Santi merasa ada yang memanggil. Ia segera menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat orang yang memanggilnya. Mengatur nafasnya dan berusaha bersikap santai dan biasa melupakan ketegangan malam itu.
"Loh Mas Adam sama siapa?""Aku mengantar Johan dan istrinya. Katanya ingin berbelanja, itu mereka ada di butik kamu. Kebetulan aku sedang cari tempat makan malah ketemu kamu disini.""Oh,,, kebetulan kami habis makan disini bareng anak- anak.""Mana suami dan anak- anak kamu. Apa ada Riko,San?""Hmmm suamiku baru di toilet dan anak-anak sudah menuju butik katanya mau ambil barang.""Riko? Berarti ia ada di butik kamu?""Riko....""Ma... Aku sudah selesai, ayo kebawah. Ayah biar nyusulin kita aja."Seketika Adam menoleh dan melihat putranya berada tepat di belakangnya. Rasa haru dan bahagia terpancar dari wajah Adam. Sekian lama mencari kini ia bertemu dengan putranya kembali."Riko..Kehidupanku saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahagia? Jelas... Jelas aku bahagia dan bersyukur. Apalagi memiliki anak- anak yang begitu perhatian dan saling menjaga satu sama lain. Riko bertanggung jawab atas kedua adik- adiknya. Hanya saja aku sedih dan gelisah saat ini. Sekian tahun lamanya ternyata putraku belum bisa menghapus rasa itu dari dalam dirinya. Entah apa yang harus aku lakukan lagi. Pertemuanku dengan Mas Adam membuat hati ini menjadi dilema dan serba salah. Riko yang masih belum bisa berdamai dengan masa lalu terus menerus menolak bertemu dengan Mas Adam. Setiap kali aku membahasnya ia akan tetap menolaknya mentah- mentah. Aku sudah bertekad akan mendekatkan Riko dengan Mas Adam. Bagaimanapun ia masih memiliki hubungan darah dengannya. Jika mantan istri itu ada tetapi tak ada yang namanya mantan anak. Mas Faiz berjanji akan terus membantuku. Aku tak ingin di cap negatif dalam mendidik Riko. Riko lulusan pesantren dan lulusan perguruan
"Santi, ini uang bulanan kamu bulan ini," kata suamiku. Ia menyerahkan amplop coklat gajinya kepadaku. Tapi ada yang aneh dengan amplop ini, aku segera menghitung uang bulanan yang diberikan suamiku. Betapa terkejutnya aku bahwa uang yang biasa aku terima kini terpotong setengah."Mas, kenapa segini? Biasanya kamu berikan aku 3juta." "Johan kan ganti motor baru buat kuliahnya, nah angsurannya minta bantuan aku, sedangkan Mbak Luna minta bantuan buat membantu biaya sekolah anaknya. Mulai sekarang uang bulanan kamu segitu. Cukup gak cukup harus cukup." "Mas, uang segini mana cukup. Belum biaya listrik dan uang sekolah, Riko." "Ahh kamu ini bukannya bersyukur sudah aku beri nafkah tapi malah ngomel gak jelas. Johan juga adikku dan Mbak Luna juga kakakku. Apa salahnya aku membantu. Sudah cepat siapkan kopi dan makan malam ku. Aku mau mandi." Mas Adam segera berlalu masuk kedalam kam
Mengamankan barang berharga Pagi hari aku bangun sedikit kesiangan akibat semalam aku tak bisa tidur. Segera aku menunaikan ibadahku dan meluncur ke dapur memasak untuk sarapan kami. Usai memasak dan beberes singkat, aku segera memandikan Riko yang sudah bangun. Ia selalu bangun pagi karena selalu aku ajak sholat bersama. "Cuma nasi goreng telur, Dek? Gak ada yang lainnya?" "Gak ada, Mas. Kita harus berhemat. Makan saja yang ada," ujarku sambil meletakkan teh hangat di samping suamiku. "Ahhh kamu itu gak pandai mengelola uang. Makanya bekerja biar tau gimana susahnya cari uang. Gak cuma protes saja dirumah. Masa uang segitu dibilang kurang. Kamu-nya yang boros berarti." "Sekarang semuanya serba naik, Mas. Jadi aku akan benar- benar berhemat dan jangan tanya ikan, ayam ataupun daging lagi. Kecuali kamu beri aku nafkah seperti semula. Sekarang Riko juga sekolah dan belum bayar uang bulanannya."
Pagi bikin emosi Tok ... Tok ... Tok ... "Adam." "Adam buka pintunya!" Gedoran demi gedoran sangat mengganggu aktivitasku pagi ini. Ini masih pukul 5.30 pagi. Aku mematikan kompor dan segera membuka pintu depan yang digedor secara tak manusiawi. Ceklek ... "Ada apa sih, Mbak. Datang itu yang sopan sedikit. Mengganggu tau. Ini juga masih pagi." "Halah gitu doang. Mana Adam, suruh temui aku." "Memangnya ada apa, Mbak? Mas Adam masih tidur jam segini. Mbak kepagian datang kemari." Kebiasaan mbak Luna jika datang ke rumahku ia langsung masuk ke dalam padahal belum aku persilahkan masuk. Kami memang tinggal satu desa, hanya beda RT saja. Mbak Luna tinggal di RT 10, dan aku tinggal di RT 15. Jadi ia leluasa ke rumahku sesuka hatinya. Sedangkan rumah Ibu Mertuaku tak jauh dari rumah Mbak Luna.
Entah mengapa, Santi malah marah saat aku berikan uang bulanan jatahnya. Memang aku pangkas uangnya, toh selama ini juga sayur- mayur ia petik di kebun belakang atau depan rumah. Bumbu dapur juga ia menanamnya sendiri ia juga jarang membeli. Lagian Johan juga meminta tambahan uang buat membeli sepeda motor baru. Jadi wajar kalau aku mau membantunya. Tiba- tiba mbak Danik juga meminta aku untuk membantunya membeli rumah baru di perumahan elit di kota harganya pun fantastis. Angsuran mobilku saja belum lunas, ditambah angsuran rumah milik mbak Luna juga belum lunas. Gaji ku memang banyak 10 juta perbulan belum lagi kalau ada bonus. Gaji ku lebih banyak aku serahkan pada keluargaku. Karena bagiku mereka adalah saudaraku sampai kapanpun. Tentu aku tak bisa menolak permintaan mbak Danik. Ia juga telah berjasa dalam hidupku. Tapi bagaimana caranya agar aku bisa memenuhi permintaan mbak Danik. Pusing ? Tentu aku pusing tujuh keliling. Apa yang harus aku lakuk
"Asyikkk kita ke Mall lagi. Makasih, Ma. Riko seneng banget," ucap bocah kecil yang ada di gandengen tanganku."Apa sih yang gak buat anak ganteng Mama. Asal Riko nurut sama, mama. Mama akan kabulkan keinginan anak ganteng ini," sahutku sambil tersenyum bahagia.Bahagia hati ini kala melihat Riko tertawa dan ceria. Hampir satu bulan aku tak mengajaknya jalan- jalan seperti ini. Aku terlalu sibuk dengan duniaku. Berharap pada suami tapi tak mungkin. Dia juga sibuk dengan keluarga dan saudaranya seolah dia belum mempunyai istri dan juga anak. Maafkan mama, Nak. Mama belum bisa membahagiakan kamu lebih dari ini. Tapi mama janji akan selalu membuat kamu tersenyum dan bahagia walau kamu tak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Papa. "Ma,aku mau main di Timzon*." "Baiklah ayo kita kesana. Mama belikan dahulu kartunya." Setelah membeli kartu dan mengisi saldo untuk anakku main, aku membiark
Perkataan MenyakitkanUsai makan malam bersama Riko. Aku memutuskan untuk segera pulang. Ini sudah malam. Kasihan putraku kedinginan di jalan. Sebelum pulang aku melihat pekerjaan baju pengantin pesanan ku tadi. Ternyata sudah selesai pemotongan. Aku mengeceknya sebentar, memastikan tidak ada salah. Ini kain mahal dan berkualitas premium. "Hati- hati, ya. Jangan sampai salah." "Baik, Bu Santi," ucap salah satu karyawanku.Aku sendiri mempekerjakan 6 karyawan khusus bagian depan dan melayani pembeli. 3 lagi khusus bagian membantu menjahit pesanan baju. Mereka akan memotong dan aku yang akan mengerjakan jahitannya. Esok akan aku mulai jahit setelah mengantarkan Riko sekolah. "Baiklah.aku pulang dulu. Besok aku cek kembali." Setelah berpamitan pada seluruh karyawan ku, aku langsung pulang ke rumah. Entah apa yang akan terjadi lagi setibanya aku dirumah nanti. Kumasukkan motorku kedalam garasi dan segera mengajak masuk Riko. Menggandeng tangan kecilnya. "Assalamu'alaikum," Salam aku
Bantuan Rere "Siap bos. Mama siap- siap dulu ya, Riko tunggu disini saja." Aku segera keluar dari kamar putraku dan segera masuk kedalam kamarku. Mengganti pakaian dan merias sedikit wajahku. Mengambil tas dan kunci motor yang semalam aku meletakkan di meja rias. Netra ku tak sengaja melihat map biru ada di atas ranjang ku, segera aku mengambilnya dan membacanya sekilas. Mataku membulat kala apa isi dalam map tersebut. "Tak akan aku biarkan rencana kamu berjalan mulus, Mas." Gumamku sambil meletakkan kembali map itu. Segera aku menghampiri putraku dan mengajaknya keluar pagi ini. Ini masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah, harusnya ia berangkat pukul 8 nanti. Tetapi aku sudah malas berada di rumah. Lebih baik keluar rumah pagi ini. Kulakukan sepeda motorku keluar komplek perumahanku, Riko begitu semangat untuk makan bubur ayam dekat sekolahannya, rasanya memang enak dan mantab. Aku saja selalu ketagihan jika makan disana. Setelah sampai, aku segera memesan 2 porsi bubur ayam
Kehidupanku saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahagia? Jelas... Jelas aku bahagia dan bersyukur. Apalagi memiliki anak- anak yang begitu perhatian dan saling menjaga satu sama lain. Riko bertanggung jawab atas kedua adik- adiknya. Hanya saja aku sedih dan gelisah saat ini. Sekian tahun lamanya ternyata putraku belum bisa menghapus rasa itu dari dalam dirinya. Entah apa yang harus aku lakukan lagi. Pertemuanku dengan Mas Adam membuat hati ini menjadi dilema dan serba salah. Riko yang masih belum bisa berdamai dengan masa lalu terus menerus menolak bertemu dengan Mas Adam. Setiap kali aku membahasnya ia akan tetap menolaknya mentah- mentah. Aku sudah bertekad akan mendekatkan Riko dengan Mas Adam. Bagaimanapun ia masih memiliki hubungan darah dengannya. Jika mantan istri itu ada tetapi tak ada yang namanya mantan anak. Mas Faiz berjanji akan terus membantuku. Aku tak ingin di cap negatif dalam mendidik Riko. Riko lulusan pesantren dan lulusan perguruan
Santi merasa ada yang memanggil. Ia segera menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat orang yang memanggilnya. Mengatur nafasnya dan berusaha bersikap santai dan biasa melupakan ketegangan malam itu. "Loh Mas Adam sama siapa?" "Aku mengantar Johan dan istrinya. Katanya ingin berbelanja, itu mereka ada di butik kamu. Kebetulan aku sedang cari tempat makan malah ketemu kamu disini." "Oh,,, kebetulan kami habis makan disini bareng anak- anak." "Mana suami dan anak- anak kamu. Apa ada Riko,San?" "Hmmm suamiku baru di toilet dan anak-anak sudah menuju butik katanya mau ambil barang." "Riko? Berarti ia ada di butik kamu?" "Riko...." "Ma... Aku sudah selesai, ayo kebawah. Ayah biar nyusulin kita aja." Seketika Adam menoleh dan melihat putranya berada tepat di belakangnya. Rasa haru dan bahagia terpancar dari wajah Adam. Sekian lama mencari kini ia bertemu dengan putranya kembali. "Riko..
Adam segera memarkirkan mobilnya kebetulan halaman rumah Ibunya cukup luas. Bahkan 4 mobil pun cukup di halaman depan rumahnya. Dengan pelan tapi pasti Adam memasuki rumahnya. Tampaklah anak kecil yang masih bermain di ruang tamunya rambut ikalnya dengan pipi yang gembul, belum lagi gigi di bagian depan yang membuatnya mengemaskan. 'Kenapa ada anak kecil dirumah ini? Anak siapa ini?' Gumam Adam sambil terus memperhatikan tingkah lucu anak di depannya. "Mas.. ayo masuk. Didalam ada anak- anak Mbak Danik. Maaf Mas, Alika ini suka sekali bikin berantakan." "Ini anak kamu, Wi. Kapan kamu datang?" "Iya, Mas. Ini Alika anakku dan Mas Johan. Kami datang tadi pagi. Sekitar jam depalanan. Oh Oya itu Mama dan Mas Johan ada diruang makan bersama kedua anak Mbak Danik." "Baiklah. Aku ke kamar dahulu sebelum menemui mereka." Adam segera berlalu. Sebelum benar- benar berlalu ia sempat mencium pipi gembul Alika. Ia sungguh terpesona
"Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Jawab Bu Tari dan Mbak Danik bersamaan. Bu Tari segera melangkahkan keluar guna melihat siapa tamu yang berkunjung pagi ini. "Johan... Widi. Ayo masuk, kok gak bilang dahulu kalau mau pulang." "Kejutan untuk Mama. Sudah lama kami gak pulang kemari." Kata Widi istri dari Johan."Widi, anak ini..." "Iya, Ma. Ini anakku dan Mas Johan." "Mama punya cucu perempuan. Danik... Danik kemari, lihat lah ini. Mama punya cucu perempuan,Danik. Terimakasih Ya Allah, akhir ya aku punya cucu perempuan juga." "Johan, Widi apa kabar kalian." "Kabar baik, Mbak. Mbak sendiri bagaimana?" "Seperti yang kamu lihat. Mbak baik dan sehat." "Alhamdulillah kalai begitu, Mbak. Oh iya, Mas Adam kemana? Masa sepagi ini udah berangkat ke kedai?" "Ada baru menemui Santi dan Riko. Kebetulan kan mereka ada di Jakarta." Jawab Bu Tari dengan semangat. "Alhamdulilla
Pov Santi Aku tak menyangka di usiaku yang tak lagi muda ini Allah masih memberikan aku karunia-Nya. Sungguh- sungguh karunia yang begitu indah bagiku. Sengaja aku tak memberitahu langsung suamiku, anak- anak dan keluarga besar ku maupun keluarga suamiku. Aku ingin membuat kejutan untuk semaunya nanti waktu perayaan anniversary Butik dan Bridal ku yang di Jakarta. Beruntungnya aku di Butikku ada Siska yang sangat aku percaya, ia mau tak mau juga membantuku menyembunyikan kehamilanku untuk sementara waktu. Jika Mas Faiz mengetahuinya pasti ia akan melarang ku untuk melakukan apapun. Sejujurnya aku sangat beruntung memiliki suami seperti Mas Faiz. Ia sangat peduli dan perhatian penuh denganku. Apalagi jika tahu aku hamil lagi, ia memang menginginkan punya banyak anak. Untung saja kehamilanku kali ini tak membuatku harus sekalu ada didalam kamar sepanjang hari. Kehamilanku kali ini masih bisa membuatku beraktifitas seperti biasanya. "Bu Sant
Tak terasa hari perayaan anniversary butik Santi diadakan. Santi dan keluarganya menggunakan baju dengan warna yang senada. Baju itu telah Santi rancang dan buat sendiri spesial untuk malam ini. Putranya juga terlihat gagah dan semakin tampan mempesona. "MasyaAllah anak Mama makin ganteng aja." "Iya dong Ma, siapa dulu ayahnya. Ayah Faiz." Gurau Riko sambil tersenyum dan terus menempel dengan Faiz. Sikap Riko terhadap Faiz memang berbeda, sedari kecil ia sangat manja dengan Faiz. Andai sejak dahulu aku bertemu dengan Faiz, mungkin kebahagiaan ini jauh lebih sempurna. Tak ada kesakitan atau kepahitan hidup ini yang begitu membekas di hati. Apakah Riko telah melupakan Papa kandungnya? Entahlah aku hanya berharap Riko tetap mengingat siapa Papa kandungnya dan berharap suatu saat nanti ia akan berbakti kepadanya juga. Aku tak ingin dianggap Ibu yang mencoba menghilangkan ingatan Riko tentang Papa kandungnya. Walau sejujurnya Mas Adam tak pernah sedikit
"Pa... Papa baru sadar akan kehilangan sosok Mama dan aku. Papa baru menyesalinya sekarang saat Mama sudah bahagia. Papa Adam memang Papaku, tapi rasa sakit hati ini masih membekas dan selalu kuingat. Bagaiman perlakuan Papa terhadapku dan Mama. Papa lebih sering menyakiti Mama, membuatnya menangis dan bersedih. Papa berharap bertemu denganku dan Mama sekarang. Berharap ingin bertanggungjawab atas diri ini... Aku gak akan biarkan Papa bertemu Mama lagi. Aku memilih dimarahin Mama daripada membiarkan Papa bertemu Mama dan merusak kebahagiaan Mama. Cukup Ayah Faiz yang menjadi ayahku. Hanya dia ayahku." Geram Riko yang kebetulan ia habis bertemu kliennya dan menikmati es durian di kedai milik Adam. Riko segera bangkit dari duduknya tak lupa ia mengenakan kembali kaca mata hitamnya. Segera ia melangkahkan kakinya keluar dari Kedai Durian milik Adam. Ia hanya meminta sekretarisnya yang membayar ke kasir dan ia memilih menunggu di mobil. "Seandainya aku tahu
Pukul 2 dinihari Santi dan Faiz sudah bangun dari istirahatnya. Santi dan Faiz selalu menjalankan sholat tahajud bersama didalam kamarnya. Selalu ada perlengkapan sholat didal.kamar mereka. Ada riwayat yang menganjurkan suami atau istri untuk membangunkan pasangannya dan melakukan shalat malam bersama. “Barang siapa yang bangun malam dan membangunkan istrinya kemudian mereka berdua melaksanakan shalat dua rakaat secara bersama, maka mereka berdua akan digolongkan ke dalam lelaki-lelaki dan wanita-wanita yang banyak berzikir kepada Allah.” (HR Ibnu Majah, al-Nasa`i, al-Baihaqi, dan al-Hakim). Usai menjalankan sholat bersama dan memohon kepada Sang Pencipta. Santi maupun Faiz mengaji bersama. Sudah menjadi kebiasaan keduanya usai menunaikan sholat tahajud. "Kenapa berhenti, Dek." Tanya Faiz yang tengah menyimak bacaan Al-Qur'an istrinya. "Astagfirullah, Mas. Aku lupa kalau pagi ini aku akan menyiapkan sarapan untuk Santri- Santri
Waktu terus berputar, hari, bulan dan tahun terus bergulir. 15 tahun sudah Santi mengarungi bahtera rumah tangga bersama Faiz suami keduanya. Segala rintangan dan ujian telah ia lewati bersama. Santi dan Faiz telah dikarunia 2 orang anak perempuan yang kini keduanya juga mengemban ilmu di pondok pesantren milik kakeknya. Santi sendiri juga memilih tinggal di Jogja. Bahkan Santi juga telah membuka cabang butiknya di Jogja. Sedangkan butik utama ia percayakan sepenuhnya pada Rere. Walau Faiz adalah seorang anak Kiyai tetapi kedua orangtuanya tak mempermasalahkan pekerjaan Faiz diluar sana. Usaha Faiz yang berkembang pesat berdampak pula dengan perkembangan Pondok Pesantren milik Ayahnya. Faiz dan Santi sama- sama membangun dan memperluas Pondok Pesantren milik Kiyai Ahmad. Faiz juga kerap mengajar Santri- Santri yang berada di Pondok tentang usaha dan bisnis sebagai selingan para Santri belajar. Shakila Adiba Atmarini adalah perempuan pertama Santi dan Faiz sedangkan ya