Pov Danik Deru mobil memasuki halaman rumahku. Aku yakin itu Mas Wira, suamiku. Aku mengintipnya dari balik jendela, benar dugaan ku. Segera aku melihat jam diatas nakas samping tempat tidurku. Dahi ku mengernyit heran tak biasanya, Mas Wira sudah pulang dari bekerja lebih awal. "Lah kok tumben Mas Wira udah pulang. Ini masih jam 3," gumamku didalam kamar. Segera aku bergegas merapikan penampilan, memperbaiki make up dan tak lupa memoleskan perona bibir warna merah. Menyisir rambut yang berantakan dan menyemprotkan parfum kesukaanku. Parfum pilihan Mas Wira. Gegas aku menyelesaikan semuanya karena Mas Wira sudah memanggilku sedari tadi. "Ya Mas, Sebentar," teriak ku dari lantai atas. Ya kamarku ada di lantai 2. Rumahku berada di perumahan kecil di kampung tak jauh dari rumah Ibuku. Awalnya aku dan Mas Wira merantau berdua, mengadu nasib kehidupan. Alhamdulillah, semua keinginan kami berhasil. Mas Wira semakin hari semakin baik dalam bekerja. Perekonomian keluarga kecilku berangsu
Tak ada ruginya Adam berpisah dari Santi tapi malah mendapatkan Mira. Mira juga terlihat royal sekali terhadap aku terutama Mama. Ia tak segan- segan membelikan barang- barang branded incaran ku. Aku juga semakin gencar memposting di statusku. Tujuanku hanya satu, membuat Santi tambah menderita. Sayang seribu sayang aku tak dapat membeli rumah incaran ku. Ternyta rumah incaran ku telah di beli orang lain dengan atau tanpa negosiasi. Aku kalah cepat dengan orang itu. Pasti orang yang membeli rumah ini orang kaya raya tak mungkin ia membeli tanpa negosiasi. Tapi sampai sekarang aku belum tahu siapa yang membeli rumah itu. Tapi tak masalah bagiku, karena aku bisa memamerkan perkebunan luas milik Mira calon adik ipar baruku kepada teman- temanku. Apalagi rumah Mira juga tak kalah bagus dari rumah milikku atau rumah incaran ku terdahulu. "Adam jangan sampai kamu bod*h seperti dahulu bersama Santi. Jangan buat perjanjian yang merugikan kita." "Iya, Mbak. Mira juga tak mengajukan persyara
Pagi ini usai mengantarkan Riko ke sekolahannya, aku segera melajukan kendaraan ku menuju butik. Kebetulan hari ini ada barang baru yang datang ke butik ku, aku akan mengecek sebentar sebelum mengerjakan pekerjaan lain. Walau dibantu oleh Rere tetapi aku tetap harus memastikannya sendiri bahkan turun tangan sendiri. Pada akhirnya Rere memutuskan untuk berhenti bekerja dan memilih berinvestasi ke butikku ini. Maka dari itu aku berani memperluas butikku dan menambah karyawan lagi. Untuk rencana aku dan Rere akan membuka cabang butik disalah satu pusat pembelanjaan. "Laporannya nanti bawa ke ruangan aku ya, Win." "Siap, Bu Santi." Ya Winda aku tunjuk sebagai pengawas dan penanggungjawab di area penjualan pakaian dari pabrik- pabrik lain. Mana mungkin aku sendiri yang harus menghandle semuanya. Sedangkan di bagian penjualan gaun pesta dan pernikahan ada penanggungjawab sendiri bahkan di bagian produksi juga ada penanggungjawabnya sendiri. Jadi aku dan Rere hanya memeriksa laporan saja
# 24 Ternyta berurusan dengan Mira calon istri baru Mas Adam tak begitu sulit. Bahkan ia membayar separuh harga yang aku tentukan sebagai jaminannya. Aku akan buktikan bahwa karyaku tak pernah mengecewakan. Aku akan membuktikan bahwa aku sanggup memenuhi tantangannya. Walau terlihat singkat waktunya tetapi aku harus bisa. Ini aku lakukan semata karena Riko. Untuk dialah aku bekerja keras. Transaksi telah selesai Mira segera berpamitan kepadaku. Aku sambut uluran tangganya dan tersenyum. Kepergian mantan keluargaku dahulu membuatku lega. Aku segera memberitahu pada karyawan ku untuk mencari bahan yang aku butuhkan saat ini. Aku juga sudah memberitahu pada Rere, ia akan membantuku semaksimal mungkin. Walau pesanan di butikku ini banyak tapi kami tak mau mengecewakan pelanggan. Aku rela jika harus lembur dan lembur dalam waktu dekat- dekat ini. Aku tahu kain yang diminta Mira cukup sulit didapatkan. Ada rasa cemas di hati ini. "Bu Santi, ini kain- kainnya." Alhamdulillah Ya Allah, En
Satu minggu telah berlalu. Gaun pengantin pesanan Mira juga telah selesai. Ia selama satu minggu ini lembur menyelesaikan pesanan sebaik mungkin. "Cantik sekali, Mbak Santi. Ternyta Mbak Santi gak kaleng- kaleng. Totalitas banget kerjain pesanan. Oh iya Mbak,saya sekalian mau kasih undangan. Semoga bisa hadir dan menjadi saksi kebahagiaan kami. Terimakasih juga karena Mbak Santi telah melepas lelaki pujaan saya." Ucap Mira sambil tersenyum dan bergelayut mesra Adam. "Wah terimakasih atas undangannya. Maaf, tetapi saya gak bisa hadir karena ada acara. Sekali lagi selamat ya,semoga sakinah mawadah warohmah." "Tentu ya kan, Mas." "Tentu dong Yank. Kita bakalan langgeng sampai kapanpun." Adam mencium mesra Mira dihadapan Santi berharap ia akan terbakar api cemburu. Tetapi nyatanya Santi hanya cuek dan tak memperdulikannya. Rasa cinta dihatinya telah pudar tak bersisa sama sekali. Yang ada hanyalah rasa muak dan benci dihatinya.Pembayaran juga telah dilunasi oleh Mira sebelum membawa
Kini 5 tahun sudah berlalu, Santi tetap memilih menekuni bisnisnya. Mengembangkan usahanya. Ia juga telah membuka 3 cabang di pusat pembelanjaan. Tak hanya butik yang ia tekuni, melainkan ia juga membuka lahan pekerjaan di kampung halamannya. Ia juga memiliki beberapa hektar ladang dan sawah yang ditanami berbagai tanaman, mulai dari cabai, bawang merah dan bawang putih. Ada sayur mayur dan juga yang ia tanami. "Nduk, gak ingin menikah kah kamu? Anak kamu juga sudah semakin besar, gak kepikiran buat membina rumahtangga lagi?" Pak Bimo mengutarakan kegundahan hatinya tentang nasib sang putri. Ia tahu, tak selamanya ia bisa menjaga putrinya. "Maaf, Pak. Santi, masih merasa nyaman untuk sendiri. Lagipula, Santi juga belum menemukan yang cocok di hati." "Sampai kapan kalau kamu terus menutup rapat hati kamu. Bahkan sudah berapa lelaki yang kamu tolak pinangannya, Nduk? Hilangkan trauma berumahtangga kamu terdahulu, saatnya kamu meraih kebahagiaan. Usaha kamu juga sudah semakin maju da
# 27 Pagi- pagi sekali Adam membuatkan bubur untuk sarapan dan makan siang untuk Ibunya. Masakan sederhana yang dapat ia buat untuk Ibunya karena bahan makanan di rumah itu juga kosong. Membuat bubur dan telor rebus sebagai pelengkapnya. "Kamu masak, Dam?" Tanya Bu Tari yang keheranan melihat putranya memasak. Pasalnya ia tahu bahwa Adam tak pernah masuk dapur, ia sendiri yang melarang kalau laki- laki memasuki dapur apalagi memasak."Iya, Ma. Adam buatkan bubur, ini buat sarapan dan buat makan siang nanti. Jangan lupa obatnya di minum ya, Ma. Adam kembali lagi nanti sore setelah bekerja," ucapnya seraya mengaduk bubur nasinya di panci. "Maaf, Ma. Adam hanya bisa buatkan bubur dan telor rebus. Bahan di kulkas hanya ini saja. Nanti Adam belanjakan kebutuhan dapur, Ma," sambung Adam kembali saat melihat Ibunya diam memperhatikannya. "Johan sudah kami hubungi, Dam?" "Johan gak bisa dihubungi, Ma. Tapi nanti Mbak Danik mau kesini. Adam sudah menghubunginya agar mau menemani Mama. Ini
"Aku kemarin bertemu dengan Mbak Santi, Mas. Ternyata Mbak Santi semakin bersinar saja. Semakin kelihatan muda tak terlihat kalau ia janda anak satu." Perkataan Mira membuatku langsung tersedak makanan yang sedang ku kunyah. Langsung aku mengambil minum dan meminumnya hingga tandas. "Kenapa sih, Mas? Kok gitu amat. Kaget atau bagaimana?" "Enggak kenapa- kenapa kok, Yank." "Kaget ya. Ya sama kalau kaget. Aku tadi juga kaget tadi, Mas. Aku jadi insurance deh deket sama Mbak Santi. Tapi wajar sih kalau dia makin cantik dan bersinar. Kan dia designer terkenal sekarang. Karya- karyanya saja udah sampai go internasional. Namanya sudah gak diragukan lagi. Hebat baget ya dia, aku aja masih gini- gini aja. Gak ada kemajuan sama sekali. Perkebunan juga masih belum ada tanda- tandanya dialihkan sama aku." "Memang Santi orangnya pintar sejak dahulu dia memang sudah bercita- cita untuk menjadi fashion designer terkenal. Hanya saja orangtuanya melarangnya, lagipula beasiswanya bukan untuk itu