Tak terasa waktu terus berlalu, gaun pesanan milik mbak Dian juga telah selesai. Merek puas sekali akan pekerjaanku. Aku bahagia dan bersyukur tak mengecewakan mbak Dian dan calon suaminya. Aku bahkan diundang ke acara pernikahannya yang digelar di sebuah hotel berbintang. Ada rasa bimbang antara hadir dan tidak hadir. Jika aku hadir bagaimana dengan, Riko. Acaranya saja malam hari, mana mungkin aku meninggalkan Riko sendirian dirumah. Ku hempaskan tubuh ini di atas kasur yang begitu empuk dan nyaman. Mata ini terpejam tanpa aku sadari. Adzan subuh sayup- sayup mulai berkumandang segera aku bangun dan segera membersihkan diri ini lalu segera melakukan kewajiban ku menunaikan dua rakaat. Hari ini hari libur, aku ingin bersantai sejenak di rumah sebelum besok kembali beraktivitas. Aku awali pagi ini dengan melakukan aktivitas bersih- bersih rumah dan tentunya memasak. Sudah lama aku tak membuatkan menu kesukaan, Riko. Mumpung mas Adam pergi entah kemana. Sudah hampir satu minggu ini i
Perdebatan Malam ini aku habiskan waktuku bersama, Riko. Menemaninya menonton televisi sekaligus bercanda ria. Hidup kami sungguh nyaman dan damai tanpa adanya mas Adam. Aku seorang ibu sekaligus seorang ayah untuk anakku. Aku harus bisa memberikan kasih sayang lebih untuk putraku. "Ma, Mama kok gak beli mobil kaya Papa. 'Kan Mama bisa beli mobil sendiri. Butik milik Mama juga ramai." "Hmmm mobil? Memangnya Riko mau punya mobil?" tanyaku pada Riko."Mau, Ma. Teman- teman Riko pada diantar naik mobil. Katanya Riko gak pantes sekolah disana karena Riko hanya di antar jemput naik sepeda motor." Deg… Hati ini tentu terkejut akan pengakuan putraku ini. Bagaimana bisa anak kecil mengatakan hal seperti itu. "Astagfirullah. Kenapa begitu? Mau naik sepeda motor atau mobil sama saja. Itu sekolah umum. Lagi pula mama bayar sekolahnya loh. Do'akan mama lancar terus usahanya dan dapat beli mobil sesuai keinginan Riko," ujarku dengan lembut. Mencoba memberikan pengertian pada anak seusia Riko
Benar dugaanku, semua belum dibereskan. Bahan pakaian kotor telah menggunung di tempat cucian. Padahal di rumah ini ada mesin cuci. Pakaian tinggal dimasukan ke mesin sudah beres 'kan. Ibu dan anak sama saja meresahkan. "Santi kamu sudah pulang. Itu pakaian jangan lupa di cuci. Pakaian kotor sudah satu minggu, bau." "Kenapa gak kamu cuci sendiri. Bukankah ada mesin cuci mas. Aku capek mau istirahat," jawabku sambil berlalu meninggalkan mas Adam yang masih bengong di tempatnya. Seharusnya pagi ini aku ke butik, namun urung karena ingin melihat apa yang dilakukan keluarga suamiku. "Santi! Kamu istri macam apa seperti itu. Adam menikah lagi baru tahu rasa kamu!" cibir Ibu mertuaku"Oh.. silahkan ma. Silahkan jika mas Adam akan menikah lagi. Tapi sebelum itu, ceraikan aku terlebih dahulu," jawabku dengan semangat."Stop! Apa- apaan sih kamu, San. Kita gak akan berpisah," elak mas Adam. "Mama juga, jangan memperkeruh suasana deh. Aku masih mencintai Santi. Sampai kapanpun aku tak akan
Sumpah serapah bahkan hinaan dan kata- kata yang tak pantas keluar dari mulut Mama mertuaku, bahkan Mbak Dani dan juga Johan ikut berkata- kata mengimbangi, Mama mertua. Hanya Mas Adam yang tak pergi dari rumah ini, ia masih berada di dalam rumah. "Apalagi, Mas. Kenapa gak ikut keluarga kamu pergi dari rumahku." "San,aku itu suami kamu. Apa pantas kamu berbicara seperti itu? Ingat,San surgamu ada padaku. Bukan pada orangtuamu lagi. Kamu sudah menjadi istriku. Kamu harus patuh pada perintahku." "Perintah yang bagaimana dahulu, Mas. Perintah yang membuatku sengsara dan menyesalinya seumur hidupku? Aku tak sudi melakukannya, Mas!" "Kamu keras kepala,Santi. Aku menyesal menikahi kamu!" "Sama. Aku juga menyesal bersuamikan kamu, Mas! Aku sangat menyesal." Hardik ku tak mau kalah dengan, Mas Adam. Mas Adam keluar dengan membanting pintu rumah ini. Seketika aku terlonjak kaget. Astagfirullah... Ya Allah ... Maafkan hamba mu ini yang telah berdosa. Berkali- kali aku beristigfar memohon
Rumah Di JualSore ini sepulang kerja,aku mampir dahulu ke toko kue langganan Santi. Membelikannya kue kesukaannya. Aku juga membelikan kue untuk Riko. Semoga ia juga menyukai kue pilihanku. Aku memang tak tahu apa kesukaannya. Semoga ini bisa mengambil hati Riko dan Santi. Mobil kulajukan menuju rumah dimana aku selama ini tinggal bersama Santi. Aku masih mencintai Santi. Makanya aku menolak jika harus berpisah dengannya. Ia wanita cantik, sholehah, dan juga pintar. Aku bahkan memintanya berhenti bekerja karena jabatannya lebih tinggi daripada aku. Aku malu, masa istriku lebih tinggi jabatannya dan juga gajinya. Berkat bantuan Santi pula aku bisa naik jabatan dengan mudah. Ia selalu membantuku dalam pekerjaan. Bahkan ia tak tahu jika aku sudah naik jabatan lagi dan gaji ku lebih besar dari sebelumnya. Seluruh gaji ku, semuanya untuk memenuhi permintaan saudara dan juga Ibuku. Bahkan sekolah Riko aku tak tahu bagaimana caranya Santi membayarnya. Paling juga dari uang bulanan yang aku
Mobil Baru Entah ini salah atau tidak tindakan yang aku lakukan ini. Tetapi aku sudah tak sanggup jika harus terus menerus tertekan dalam pernikahanku. Walau rumah itu belum seutuhnya terjual, tapi setidaknya uang milik, Mas Adam telah aku kembalikan. Bahkan sudah aku lebihkan sedikit, kurang bagaimana coba aku sebagai istri. Seharusnya ia tak mendapatkan apa- apa atas rumah ini, tetapi demi kebaikan bersama mendingan aku kembalikan saja. Harga rumah ini juga tergolong mahal karena letaknya sangat strategis, banyak juga yang mengincarnya. Aku waktu itu sangat beruntung dapat membeli dengan harga yang murah. Apalagi rumah itu juga sudah aku renovasi sedemikian rupa hingga menambah nilai jual. "Kamu yakin,San mau bercerai sama Adam?" Tanya Rere. "Iya, Re. Aku yakin. Biarlah, Mas Adam kembali pada keluarganya. Biarlah gaji suamiku sepenuhnya untuk keluarganya. Aku sudah angkat tangan tak sanggup lagi." "Kamu yang sabar,Santi. Biar besok,Rere yang mengantar kamu ke pengadilan. Aku jug
Turun Jabatan Disisi lain kini Adam tengah dilanda kebingungan yang amat mendalam. Ia tak dapat menemukan keberadaan istri beserta anaknya. Bahkan surat panggilan untuk sidang pun telah ia dapatkan. Danik terus saja memaksa agar Adam dapat menemukan istrinya. Ia juga bahan telah mengunjungi Ibu Mertua di kampung halaman istrinya. Berharap istrinya ada di sana dan dapat ia bujuk untuk kembali nyatanya hanya zonk. Kemarahan Mbak Danik makin hari makin menjadi apalagi semenjak istrinya pergi dan menjual rumahnya kini Adam tinggal kembali bersama Ibunya. Tiada hari kemarahan Ibunya ia rasakan. Pekerjaan pun banyak yang terbengkalai oleh masalah ini. "Adam, bagaimana ini? Ini sudah pertengahan bulan loh. Pemilik rumah itu juga sudah menagih terus menerus. Masa cari istri saja kamu gak menemukannya." "Mbak, aku sudah bolak balik mencari keberadaan Santi. Bahkan pekerjaanku pun banyak yang aku tinggalkan. Entahlah bos pasti akan marah besar nantinya. Aku ingin fokus dulu sama pekerjaanku.
Menghadiri Pernikahan Konglomerat Malam ini adalah malam dimana Santi harus menghadiri acara pernikahan milik kliennya. Ia menitipkan putranya pada Rere sang sahabat. Ada rasa sungkan tetapi, Rere terus saja memaksanya untuk menitipkan Riko padanya. "Riko, ingat pesan Mama tadi ya. Mama tinggal sebentar, nanti mama jemput lagi." "Iya, Ma." "Kamu tenang saja, San. Riko anak pintar kok. Sudah kamu enjoy saja di acara Mbak Dinda. Riko aman kok sama aku.""Makasih ya, Re. Kamu selalu menolong dan membantu aku. Aku titip anakku." "Kaya sama siapa aja sih kamu itu, San. Sudah sana berangkat. Nanti telat loh." "Iya.. iya.. ya sudah aku pergi dahulu. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Santi segera berangkat menggunakan mobilnya menuju gedung dimana acara pernikahan Mbak Dinda klien nya di adakan. Ia sebenarnya ingin mengajak Rere, tetapi sahabatnya itu tak mau. Ia memilih untuk menjaga Riko saja dirumahnya. Ingin tidak hadir tetapi ia tak enak menolak undangan khusus yang diberikan