Dan kini ada seorang pria yang usianya jauh diatasnya, tapi menarik perhatian gadis itu. Laki-laki itu sungguh berbeda dengan pemuda-pemuda yang dulu berpacaran dengannya. Joshua kelihatan begitu tampan, sopan, dan…matang. Kelihatannya omanya Celine memang bermaksud menjodohkan anaknya dengan diriku, duganya dalam hati. Tapi…aduh, aku takut menjalin hubungan yang serius. Aku takut menikah. Aku takut punya anak….
“Sudahlah, Man,” cetus Fanny membuyarkan lamunan gadis bermata bulat dan berambut ikal panjang itu. “Nggak usah terlalu dipikirin. Lihat saja besok gimana.”
Amanda mengangguk setuju. Iya, dilihat besok saja perkembangannya bagaimana, batinnya pasrah. Barangkali aku yang kege-eran sendiri. Siapa tahu Omanya Celine tidak benar-benar bermaksud menjodohkanku dengan anaknya.
“Jadi besok pagi kamu nemenin aku dulu menjenguk rekan kerjaku di rumah sakit, ya? Setelah itu kita makan siang sebentar terus aku mengantarkanmu ke K-Mall.”
“Ok.”
“Atau…kita makan siang di K-Mall aja. Terus turun ke lobi dan kamu kenalin aku sama Pak Joshua itu? Hehehe….”
“Hah?! Buat apa?”
“Yah, kalau kamu nggak mau sama dia, kan masih ada aku yang jomblo ini? Hahaha….”
Amanda langsung menimpuk sobatnya itu dengan bantal. Fanny balas menimpuknya dan sepasang sahabat itu kemudian tertawa-tawa geli.
***
“Miss Amanda!” seru Celine begitu melihat guru kesayangannya sudah berdiri menunggu di lobi K-Mall. Gadis kecil itu berlari dan memeluk wali kelasnya tersebut. Tak lupa diciumnya kedua pipi Amanda yang mulus.
“Hmm…, Miss Amanda harum sekali. Pakai parfum apa?”
Gurunya itu menyebutkan jenis parfum yang dipakainya. Muridnya spontan menyeletuk, “Kalau di sekolah kok nggak pakai parfum, Miss?”
Amanda jadi salah tingkah. Tak diduganya anak didiknya ini memperhatikan dirinya begitu detil. Oma Merry yang memperhatikan perubahan mimik guru cantik tersebut merasa berbunga-bunga hatinya. Dia hari ini berdandan cantik untuk anakku, batinnya percaya diri.
Joshua sendiri tampak takjub dengan penampilan Amanda. Gadis itu terlihat begitu girly mengenakan baju terusan lengan pendek yang panjangnya selutut. Kombinasi warna merah muda dan putih bajunya membuat kulit Amanda terlihat semakin cerah. Rambutnya yang ikal alami disisir sedemikian rupa sehingga wajahnya terlihat begitu manis dan segar. Aduh, gadis semenarik ini mana mau dengan duda beranak satu seperti diriku? keluh ayah Celine itu dalam hati. Umurku juga jauh lebih tua darinya. Laki-laki yang sebenarnya kelihatan lebih muda dari usianya itu jadi merasa rendah diri.
Ia tidak tahu bahwa jantung Amanda serasa hampir copot saat melihatnya. Gadis itu terpesona dengan penampilan casual ayah muridnya itu. Joshua mengenakan kaos polo berwarna biru tua dengan kombinasi warna putih di bagian dadanya. Celana pendek selutut berwarna putih yang dipakainya membuatnya kelihatan trendy. Selain itu sepatu berwarna senada dengan kaos polonya semakin menambah gaul sosoknya. Apakah penampilannya memang seperti ini kalau pergi ke mal, ya? batin Amanda ingin tahu. Kelihatan begitu keren dan…ehm…muda.
“Halo, Oma,” ujar gadis itu menyapa Oma Merry yang berjalan mendekatinya. Joshua disapanya dengan senyuman dan anggukkan ramah. Perasaan laki-laki itu bergetar melihatnya. Betapa indahnya makhluk ciptaan Tuhan ini, pujinya dalam hati.
“Miss Amanda sudah lama menunggu? Maaf ya, tadi agak lama menunggu papanya Celine. Dia bingung mau pakai baju apa.”
Joshua memelototi ibunya bagaikan hendak menelannya bulat-bulat. Oma Merry berpura-pura tidak melihat dan terus mengajak Amanda berbicara. Gadis itu merasa geli sendiri dalam hati. Kini dia merasa yakin bahwa nenek muridnya ini memang bermaksud menjodohkannya dengan ayah Celine.
“Mari, Oma. Kita naik eskalator. Butik yang saya maksud berada tiga lantai diatas lobi ini. Atau…apakah Oma lebih suka naik lift?” tanyanya sopan. Celine spontan menyela, “Naik eskalator aja ya, Oma. Nanti Celine menggandeng tangannya Miss Amanda.”
“Kalau kamu menggandeng Miss Amanda, lalu Oma digandeng siapa?” tanya Oma Merry pura-pura cemberut.
“Oma digandeng sama Papa, dong. Iya kan, Pa?”
Joshua mengangguk mengiyakan. Ia tidak peduli harus menggandeng siapa, yang penting segera menyingkir dari tempat ini. Hatinya berdebar-debar melihat dari dekat paras Amanda yang elok. Segera digamitnya lengan ibunya. Perempuan itu terpaksa menurut. Keduanya lalu berjalan di belakang Celine dan gurunya menuju eskalator.
Setelah menaiki tiga buah eskalator dan berjalan beberapa meter, Amanda lalu mengarahkan jari telunjuknya ke arah sebuah toko yang terang benderang dan memajang baju anak-anak di etalasenya. Ia berpaling ke arah Oma Merry yang berjalan bersama Joshua di belakangnya. “Itu butiknya, Oma. Gaun-gaun princess-nya memang jarang dipajang di etalase. Biasanya digantung di dalam toko.”
“Kalau begitu, saya sama Celine duluan masuk ke sana ya, Miss,” sahut Oma Merry sambil secepat kilat menggamit tangan cucunya dan mengajaknya melangkah menuju ke butik yang dimaksud.
Amanda dan Joshua terkejut sekali menyaksikan aksi gesit perempuan separuh baya itu. Mereka berdua berdiri termangu melihat Celine hampir seperti diseret oleh neneknya. “Pelan-pelan jalannya, Oma! Sakit,” teriak gadis kecil itu memprotes.
Oma Merry yang kasihan terhadap cucunya akhirnya memperlambat langkahnya. Yang penting aku sudah aman bersama Celine sekarang, ujarnya dalam hati. Langkah selanjutnya tergantung dirimu, Joshua. Jangan sampai kau kehilangan gadis baik itu. Mama bisa merasakan bahwa dia juga menyukaimu.
Amanda yang ditinggal berdua saja dengan Joshua bingung harus bagaimana. Laki-laki yang jauh lebih dewasa itu kemudian mengajaknya bicara duluan, “Ehm...maafkan mama saya, Miss. Beliau orangnya memang suka terburu nafsu. Begitu menemukan apa yang dicarinya, sudah tidak dapat menahan diri lagi.”
Sang guru cantik tersenyum memaklumi. Aduh, manis sekali senyumannya. Hatiku mau rontok rasanya, cetus Joshua dalam hati.
“Mari kita jalan ke sana, Pak.”
“Oh, iya. Ayo, Miss.”
Keduanya lalu berjalan beriringan menyusul Celine dan neneknya. Sesampainya di butik tersebut, Joshua membuka pintu kaca dan dengan gentleman mempersilakan wali kelas anaknya itu masuk terlebih dahulu. Amanda mengucapkan terima kasih dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko. Pandangannya menerawang ke segenap penjuru mencari-cari sosok Celine dan Oma Merry.
“Ada yang bisa dibantu, Bu?” tanya pelayan toko ramah.
“Tadi ada anak perempuan masuk kemari bersama neneknya. Mereka mencari gaun princess Belle yang berwarna kuning. Dimana mereka sekarang ya, Mbak?”
“Oh, mereka sudah berada di kamar ganti, Bu. Mari saya antar.”
“Terima kasih.”
Amanda dan Joshua berjalan mengikuti pelayan butik itu menuju ke kamar ganti. Pelayan tersebut mengetuk pintu kamar itu pelan dan berkata sopan, “Maaf, Bu. Ini ada orang mencari Ibu.”
“Iya. Sebentar, Mbak. Saya masih bantuin cucu saya memakai gaun ini.”
Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan keluarlah Oma Merry dan Celine yang sudah memakai gaun princess idamannya.
“Gimana, Miss? Bagus, nggak?” tanya Celine dengan sorot mata berbinar-binar. Dia kelihatan senang sekali memakai gaun panjang yang sangat lebar dan berwarna kuning cerah itu.
“Bagus sekali, Celine. Cuma sepertinya agak kepanjangan, ya?” komentar Amanda seraya membungkukkan badannya dan memeriksa bagian bawah gaun tersebut.“Bisa kami pendekkan kalau mau, Bu. Cuma mesti menunggu sekitar tiga jam karena harus antri dengan pesanan-pesanan sebelumnya. Bagaimana, Bu?” tanya pelayan toko itu kepada Amanda.Yang ditanya mengalihkan pandangannya kepada Oma Merry untuk meminta pendapat. Oma Merry mengangguk dan menjawab lugas, “Baiklah, Mbak. Tolong dipendekkan yang rapi, ya. Tapi jangan dipotong kainnya. Supaya nanti masih bisa dipakai cucu saya waktu lebih tinggi lagi badannya.”“Baiklah, Bu. Saya ukur dulu ya, mau dipendekkan seberapa.”&
Berarti kamu sekarang berusia dua puluh lima tahun. Dua belas tahun lebih muda dariku. Aduh, mana mau dia sama laki-laki setua aku ini? pikir Joshua minder.Selanjutnya percakapan mereka terjeda oleh kedatangan seorang pelayan yang membawakan pesanan Joshua. Sepiring gado-gado, sepiring rujak manis, dan segelas besar teh tawar hangat. Laki-laki itu mengucapkan terima kasih dan pelayan itu pun pergi meninggalkan mereka berdua.“Saya makan dulu gado-gadonya ya, Miss. Rujak manisnya saya pesan buat Miss Amanda, lho. Silakan dinikmati.”Amanda yang merasa sungkan terpaksa menikmati serpiring buah-buahan yang diberi bumbu gula merah itu.
“What?! Jadi kemarin kalian berdua balik lagi ke K-Mall?” pekik Fanny terkejut. Ia sedang tidur-tiduran santai di kamar Amanda.Lawan bicaranya mengangguk mengiyakan. Ia tersipu malu.“Soalnya tiket nonton di tempat lain sudah sold out. Kan Pak Joshua belinya dadakan di aplikasi.”“Jam berapa nontonnya?”“Jam sembilan malam.”“Heh?! Kok nggak beli tiket yang mainnya lebih awal?”“Nggak nutut. Sampai K-Mall lagi aja ja
Amanda bergidik mendengarkan pengakuan laki-laki itu. Rupanya apa yang terlihat di depan itu seringkali menipu, cetusnya dalam hati. Pria yang begitu baik, sopan, dan dewasa di depanku selama ini ternyata mempunyai masa lalu yang kelam. Kasihan sekali almarhumah istrinya.Joshua yang melihat pasangannya diam saja kembali melanjutkan pengungkapan masa lalunya. “Sonya kuperlakukan dengan tidak manusiawi. Aku memang tak pernah menyakitinya secara fisik, tetapi batinnya kusiksa dengan kata-kata yang kasar dan penuh cemooh. Dia juga tahu aku tidur dengan banyak wanita. Hal itu membuat dirinya sangat tersiksa. Lambat-laun hubungan kami merenggang dan seperti orang asing. Tak ada lagi kegembiraan, pertengkaran, maupun tangisan….”Amanda yang mulai tidak tahan mendengar cerita memilukan itu langsung menyela
Suasana menjadi hening seketika. Baik Joshua maupun Amanda sibuk bergumul dengan pikiran masing-masing. Walaupun pengakuanku tadi berisiko membuatku kehilangan gadis ini untuk selama-lamanya, tapi hatiku jadi terasa lega, batin Joshua puas. Seakan-akan beban yang menghimpit dalam dadaku selama ini berkurang banyak. Kejujuran memang bagaikan dua sisi mata uang. Bisa menimbulkan kebaikan sekaligus keburukkan dalam waktu yang sama. Apapun keputusan Amanda, aku sudah pasrah, pikir laki-laki tampan itu berbesar hati.“Bagaimana, Manda?” tanya Joshua penuh penantian.“Bagaimana apanya, Mas?” balas gadis pujaannya pura-pura bego.Ayah Celine itu tersenyum simpul. Masa dia tak mengerti maksud pertanyaanku tadi? pikirnya ge
Gadis ceria itu menanggapi dengan santai, “Nggak apa-apa, Mas. Aku juga sudah tiga tahun bekerja di sana. Sudah waktunya mencari-cari pengalaman di sekolah lain mumpung masih muda. Lagipula aku juga mempunyai beberapa murid les privat, kok. Penghasilannya bisa menutupi keuanganku jika nanti agak lama memperoleh pekerjaan baru.” “Apakah kamu tidak mau membantuku bekerja di perusahaanku saja, Manda?”Gadis itu menggeleng ringan. “Menjadi seorang guru TK itu sudah menjadi bagian dalam hidupku, Mas. Itulah jati diriku yang sesungguhnya. Barangkali minggu depan aku sudah siap untuk menceritakan alasannya kepadamu. Itu pelayan sudah berjalan kemari untuk mengembalikan kartu kreditmu. Abis itu kita pulang, yuk.”Laki-laki di hadapannya meng
Amanda dengan gemas langsung mencubit hidung Fanny. Sahabatnya yang sedang lengah itu spontan berteriak lebay, “Auwww! Sakit sekali, Bu Guru!”“Seri, dong! Hahaha….”Kedua gadis itu tertawa terbahak-bahak. Fanny yang masih penasaran lalu meminta sahabatnya menceritakan secara detil proses jadiannya dengan Joshua kemarin malam. Amanda yang memang sering curhat pada gadis ini tak segan-segan membeberkan semuanya.“Hmm…,” gumam gadis berambut keriting itu setelah teman akrabnya selesai bercerita. Dahinya berkerut seperti sedang berpikir keras.“Kamu sudah mempertimbangkannya matang-matang, Man?”“Apanya?”
Hari Kamis sore Amanda menumpang mobil travel menuju ke Malang, kota kelahirannya. Dulu dibutuhkan waktu sekitar tiga jam dari kota Surabaya menuju Malang dengan mobil. Sekarang sudah ada jalan tol yang mempercepat perjalanan tersebut menjadi sejam saja. Namun karena harus menurunkan penumpang satu per satu ke tempat tujuan masing-masing, baru setengah jam kemudian gadis itu sampai di rumahnya.Seorang pembantu muda berlari-lari kecil membuka pintu pagar rumah yang berwarna coklat tua setelah Amanda membunyikan bel. Hmm…, pembantu baru lagi, gumam gadis itu dalam hati. Rita, ibunya memang cerewet sekali dan perfeksionis. Tak heran banyak pembantu yang tak bertahan lama bekerja di rumahnya. Padahal ukuran rumah tersebut tidak terlalu besar. Hanya terdiri dari satu lantai dengan empat kamar tidur dan satu kamar pembantu. Halaman depannya memang luas sebagaimana rumah lama pada umumnya. Namun halama