera kali ini Jordi.Segera dia menggeser lambang telepon berwarna hijau.“Assalamuallaikum, ada apa Jor?” tanya Valencia dalam panggilan itu.“Waallaikumsalam, kata ART kamu pulang hari ini Val?” tanya Jordi antusias.“Hem, bagaimana ya. Mau kamu pulang hari ini atau tidak?” goda Valencia.“Huff, aku serius Val? Kamu enggak kasihan aku merana seperti pena kehilangan buku,” ujar Jordi.“Hahaha ... jangan sedih gitu. Aku sekarang dalam perjalanan, Kamu siapkan coklat kalau tidak ...,” ancam Valencia yang menghentikan ucapannya.
Farhan menunggu balasan dari pesan singkatnya, tapi tidak kunjung di balas oleh Valencia. Hingga dia menyium bau dupa yang keluar dari ruangan khusus ibunya.Langkanya semakin dekat hingga dia menemukan sesuatu yang menjadi kecurigaannya selama ini, sosok menyeramkan sedang berdiskusi dengan Ibunya.'A-apa itu?' tanyanya terbata di dalam hati.Sebuah sosok besar menyerupai ular dengan separuh badan manusia, kaki Farhan tidak dapat bergerak dia mematung seketika."Jangan kau ambil anakku, tunggu beberapa hari aku akan memberikan permintaanmu." Farhan hanya bisa menelan saliva. Hingga sebuah notif pesan singkat menyadarkannya dari lamunan.[ Aku baik-baik saja, saat ini sudah berada di rumah]Farhan menutup smartphonenya lalu gersenyum, dia masih bingung harus membalas apa. Saat ini ia masih tidak menyangka, Ibunya bersekutu dengan Jin.[ Alhamdulillah , kalau kamu sudah baik- baik saja] balas Farhan dalam pesan singka
Farhan kembali menuju tempat Ayahnya berada dia tidak habis pikir, dengan apa yang dia lihat. Sosok yang dingin itu tiba-tiba menghilang. Menurut Farhan seperti ada pesan yang ingin di ceritakan gadis itu. Walau Farhan berupaya menyingkirkan kejadian yang dia alami, tetapi semua seakan sia-sia. Benaknya masih bertanya-tanya ke mana perginya gadis dengan ekspresi dingin, yang membuat bulu kuduknya merinding. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang, Pria itu terkejut. Hampir saja dia memukul orang yang dibelakanginya itu. “Duh Ayah, hampir jantungku copot,” ungkapnya. “Kenapa, seperti habis lihat setan saja?” tanya Bramasta. Farhan diam sejenak seakan masih bingung harus bagaimana memulainya. “Tadi pas ke lantai atas ada anak seusiaku, dia sendirian. Mungkin salah satu anak rekan kerja Ayah,” ceritanya. “Bisa jadi, tapi apa yang membuat kamu jadi seperti ini. Seperti habis melihat setan saja,” ujar Bramasta. Wajah Farhan terlihat pucat, menurut Bramasta ada yang janggal.
Di tempat lain di mana Farhan berada, pria itu mendapat pesan singkat dari Valencia. Awalnya dia tidak yakin akan membalas pesan itu atau langsung menghubunginya. Hati kecilnya sempat bergelut merasa tidak yakin. Jika dia menghubungi langsung, maka dia tidak perlu repot-repot menghapus setiap kata. Akhirnya dia memutuskan menekan tanda telepon di gawainya. Panggilan mulai berdering, Farhan menunggu dengan sabar hingga ada jawaban dari Valencia. Tetapi hingga dering terakhir Valencia tidak menjawabnya. Mungkin dia sedang sibuk akhirnya Farhan memutuskan menjawab melalui pesan singkat, dia kembali meletakkan gawainya di atas nakas. Kegiatan hari ini dia ikut ayahnya ke salah satu perusahaan mereka, jadi perjalanan yang akan di tempuh lumayan lama dari kota Palopo ke Makassar. “Farhan sudah siap?” tanya Bramasta. “Sebentar lagi Farhan keluar, ini lagi mengenakan sepatu,” ujarnya. Sekitar lima belas menit kemudian Bramasta melihat Putranya dengan kemeja hitam dan sepatu ala kant
Panggilan itu masih Valencia abaikan, perasaannya benar-benar bingung. Mau menjawab takut di tanya oleh Bundanya.Satu panggilan terabaikan, ada rasa lega di hati Valencia. Mereka bergegas keluar menuju lobi. Sekitar lima belas menit dari panggilan itu. Gawai Valencia berbunyi lagi, nama yang tertera kali ini Jordi.Segera dia menggeser lambang telepon berwarna hijau.“Assalamuallaikum, ada apa Jor?” tanya Valencia dalam panggilan itu.“Waallaikumsalam, kata ART kamu pulang hari ini Val?” tanya Jordi antusias.“Hem, bagaimana ya. Mau kamu pulang hari ini atau tidak?” goda Valencia.“Huff, aku serius Val? Kamu enggak kasihan aku merana seperti pena kehilangan buku,” ujar Jordi.“Hahaha ... jangan sedih gitu. Aku sekarang dalam perjalanan, Kamu siapkan coklat kalau tidak ...,” ancam Valencia yang menghentikan ucapannya.
Selvi menghela napas panjang, memikirkan permintaan yang sangat berat menurut dia. Betapa baiknya putrinya ini, nyawanya hampir melayang dia masih mau memaafkan orang yang mencelakainya.Melihat ketulusan Valencia, membuat Selvi luluh. Akhirnya Selvi menghubungi pengacaranya untuk mencabut semua tuntutannya itu.Valencia senang karena, Bunda nya mau memaafkan Hana dan bulan. Memandang jauh keluar kaca jendela rumah sakit, terlihat pasien lain yang di antar oleh ke dua orang tuanya.Perasaan Selvi seakan hancur, dia merindukan kehadiran Ayahnya. Tetapi dia tidak tahu apakah Ayahnya masih hidup atau tidak, terkadang ingin bertanya tapi ada perasaan takut jika bundanya marah.“Bunda,” panggilnya dengan suara lirih.“Iya ada apa?” tanya Selvi.“Bunda tidak ingin memiliki pendamping hidup? Seperti mereka,” tanya Valencia.Selvi tertegun mendenga
Hujan turun deras, mobil Terios putih memasuki halaman Rumah sakit, saat itu cuaca seakan mendukung perasaan Selvi. Langkahnya diiringi Jordi menuju ruang ICU, di depan ruangan itu masih setia menunggu Darno dan Winarsih.“Bagaimana, Pak sudah ada perkembangan?” tanya Selvi cemas.“Belum Nduk ( nak), sepertinya kita harus banyak berdoa,” jawab Darno, mengelus pundak Selvi.Wajah Selvi semakin cemas, Dia takut jika Valencia tidak akan sadar. “Aku akan kesekolah, ingin ku temui siswa itu,” ungkapnya geram.Saat dia akan melangkahkan kaki menuju SMK Duta Karsa, salah satu perawat meminta di masuk ke ruangan Dokter. Akhirnya dia menuju ruangan Dokter, di buka pintu berwarna putih tulang. “Masuk Bu, silakan duduk,” ucap Dokter Ivan.“Bagaimana, kondisi anak saya Dokter? Apakah dia masih bisa sembuh?” tanya Selvi.“Alhamdulillah anak Ib
Suara sirene ambulance memasuki SMK Duta Karsa, beberapa warga yang kebetulan melintas merasa penasaran dan berbondong-bondong berhenti. Hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa pihak keamanan dari kepolisian juga mengamankan daerah itu.Sehingga Valencia bisa di bawa menuju rumah sakit. Jordi bersama Farhan ikut mengantarkan Valencia ke rumah sakit.“Val! Bangun.Jangan tinggali aku, nanti siapa yang akan aku jahili,” bujuk Jordi berusaha membangunkan sahabatnya.Melihat sikap Jordi, Farhan merasa bersalah. Seandainya dia peka seharusnya dia yang paling belakang, bukan membiarkan Hana.Bahkan dia sempat di beritahu Valencia jika Hana menyukainya, tetapi dia tidak menyangka rasa suka Hana, bisa mencelakakan Valencia seperti ini.Sedikit banyak ini juga kesalahan dia. “Jor, sabar ya semoga dia baik-baik saja. Mungkin dia kelelahan, sepertinya dia suda
Siswa di kumpulkan lagi untuk pembekalan, hari ini mereka akan berkemah di sekolah. Sebagai hari terakhir pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan hari ini puncak dari kegiatan sebelumnya, sebagai hari pelantikan siswa baru juga.“Val!” panggil Jordi menghampiri sahabatnya.“Kenapa Jor?” tanya Valencia. Gadis itu menyiapkan tempat untuk membangun tenda. Jordi berjalan mendekatinya.“Sini aku bantu,” ucapnya mengambil alih tali yang di pegang, Valencia.“Memangnya tendamu sudah berdiri?” tanya Valencia. Dia tidak ingin Jordi mendapat masalah karena, selalu membantunya.“Sudah, sekarang aku tinggal menyiapkan buat kegiatan menjelajah sebentar sore,” jawabnya.Mereka membuat tenda bersamaan, disisi lain terlihat Bulan menatap sinis ke arah mereka.“Jor, lihat Bulan menatapku sinis,” ujar Valencia. Jordi berus
Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan.“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu.Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan,