Segerombolan serigala berlari cepat melintasi hutan, setiap langkahnya meninggalkan jejak di tanah. Satu serigala berlari paling depan, fisiknya yang dua kali lebih besar menunjukkan jika ia adalah pemimpin kawanan itu. Tubuhnya berwarna hitam, kontras dengan serigala abu-abu di belakangnya.
Lari serigala itu semakin cepat, apalagi sesuatu yang mereka kejar terlihat mulai melambat, tidak sulit menemukan apa yang mereka kejar karena sosok itu terus meninggalkan jejak berupa noda darah di tanah hutan yang lembab ini.
Brak.
Sesuatu yang mereka kejar akhirnya roboh juga, sang pemimpin kawanan serigala itu maju lebih dulu. Untuk melihat sesuatu yang telah mengganggu kenyamanannya itu.
"Argh." Sosok itu merintih, tubuhnya seperti manusia tapi bukan manusia mengigat ia memiliki taring di mulutnya dan cakar yang tajam. Ditambah dengan kepalanya yang terlihat seperti kepala serigala.
Auuu
Sang pemimpi kawanan serigala itu melolong, menunjukan jika mereka berhasil mendapatkan buruan mereka, buruan yang saat ini terlihat sangat tidak berdaya. Perlahan serigala itu mendekati ke arah makhluk bertaring itu dengan suara seperti patahan tulang yang ia hasilkan dari dalam tubuhnya. Hingga beberapa saat kemudian ia menjadi manusia utuh. Dia seorang Werewolf.
"Ck, Rogue gagal, tapi ingin mencoba menyerang pack," katanya. Perlahan ia berjongkok lalu mencengkram leher Rogue di depannya itu, sangat kuat hingga Rogue itu menendang-nendang karena kesulitan bernafas.
Sedangkan Werewolf lain hanya menatap Alpha-nya itu memberi Rogue pelajaran, ah, bukan pelajaran, tapi mempertemukan Rogue itu dengan kematian. Beberapa detik setelahnya, tidak ada lagi perlawanan dari Rogue itu. Ia telah tewas. Sang Alpha menarik tangannya lalu menatap jejak cengkramannya di leher Rogue itu.
"Cih, lemah." Dengan sekali tebasan dengan kukunya, dada Rogue itu robek. Darah bercucuran dari sana.
"Kita kembali ke pack." Kemudian dalam sekejap sang Alpha berubah menjadi serigala lagi, ia berlari lebih dahulu di susul oleh warrior yang setia mengikuti di belakangnya.
"Baik, Alpha Dedrick."
Mereka kembali berlari, serigala yang berjumlah 5 ekor itu kembali melintasi hutan yang hanya diterangi oleh cahaya bulan purnama. Bayangan mereka mengikuti seiring dengan gerakannya di hutan itu.
Srett.
Serigala paling besar di antara kawanan itu berhenti, hidungnya terlihat bergerak mengendus sesuatu. Sesuatu yang berbau sangat aneh menurutnya, tapi entah kenapa ia menyukai aroma ini.
"Ada apa, Alpha?" Salah satu serigala di belakangnya bertanya melalui mindlink, serigala dengan postur lebih kecil dengan warna abu-abu.
Dedrick hanya diam, tidak menjawab pertanyaan dari sang Beta. Ia terlalu sibuk mengendus sesuatu yang membuat seluruh tubuhnya perlahan berbelok dari arah seharusnya. "Bau apa ini?" tanya Dedrick.
Tidak lama kemudian sebuah suara dari kepalanya menjawab. "Ini berbau seperti bunga?"
"Aku tidak pernah menyukai bunga, tapi kenapa bau ini membuat kita tertarik?" tanyanya lagi kepada suara di kepalanya itu.
"Entahlah, kita ikuti saja aroma ini."
Serigala besar berwarna hitam itu melangkah dengan lambat, hidungnya mengendus-endus tanah hingga ia mencium aroma itu semakin kuat. Aroma yang membuatnya ingin menciumnya lagi dan lagi. Perlahan Dedrick dengan wujud serigalanya itu mengangkat kepalanya hingga ia melihat seseorang terbaring di sana.
Orang itu menatapnya dengan pandangan putus asa, Dedrick mendengar perkataan gadis itu sebelum akhirnya punggung si gadis tertimpa cabang pohon yang telah lapuk.
Brukk
~~~
Pusing
Lemas
Hal itulah yang Diana rasakan, ia membuka matanya dan menemukan dirinya tengah tengkurap di atas tanah. Diana hanya bisa menatap ke satu arah mengingat ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, semua persendian tubuhnya seolah sudah copot dari tempat asalnya.
"Apakah aku sudah mati?" gumamnya pelan. Hal yang dilihatnya dalam posisi miring seperti ini hanyalah pohon-pohon lebat dan semak-semak. Beberapa dedaunan itu terkena sinar bulan. "Apakah aku sudah di alam baka?" tanyanya lagi.
Diana menarik nafasnya perlahan dan membuangnya. "Aku tidak bisa bergerak." Diana merasakan punggungnya sakit, terlebih kakinya.
Diana mencoba menggerakkan tangannya. Berhasil. Ia bisa menggerakkan tangan kanannya meski terasa sakit. "Sial. Aku belum mati." Diana mengumpat. Percobaan bunuh dirinya gagal. Padahal ia sudah sangat yakin akan mati mengingat ia melompat ke dalam jurang yang dasarnya saja tidak bisa ia lihat.
Diana menatap pohon-pohon yang berada di depan matanya, rasanya aneh sekali. Pohon itu sama seperti yang biasa lihat, hanya saja terasa aneh untuknya. "Aku tidak peduli, semoga saja ada hewan buas yang memakan tubuhku." Diana bergumam lagi dengan lancar, meski tubuhnya terasa lemah, tapi mulutnya terasa sangat enteng.
"Lebih baik di makan hewan buas dari pada dijadikan jalang." Diana menutup matanya.
Auuu
Dengan cepat Diana membuka matanya lagi, sorot matanya terlihat sangat was-was. Ia menatap sekitarnya yang mampu ia pindai, tapi ia tidak menemukan apa-apa selain pepohonan dan tanah hutan yang tertimpa cahaya purnama.
Hei, Diana, bukankah kau sudah pasrah? Kata-kata yang keluar dari otak Diana sekolah mengejeknya. Mengejeknya yang ingin mati tapi masih ingin hidup. Diana bimbang atas dirinya sendiri.
"Serigala ... Aku akan mati karena serigala."
Suara hentakan kaki yang terburu-buru semakin membuat Diana meringis, serigala itu akan datang dan memangsanya. Diana masih diam hingga ia melihat seekor serigala besar di hadapannya, seketika Diana menangis. "Sialan. Aku masih ingin hidup."
Diana menatap serigala itu dengan mata yang berair, semoga saja serigala itu melewatkan dirinya dan mencari mangsa lain. Namun, harapan Diana sepertinya tidak terkabul karena empat serigala lainnya juga datang. Sekarang total ada lima serigala di hadapannya. Pupus sudah harapan Diana.
"Mereka akan berpesta ... Aku pasti akan mati jadi santapan mereka. Tuhan, jika aku mati sekarang, kumohon jangan pertemukan aku dengan orang tuaku." Diana menutup mata.
Bruk
Seketika Diana pingsan ketika batang kayu yang cukup besar menimpa punggungnya.
Dedrick yang melihat itu memutuskan untuk mendekati gadis yang tidak di kenal itu, baunya semakin pekat seiring langkahnya mendekati tubuh gadis yang tidak berdaya itu. Gadis yang telah masuk dalam wilayahnya.
"Kalian mencium sesuatu? Seperti aroma bunga?" Tanpa menoleh, Dedrick bertanya pada warrior dan Beta yang ada di belakang. Pandangannya menatap tubuh gadis yang terhimpit cabang pohon itu.
Para warrior di sana menggeleng, mereka tidak mencium apa-apa. "Tidak Alpha, kami tidak mencium aroma apapun."
"Kalau kau, Adam?" tanya Dedrick lagi pada sang Beta.
Adam menggeleng. Sama seperti para warrior, ia tidak mencium aroma apapun. "Tidak, Alpha. Saya juga tidak ada mencium ada aroma di sini."
Dedrick berpikir keras, kenapa gadis yang tidak sadarkan diri ini mengeluarkan sebuah aroma yang tidak bisa di cium oleh Werewolf lain selain dirinya?
"Hei, David. Apa hidung kita bermasalah?" tanya Dedrick pada suara di kepalanya. Suara yang sudah ada sejak ia berumur 17 tahun. Dia adalah sisi Wolf-nya yang bernama David.
"Kita masih muda, tidak mungkin hidung kita bermasalah. Jangan bercanda." David menjawab.
Kemudian Serigala yang besar itu perlahan menimbulkan suara seperti tulang patah lagi hingga ia berubah menjadi manusia, tubuhnya tinggi dan dan berotot. Tubuh sempurna yang ia dapatkan dari hasil latihan dan pertarungan.
Dedrick mendekati Diana yang tidak sadarkan diri itu kemudian ia menyingkirkan cabang pohon lapuk yang menimpa gadis itu.
"Kita bawa dia ke Pack."
Lagi-lagi ketika Diana bangun, ia mendapati tubuhnya terasa lemas. Selain itu, ia juga merasakan sakit pada punggungnya, seperti tertimpa sesuatu yang sangat berat. Diana membuka matanya perlahan, manik abu-abunya memindai keadaan sekitar. Sepi.Hanya dengan memperhatikan dinding di depannya Diana tahu jika ia dalam posisi duduk, ia dapat merasakan pinggulnya sedikit pegal dengan punggung yang terasa sakit setiap bersentuhan dengan dinding. "Ugh ... Sakit sekali," gumamnya lemah.Diana memperbaiki posisi duduknya agar punggungnya tidak terasa lebih ngilu, rambut pirangnya kusut. Diana mengabaikannya. Ia harus menenangkan rasa sakit ini dulu.SretDiana berhasil memperbaiki posisi duduknya, Diana diam sejenak seperti tengah mencoba mengingat sesuatu. "Astaga!" Spontan saja Diana terlonjak ketika semua ingatannya kembali masuk bersamaan ke dalam otaknya. Seperti air yang ditumpahkan dari dalam ember. Ingatan itu meras
Ketika gadis itu masuk, bau bunga langsung memenuhi ruangan ini. Bau yang membuat Dedrick betah untuk lama-lama menghirupnya. Namun, Dedrick tetap mempertahankan tatapan tajamnya, di mulai ketika gadis berambut pirang kusut itu masuk ke dalam ruangan interogasi ini.Dedrick menatap tajam Diana, gadis itu balas menatapnya, dari sini Dedrick dapat melihat warna mata gadis itu. Abu-abu persis seperti dirinya."Siapa kau?" Dedrick membuka suara. Suara berat dan terdengar sangat jantan.Diana meneguk ludah, bahkan suara pria itu saja sudah membuatnya gugup. Diana menatap pria yang menjemputnya ke ruangan tadi, tapi pria itu hanya menatap lurus ke depan."Diana, namaku Diana."Dedrick mengepalkan tangannya ketika sebuah perasaan aneh menelusup begitu saja ke dalam dadanya. Gadis ini, masih menjadi misteri. Suara gadis itu telah membuat sebuah perasaan aneh mendatanginya ditambah bau bunga yang mengu
Dedrick mengangkat kembali cakarnya, perlahan ia mengayunkannya ke arah Diana yang menutup mata.CrashDedrick terengah-engah, tangannya bergetar. Ditatapnya tembok yang berjejak akibat kukunya yang tajam. Ya, Dedrick baru saja mencakar tembok. Pandangan Dedrick beralih menatap Diana, gadis itu masih menutup mata. Dedrick menggeleng, tidak mengerti akan dirinya sendiri. Ia merasa tidak sanggup membunuh gadis yang mengeluarkan aroma wangi bunga di depannya ini.Diana membuka mata, ia tidak bermimpi. Ia masih hidup. Diana mendongak menatap Dedrick yang juga menatapnya. Dengan posisi seperti ini Diana bisa melihat wajah Dedrick dengan jelas, wajah tampan dengan garis rahang yang tegas.Diana tidak tahu apakah ia harus bersyukur atau tidak, yang pasti sekarang Diana merasa sangat lega. Setidaknya untuk saat ini.Dedrick berjongkok lalu mencengkram dagu Diana. "Kau ... Apa yang kau lakukan kepadaku?" tanyanya tajam, mengabaikannya rasa kejut ketik
"Benar-benar makhluk lemah." Dedrick menggelengkan kepalanya ketika selesai membaca buku yang beberapa jam lalu Adam berikan kepalanya. Buku yang menjelaskan semua tentang manusia. Hari semakin larut, tapi Dedrick tidak juga tidur. Ia masih tenggelam dalam buku yang ia baca.Dedrick nyaris membalik satu halaman lagi jika saja ia tidak mendapatkan mindlink dari Adam yang mengatakan jika ada penyerangan di perbatasan utara Pack. "Bagaimana keadaan di sana?""Gamma Collin tengah berjaga di sana, tapi Rogue di sana lebih banyak. Mereka berhasil mengalahkan beberapa warrior kita." Suara Adam terdengar, menjelaskan situasi yang ia peroleh dari bawahannya.Dedrick mendecih seraya bangkit, kemudian ia berlari keluar dari perpustakaan. "Siapkan pasukan, untuk sementara kirim warrior yang berjaga di bukit ke sana."Ada satu bukit yang terletak tidak jauh dari perbatasan utara Diamond Pack, Dedrick sengaja menyuruh warrior di sana untuk berjaga-jaga seka
Diana mungkin saja terus terlelap jika saja suara geraman beserta dengusan itu tidak masuk ke dalam pendengarannya. Mau tidak mau Diana harus membuka matanya meski ia merasa sangat mengantuk dan lelah."Grhh ...."Spontan saja Diana duduk seraya menjauh dari makhluk di depannya. Diana tidak salah lihat, makhluk di depannya adalah orang sekarat semalam, bedanya orang ini telah sadar, ia memiliki mata berwarna kuning menyala. Seperti serigala. Tidak lupa taring dan kuku yang memanjang.Diana meneguk ludahnya, orang di depannya ini menatapnya bagaikan Diana adalah mangsa yang siap di santap kapan saja. Lagi-lagi Diana merasakan ngeri, bulu kuduknya merinding."A-anu .... Aku, aku." Diana tidak tahu harus berkata apa, lihatlah dirinya sekarang ini. Tidak berdaya. "K-kau sudah sembuh?" Diana menunjuk dada kanan pria itu yang masih terbalut oleh kain yang Diana ikatkan semalam.Pria itu mengikuti arah tunjuk Diana, menyadari jika luka di dadanya diikat.
Ada setitik rasa mengganjal di hati Dedrick ketika melihat gadis manusia itu duduk bersebelahan dengan Rogue yang semalam mereka tangkap. Mereka terlihat akrab. Cukup aneh. Namun, Dedrick memilih untuk mengabaikannya."Bawa mereka ke luar." Dedrick memberikan perintah kepada dua warrior yang berada di belakangnya, dan warrior itu dengan sigap mematuhi.Diana hanya menatap bingung hingga ia melihat bagaimana Henry di bawa terlebih dahulu. Diana menatap Dedrick, pria itu balas menatapnya dengan tajam. Diana merinding dibuatnya."Sial." Baik Diana, Dedrick, maupun Adam dapat mendengar umpatan dari Henry. Hanya saja Diana tidak tahu yang harus ia lakukan selain berdiri dengan rasa takutnya."Bawa gadis ini juga." Setelah mengatakan itu Dedrick berbalik dan pergi dengan Collin, menuju ruangan selanjutnya. Diam-diam Dedrick mengepalkan tangannya lagi. Semerbak bunga itu sangat mengganggunya."Ikuti aku," kata Adam. Diana tidak menjawab, ia hanya me
Jantung berdebar kuat, peluh dingin menetes, dan nafas yang cepat. Hal itu terjadi pada Diana. Gadis itu menatap warrior yang bersiap akan melawannya. Dengan kecepatan yang dimilikinya warrior itu berlari ke arah Diana seraya bersiap mencakarnya.Dedrick memang bilang warrior Iyo memakai tangan kosong, tapi Diana tidak lupa jika Werewolf itu memiliki cakar yang cukup panjang.Diana menghindar.Dedrick menatap pertandingan itu dengan tatapan tertarik, ia sangat penasaran bagaimana makhluk lemah itu bertahan. "Apa hanya itu yang dapat dilakukan manusia?" gumam Dedrick.Adam yang berada di samping Alpha-nya tidak menjawab. Ia hanya menatap sang Alpha yang memusatkan perhatiannya pada arena duel itu.Entahlah. Batin Adam.Ketika cakar itu diayunkan ke arahnya, Diana lagi-lagi menghindar dengan cara berjongkok. Apa memangnya yang bisa ia lakukan, apakah ia harus menyerang balik? Diana sendiri tidak yakin."Apa kau hanya terus menghindar?"
Diana mengerang karena rasa sakit yang tiba-tiba saja mendera tubuhnya, ia baru saja sadar tapi rasa sakit itu berlomba-lomba menghantam tubuhnya. Sakit sekali hingga Diana tidak mampu membuka matanya.Adam yang sejak tadi berada di dalam ruangan ini menatap Diana cemas karena erangan Diana yang cukup keras, ia yakin manusia perempuan yang terbaring di ranjang itu sangat kesakitan. Apalagi Adam melihat jelas bagaimana Diana melawan warrior tadi."Bagaimana keadaannya?" tanya Adam, tabib yang duduk di sisi ranjang Diana hanya menghela napas."Kondisinya sangat tidak baik, aku juga baru pertama kali menemukan yang seperti ini. Padahal ini hanyalah luka biasa. Werewolf umumnya pasti akan cepat sembuh. Namun, karena ia manusia, pasti ini sangat menyakitkan untuknya."Tabib itu menatap Diana lagi. "Rusuknya juga patah, ini memerlukan proses penyembuhan yang lumayan lama."Adam diam lalu ia membiarkan tabib itu keluar dari sana, pandangan Adama beralih p