Mobil Baru Entah ini salah atau tidak tindakan yang aku lakukan ini. Tetapi aku sudah tak sanggup jika harus terus menerus tertekan dalam pernikahanku. Walau rumah itu belum seutuhnya terjual, tapi setidaknya uang milik, Mas Adam telah aku kembalikan. Bahkan sudah aku lebihkan sedikit, kurang bagaimana coba aku sebagai istri. Seharusnya ia tak mendapatkan apa- apa atas rumah ini, tetapi demi kebaikan bersama mendingan aku kembalikan saja. Harga rumah ini juga tergolong mahal karena letaknya sangat strategis, banyak juga yang mengincarnya. Aku waktu itu sangat beruntung dapat membeli dengan harga yang murah. Apalagi rumah itu juga sudah aku renovasi sedemikian rupa hingga menambah nilai jual. "Kamu yakin,San mau bercerai sama Adam?" Tanya Rere. "Iya, Re. Aku yakin. Biarlah, Mas Adam kembali pada keluarganya. Biarlah gaji suamiku sepenuhnya untuk keluarganya. Aku sudah angkat tangan tak sanggup lagi." "Kamu yang sabar,Santi. Biar besok,Rere yang mengantar kamu ke pengadilan. Aku jug
Turun Jabatan Disisi lain kini Adam tengah dilanda kebingungan yang amat mendalam. Ia tak dapat menemukan keberadaan istri beserta anaknya. Bahkan surat panggilan untuk sidang pun telah ia dapatkan. Danik terus saja memaksa agar Adam dapat menemukan istrinya. Ia juga bahan telah mengunjungi Ibu Mertua di kampung halaman istrinya. Berharap istrinya ada di sana dan dapat ia bujuk untuk kembali nyatanya hanya zonk. Kemarahan Mbak Danik makin hari makin menjadi apalagi semenjak istrinya pergi dan menjual rumahnya kini Adam tinggal kembali bersama Ibunya. Tiada hari kemarahan Ibunya ia rasakan. Pekerjaan pun banyak yang terbengkalai oleh masalah ini. "Adam, bagaimana ini? Ini sudah pertengahan bulan loh. Pemilik rumah itu juga sudah menagih terus menerus. Masa cari istri saja kamu gak menemukannya." "Mbak, aku sudah bolak balik mencari keberadaan Santi. Bahkan pekerjaanku pun banyak yang aku tinggalkan. Entahlah bos pasti akan marah besar nantinya. Aku ingin fokus dulu sama pekerjaanku.
Menghadiri Pernikahan Konglomerat Malam ini adalah malam dimana Santi harus menghadiri acara pernikahan milik kliennya. Ia menitipkan putranya pada Rere sang sahabat. Ada rasa sungkan tetapi, Rere terus saja memaksanya untuk menitipkan Riko padanya. "Riko, ingat pesan Mama tadi ya. Mama tinggal sebentar, nanti mama jemput lagi." "Iya, Ma." "Kamu tenang saja, San. Riko anak pintar kok. Sudah kamu enjoy saja di acara Mbak Dinda. Riko aman kok sama aku.""Makasih ya, Re. Kamu selalu menolong dan membantu aku. Aku titip anakku." "Kaya sama siapa aja sih kamu itu, San. Sudah sana berangkat. Nanti telat loh." "Iya.. iya.. ya sudah aku pergi dahulu. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Santi segera berangkat menggunakan mobilnya menuju gedung dimana acara pernikahan Mbak Dinda klien nya di adakan. Ia sebenarnya ingin mengajak Rere, tetapi sahabatnya itu tak mau. Ia memilih untuk menjaga Riko saja dirumahnya. Ingin tidak hadir tetapi ia tak enak menolak undangan khusus yang diberikan
Santi tiba di gedung pengadilan bertepatan dengan datangan Adam beserta keluarganya. Ia mengambil nafas panjang sebelum ia keluar dari mobil milik Rere. Dengan anggun ia turun dari mobil dan tersenyum melihat Adam dan keluarganya. "Apa kabar, Mas? Mama apa kabar?" Tanya Santi sambil berbasa- basi sejenak. Tatapan sinis dan tajam menghujani Santi. Santi tetap tenang dan tetap tersenyum. Akan ia tunjukan bahwa ia bukan perempuan lemah yang harus benyak mengalah. "Cihhh sombong. Kamu kira adikku akan menyesal bercerai dengan kamu? Tentu tidak, Santi. Gak usah banyak basa- basi," Cibir Mbak Danik menjawab pertanyaan, Santi tadi. "Aku hanya menyapa, Mbak. Siapa yang menyesal? Aku gak menyesal sama sekali. Malah aku bersyukur hari ini sidang sehingga aku akan lebih leluasa dengan status baruku. Bukankah enak kalau aku bercerai dari, Mas Adam. Gajinya sepenuhnya milik kalian lagi, tak akan dibagi denganku." "Santi jaga ucapan kamu! Kamu punya mobil juga dari hasil jual tanah dan rumah k
Saling menantang Hari- hari telah berlalu, Aku terus menyibukkan diri ini dengan pekerjaan tentu tak melupakan peranku sebagai Ibu sekaligus Ayah untuk Riko. Aku tetap melakukan aktifitas seperti sedia kala. Mengantar jemput Riko, mengajarinya belajar. Aku hanya ingin melupakan kejadian itu, melupakan semua kejadian buruk akhir- akhir ini. "Pergilah berlibur untuk beberapa hari,San." "Setelah ini, Re. Setelah semua pekerjaan ini selesai aku akan ke Desa, menemui kedua orangtuaku dan mengajaknya tinggal di sini. Sekalian mencari rumah yang pas untuk kami tinggali. Gak mungkin juga kan kedua orangtuaku aku suruh tinggal di ruko ini." "Iya juga ya. Sudah gampang nanti aku beritahu suamiku aja buat bantuin kamu cari rumah. Mau yang seperti apa?" "Biar aku cari sendiri aja, Re. Sebenarnya aku kemarin sudah melihat rumah di perumahan Mustika, rencananya nanti setelah menjemput Riko, mau aku ajak sekalian dia kesana buat lihat rumahnya. Kalau dia cocok aku akan ambil." "Haa Perumahan M
"Mama... Mama gak pa- pa. Kata tante Winda,Mama sakit?" Aku tersenyum kala melihat putraku yang begitu perhatian kepadaku. Begitu mencemaskan aku, ahh sungguh membuatku terharu. Dia adalah penyemangat hidupku. "Alhamdulillah, Mama sudah baikan kok. Besok sudah bisa antar jemput Riko lagi. Sekarang, Riko ganti baju ya. Sudah makan belum?" "Riko masih kenyang, Ma." Bocah kecil itu langsung menuju kamar mandi, tak lupa ia mengambil baju gantinya. Ya ruangan ini hanya ada 1 kamar saja buat aku dan Riko tidur. "Maafkan Mama ya, Nak. Mama janji kita akan pindah kerumah yang lebih luas lagi. Semoga usaha Mama dilancarkan." Gumam ku sambil menyeka air mata ini. Sedih? Jelas aku sedih saat ini. Aku Ibu yang masih gagal memberikan kenyamanan untuk putraku. Bahkan tempat tinggal saja aku belum mampu memberikannya. Mungkin dahulu ia akan senang bermain didalam rumah atau berkebun. Ia bahkan bisa bermain dengan tetangga, kini setiap pulang sekolah ia hanya akan bermain di ruangan ini kadang
"Ada apa ini?" "Selamat siang, Pak. Saya kemari ingin menyampaikan sesuatu sama Bapak tentang karyawan Bapak ini. Pasti Bapak pemilik butik ini kan?" Ucap Tari secara langsung dan menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. "Iya, Pak. Karyawan Bapak yang bernama Santi ini seorang pencuri dan penipu. Gak pantaslah Bapak mempekerjakan dia disini. Bisa- bisanya Bapak bangkrut gara- gara ulah satu karyawan. Dia itu dahulu kakak ipar saya, tapi untung suaminya segera sadar kalau wanita ini licik dan ingin menguasai harta kakak saya. Dia juga bawa kabur uang kakak saya." "Benar Pak. Dia memang sedikit rada eror Pak. Mendingan Bapak segera pecat dia saja daripada nanti Bapak rugi besar. Kami ini saksinya loh, Pak. Jadi sayang aja kalau butik ini gulung tikar akibat ulah wanita itu." "Maaf sayang bingung. Anda siapa? Kok tiba- tiba bicara seperti itu?" "Saya Tari, Pak, mantan mertua Santi. Percaya deh sama saya, Pak. Bapak gak akan menyesal memecat dia. Saya kasihan kalau sampai Bapak d
Pov Danik Deru mobil memasuki halaman rumahku. Aku yakin itu Mas Wira, suamiku. Aku mengintipnya dari balik jendela, benar dugaan ku. Segera aku melihat jam diatas nakas samping tempat tidurku. Dahi ku mengernyit heran tak biasanya, Mas Wira sudah pulang dari bekerja lebih awal. "Lah kok tumben Mas Wira udah pulang. Ini masih jam 3," gumamku didalam kamar. Segera aku bergegas merapikan penampilan, memperbaiki make up dan tak lupa memoleskan perona bibir warna merah. Menyisir rambut yang berantakan dan menyemprotkan parfum kesukaanku. Parfum pilihan Mas Wira. Gegas aku menyelesaikan semuanya karena Mas Wira sudah memanggilku sedari tadi. "Ya Mas, Sebentar," teriak ku dari lantai atas. Ya kamarku ada di lantai 2. Rumahku berada di perumahan kecil di kampung tak jauh dari rumah Ibuku. Awalnya aku dan Mas Wira merantau berdua, mengadu nasib kehidupan. Alhamdulillah, semua keinginan kami berhasil. Mas Wira semakin hari semakin baik dalam bekerja. Perekonomian keluarga kecilku berangsu
Kehidupanku saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahagia? Jelas... Jelas aku bahagia dan bersyukur. Apalagi memiliki anak- anak yang begitu perhatian dan saling menjaga satu sama lain. Riko bertanggung jawab atas kedua adik- adiknya. Hanya saja aku sedih dan gelisah saat ini. Sekian tahun lamanya ternyata putraku belum bisa menghapus rasa itu dari dalam dirinya. Entah apa yang harus aku lakukan lagi. Pertemuanku dengan Mas Adam membuat hati ini menjadi dilema dan serba salah. Riko yang masih belum bisa berdamai dengan masa lalu terus menerus menolak bertemu dengan Mas Adam. Setiap kali aku membahasnya ia akan tetap menolaknya mentah- mentah. Aku sudah bertekad akan mendekatkan Riko dengan Mas Adam. Bagaimanapun ia masih memiliki hubungan darah dengannya. Jika mantan istri itu ada tetapi tak ada yang namanya mantan anak. Mas Faiz berjanji akan terus membantuku. Aku tak ingin di cap negatif dalam mendidik Riko. Riko lulusan pesantren dan lulusan perguruan
Santi merasa ada yang memanggil. Ia segera menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat orang yang memanggilnya. Mengatur nafasnya dan berusaha bersikap santai dan biasa melupakan ketegangan malam itu. "Loh Mas Adam sama siapa?" "Aku mengantar Johan dan istrinya. Katanya ingin berbelanja, itu mereka ada di butik kamu. Kebetulan aku sedang cari tempat makan malah ketemu kamu disini." "Oh,,, kebetulan kami habis makan disini bareng anak- anak." "Mana suami dan anak- anak kamu. Apa ada Riko,San?" "Hmmm suamiku baru di toilet dan anak-anak sudah menuju butik katanya mau ambil barang." "Riko? Berarti ia ada di butik kamu?" "Riko...." "Ma... Aku sudah selesai, ayo kebawah. Ayah biar nyusulin kita aja." Seketika Adam menoleh dan melihat putranya berada tepat di belakangnya. Rasa haru dan bahagia terpancar dari wajah Adam. Sekian lama mencari kini ia bertemu dengan putranya kembali. "Riko..
Adam segera memarkirkan mobilnya kebetulan halaman rumah Ibunya cukup luas. Bahkan 4 mobil pun cukup di halaman depan rumahnya. Dengan pelan tapi pasti Adam memasuki rumahnya. Tampaklah anak kecil yang masih bermain di ruang tamunya rambut ikalnya dengan pipi yang gembul, belum lagi gigi di bagian depan yang membuatnya mengemaskan. 'Kenapa ada anak kecil dirumah ini? Anak siapa ini?' Gumam Adam sambil terus memperhatikan tingkah lucu anak di depannya. "Mas.. ayo masuk. Didalam ada anak- anak Mbak Danik. Maaf Mas, Alika ini suka sekali bikin berantakan." "Ini anak kamu, Wi. Kapan kamu datang?" "Iya, Mas. Ini Alika anakku dan Mas Johan. Kami datang tadi pagi. Sekitar jam depalanan. Oh Oya itu Mama dan Mas Johan ada diruang makan bersama kedua anak Mbak Danik." "Baiklah. Aku ke kamar dahulu sebelum menemui mereka." Adam segera berlalu. Sebelum benar- benar berlalu ia sempat mencium pipi gembul Alika. Ia sungguh terpesona
"Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Jawab Bu Tari dan Mbak Danik bersamaan. Bu Tari segera melangkahkan keluar guna melihat siapa tamu yang berkunjung pagi ini. "Johan... Widi. Ayo masuk, kok gak bilang dahulu kalau mau pulang." "Kejutan untuk Mama. Sudah lama kami gak pulang kemari." Kata Widi istri dari Johan."Widi, anak ini..." "Iya, Ma. Ini anakku dan Mas Johan." "Mama punya cucu perempuan. Danik... Danik kemari, lihat lah ini. Mama punya cucu perempuan,Danik. Terimakasih Ya Allah, akhir ya aku punya cucu perempuan juga." "Johan, Widi apa kabar kalian." "Kabar baik, Mbak. Mbak sendiri bagaimana?" "Seperti yang kamu lihat. Mbak baik dan sehat." "Alhamdulillah kalai begitu, Mbak. Oh iya, Mas Adam kemana? Masa sepagi ini udah berangkat ke kedai?" "Ada baru menemui Santi dan Riko. Kebetulan kan mereka ada di Jakarta." Jawab Bu Tari dengan semangat. "Alhamdulilla
Pov Santi Aku tak menyangka di usiaku yang tak lagi muda ini Allah masih memberikan aku karunia-Nya. Sungguh- sungguh karunia yang begitu indah bagiku. Sengaja aku tak memberitahu langsung suamiku, anak- anak dan keluarga besar ku maupun keluarga suamiku. Aku ingin membuat kejutan untuk semaunya nanti waktu perayaan anniversary Butik dan Bridal ku yang di Jakarta. Beruntungnya aku di Butikku ada Siska yang sangat aku percaya, ia mau tak mau juga membantuku menyembunyikan kehamilanku untuk sementara waktu. Jika Mas Faiz mengetahuinya pasti ia akan melarang ku untuk melakukan apapun. Sejujurnya aku sangat beruntung memiliki suami seperti Mas Faiz. Ia sangat peduli dan perhatian penuh denganku. Apalagi jika tahu aku hamil lagi, ia memang menginginkan punya banyak anak. Untung saja kehamilanku kali ini tak membuatku harus sekalu ada didalam kamar sepanjang hari. Kehamilanku kali ini masih bisa membuatku beraktifitas seperti biasanya. "Bu Sant
Tak terasa hari perayaan anniversary butik Santi diadakan. Santi dan keluarganya menggunakan baju dengan warna yang senada. Baju itu telah Santi rancang dan buat sendiri spesial untuk malam ini. Putranya juga terlihat gagah dan semakin tampan mempesona. "MasyaAllah anak Mama makin ganteng aja." "Iya dong Ma, siapa dulu ayahnya. Ayah Faiz." Gurau Riko sambil tersenyum dan terus menempel dengan Faiz. Sikap Riko terhadap Faiz memang berbeda, sedari kecil ia sangat manja dengan Faiz. Andai sejak dahulu aku bertemu dengan Faiz, mungkin kebahagiaan ini jauh lebih sempurna. Tak ada kesakitan atau kepahitan hidup ini yang begitu membekas di hati. Apakah Riko telah melupakan Papa kandungnya? Entahlah aku hanya berharap Riko tetap mengingat siapa Papa kandungnya dan berharap suatu saat nanti ia akan berbakti kepadanya juga. Aku tak ingin dianggap Ibu yang mencoba menghilangkan ingatan Riko tentang Papa kandungnya. Walau sejujurnya Mas Adam tak pernah sedikit
"Pa... Papa baru sadar akan kehilangan sosok Mama dan aku. Papa baru menyesalinya sekarang saat Mama sudah bahagia. Papa Adam memang Papaku, tapi rasa sakit hati ini masih membekas dan selalu kuingat. Bagaiman perlakuan Papa terhadapku dan Mama. Papa lebih sering menyakiti Mama, membuatnya menangis dan bersedih. Papa berharap bertemu denganku dan Mama sekarang. Berharap ingin bertanggungjawab atas diri ini... Aku gak akan biarkan Papa bertemu Mama lagi. Aku memilih dimarahin Mama daripada membiarkan Papa bertemu Mama dan merusak kebahagiaan Mama. Cukup Ayah Faiz yang menjadi ayahku. Hanya dia ayahku." Geram Riko yang kebetulan ia habis bertemu kliennya dan menikmati es durian di kedai milik Adam. Riko segera bangkit dari duduknya tak lupa ia mengenakan kembali kaca mata hitamnya. Segera ia melangkahkan kakinya keluar dari Kedai Durian milik Adam. Ia hanya meminta sekretarisnya yang membayar ke kasir dan ia memilih menunggu di mobil. "Seandainya aku tahu
Pukul 2 dinihari Santi dan Faiz sudah bangun dari istirahatnya. Santi dan Faiz selalu menjalankan sholat tahajud bersama didalam kamarnya. Selalu ada perlengkapan sholat didal.kamar mereka. Ada riwayat yang menganjurkan suami atau istri untuk membangunkan pasangannya dan melakukan shalat malam bersama. “Barang siapa yang bangun malam dan membangunkan istrinya kemudian mereka berdua melaksanakan shalat dua rakaat secara bersama, maka mereka berdua akan digolongkan ke dalam lelaki-lelaki dan wanita-wanita yang banyak berzikir kepada Allah.” (HR Ibnu Majah, al-Nasa`i, al-Baihaqi, dan al-Hakim). Usai menjalankan sholat bersama dan memohon kepada Sang Pencipta. Santi maupun Faiz mengaji bersama. Sudah menjadi kebiasaan keduanya usai menunaikan sholat tahajud. "Kenapa berhenti, Dek." Tanya Faiz yang tengah menyimak bacaan Al-Qur'an istrinya. "Astagfirullah, Mas. Aku lupa kalau pagi ini aku akan menyiapkan sarapan untuk Santri- Santri
Waktu terus berputar, hari, bulan dan tahun terus bergulir. 15 tahun sudah Santi mengarungi bahtera rumah tangga bersama Faiz suami keduanya. Segala rintangan dan ujian telah ia lewati bersama. Santi dan Faiz telah dikarunia 2 orang anak perempuan yang kini keduanya juga mengemban ilmu di pondok pesantren milik kakeknya. Santi sendiri juga memilih tinggal di Jogja. Bahkan Santi juga telah membuka cabang butiknya di Jogja. Sedangkan butik utama ia percayakan sepenuhnya pada Rere. Walau Faiz adalah seorang anak Kiyai tetapi kedua orangtuanya tak mempermasalahkan pekerjaan Faiz diluar sana. Usaha Faiz yang berkembang pesat berdampak pula dengan perkembangan Pondok Pesantren milik Ayahnya. Faiz dan Santi sama- sama membangun dan memperluas Pondok Pesantren milik Kiyai Ahmad. Faiz juga kerap mengajar Santri- Santri yang berada di Pondok tentang usaha dan bisnis sebagai selingan para Santri belajar. Shakila Adiba Atmarini adalah perempuan pertama Santi dan Faiz sedangkan ya