Beranda / Romansa / Amanda / Pendekatan

Share

Pendekatan

Berarti kamu sekarang berusia dua puluh lima tahun. Dua belas tahun lebih muda dariku. Aduh, mana mau dia sama laki-laki setua aku ini? pikir Joshua minder.

           

Selanjutnya percakapan mereka terjeda oleh kedatangan seorang pelayan yang  membawakan pesanan Joshua. Sepiring gado-gado, sepiring rujak manis, dan segelas besar teh tawar hangat. Laki-laki itu mengucapkan terima kasih dan pelayan itu pun pergi meninggalkan mereka berdua.

           

“Saya makan dulu gado-gadonya ya, Miss. Rujak manisnya saya pesan buat Miss Amanda, lho. Silakan dinikmati.”

           

Amanda yang merasa sungkan terpaksa menikmati serpiring buah-buahan yang diberi bumbu gula merah itu.

           

“Maaf, Miss. Saya nggak tahu Miss Amanda suka pedas atau tidak. Jadi saya pesankan yang tidak pedas saja. Setahu saya orang Malang suka makanan manis. Kalau orang Surabaya seperti saya rata-rata suka asin.”

           

“Hehehe…, saya sudah lama tinggal di Surabaya ini, Pak. Jadi rasa asin maupun manis saya suka.”

           

“Kalau pedas?”

           

“Juara, Pak. Hahaha….”

           

“Wah, saya juga suka pedas lho, Miss. Ini gado-gadonya saya minta sambal banyak sekali.”

           

“Nggak takut sakit perut, Pak?”

           

“Sudah biasa, Miss. Kalau nggak makan pedas rasanya ada yang kurang.”

           

Amanda tergelak mendengar penuturan laki-laki di hadapannya. Tanpa terasa mereka berdua makan dengan nikmatnya sambil mengobrol dengan akrab layaknya orang yang sudah lama saling mengenal.

           

Oma Merry memperhatikan keduanya dari kejauhan dan tersenyum lega. Terima kasih Tuhan, masih Kau beri aku kesempatan untuk melihat tawa renyah putraku. Dia kelihatan bahagia sekali berduaan dengan gadis yang baik hati itu. Semoga mereka berdua Kau berikan jalan untuk bersatu….Amin.

***

Tak terasa waktu berlalu dan gaun Celine sudah selesai dipendekkan. Keempat orang tersebut memutuskan untuk pulang dan lagi-lagi Oma Merry menjalankan rencananya.

           

“Josh, tolong antarkan Mama dan Celine pulang dulu. Setelah itu kamu antarkan Miss Amanda pulang ke kos-nya. Nggak apa-apa ya Miss, saya pulang duluan? Perut saya agak nyeri soalnya. Mau langsung minum obat di rumah.”

           

Amanda yang duduk di sebelah Oma Merry di jok belakang mobil mau tidak mau menganggukkan kepalanya. Apa boleh buat? Aku kan cuma menumpang pulang. Diantarkan duluan atau terakhir ya terserah saja, batinnya pasrah. Tanpa sengaja pandangannya terarah pada kaca spion di depannya. Jantungnya berdegup kencang ketika dilihatnya Joshua sedang memperhatikan dirinya melalui kaca spion itu. Gadis itu buru-buru mengalihkan pandangannya pada pemandangan jalan yang dilewati mobil tersebut.

           

Akhirnya sampailah mobil itu di depan sebuah rumah berlantai dua dan bergaya minimalis. Amanda baru pertama kali melihatnya. Dia menyukai tampak depan bangunan tersebut yang bernuansa serba putih. Terlihat begitu bersih dan adem. Joshua menekan sebuah remote control berukuran kecil.

           

Tak lama kemudian seorang pembantu rumah tangga yang masih muda muncul berlari-lari kecil dan membukakan pagar tinggi yang berwarna putih. Mobil berwarna silver itu lalu meluncur melewati pagar yang sudah terbuka lebar dan berhenti di depan teras rumah.

           

“Mampir dulu ke rumah saya, Miss,” ajak Oma Merry ramah.

           

“Oh, lain kali saja, Oma. Saya lihat Celine udah capek. Dia sudah menguap dari tadi,” tolak Amanda sopan. Muridnya itu memang kelihatan sudah mengantuk.

           

“Oma, Celine mau langsung bobo. Ngantuk sekali.”

           

“Iya, iya. Ayo keluar dulu. Papa mau antar Miss Amanda pulang.”

           

“Dadah, Papa. Dadah, Miss Amanda. Hati-hati di jalan.”

           

“Dadah, Celine,” balas Amanda riang.

           

Miss Amanda pindah duduk di depan, ya. Kasihan Papa sendirian,” ucap Celine polos.

           

Aduh, mati aku! keluh gurunya dalam hati. Tapi yaaa…, secara etika sih, memang aku harus duduk di depan. Papanya Celine kan bukan sopirku.

           

Gadis itu mengangguk dan tersenyum manis untuk menyembunyikan perasaan canggungnya. Dia keluar dari dalam mobil lalu berpamitan kepada Celine dan neneknya. Selanjutnya ia menggantikan anak didiknya duduk di sebelah Joshua.

           

Beberapa saat kemudian mobil itu melaju meninggalkan rumah itu diikuti oleh lambaian tangan Oma Merry dan cucunya. Wajah nenek Celine berseri-seri seolah-olah yakin bahwa tak lama lagi gadis pilihannya itu akan menjadi bagian dari anggota keluarganya.

***

Selama dalam perjalanan Joshua mengajak gadis di sampingnya berbicara tentang berbagai hal. Mereka berbincang-bincang tentang hobi, film kesukaan, makanan favorit, impian yang belum tercapai, dan lain sebagainya. Makin lama ayah Celine itu makin merasa nyaman dengan keberadaan gadis di sebelahnya yang begitu ramah, terbuka, humoris, dan bisa menimpali ucapan-ucapannya dengan tepat.

           

Tak jarang mereka berdua tertawa terbahak-bahak karena merasa lucu dengan gurauan yang dicetuskan oleh lawan bicaranya. Gadis semenarik ini mana mungkin belum mempunyai pacar? pikir Joshua penuh tanda tanya. Aku harus memberanikan diri untuk menanyakannya. Jangan sampai aku mendekati perempuan yang sudah menjadi milik orang lain.

           

Miss….”

           

“Iya, Pak?”

           

“Akhir pekan begini Miss kok nggak ada acara pergi ke mana-mana?”

           

“Kan tadi sudah pergi ke mal untuk mencari gaun ulang tahun Celine, Pak.”

           

“Bukan. Maksud saya…ehm…nanti ini kan malam Minggu, apa nggak ada rencana pergi sama pacar…?”

           

Amanda terdiam seketika. Waduh, penyelidikan sudah dimulai rupanya, batinnya was-was. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.

           

“Maafkan saya ya, Miss, kalau pertanyaan saya terlalu menjurus….”

           

Amanda tersenyum kikuk. Joshua berusaha menjelaskan dengan hati-hati, “Sekali lagi maafkan saya, Miss Amanda. Barangkali pertanyaan saya tadi tidak pada tempatnya.”

           

“Saya belum punya pacar, Pak Joshua.”

           

Laki-laki itu terkesiap mendengar pernyataan lugas gadis itu. Hatinya mendadak berbunga-bunga. Berarti aku masih mempunyai harapan, soraknya dalam hati.

           

“Oh, kalau begitu…habis ini Miss Amanda nggak ngapa-ngapain di kos?”

           

Giliran Amanda yang terperanjat mendengar pertanyaan berani orang tua muridnya ini. Dia tak sanggup memandang pria yang sedang menyetir di sebelahnya. Apa dia mau mengajakku kencan? tanya gadis cantik itu dalam hati. Dadanya berdebar-debar. Tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa dialiri hawa panas. Aduh, kok rasanya aku sudah jatuh hati ya,  pada ayah muridku ini,  keluhnya dalam hati.

           

Joshua yang sejak tadi diam-diam melirik ke arah Amanda tertawa dalam hati. Dia tampak gugup, komentarnya dalam hati melihat sikap guru anaknya tersebut. Wajahnya memerah bagaikan kepiting rebus. Kalau sudah begini, kuterjang saja sekalian, tekad pria itu bulat.

           

Tiba-tiba dia menghentikan mobilnya di tepi jalan. Amanda terkejut. Lho, kenapa berhenti? Aku mau diapakan ini? pikirnya panik.

           

Miss, daripada nggak ngapa-ngapain di kos, gimana kalau kita nonton film saja? Miss Amanda tadi kan cerita ngefans sama Leonardo Di Caprio dan ingin menonton filmnya yang terbaru. Gimana kalau saya sekarang cek di aplikasi, film itu main di gedung bioskop mana? Lalu kita langsung meluncur ke sana, mumpung masih belum gelap.”

          

Amanda yang sejatinya menaruh hati pada Joshua hanya bisa mengangguk saja mengiyakan. Hati pria itu luar biasa senang. Diperiksanya aplikasi tiket online pada ponselnya dan dipilihnya jam tayang yang agak larut sehingga dia bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan gadis idaman hatinya itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status