Ada setitik rasa mengganjal di hati Dedrick ketika melihat gadis manusia itu duduk bersebelahan dengan Rogue yang semalam mereka tangkap. Mereka terlihat akrab. Cukup aneh. Namun, Dedrick memilih untuk mengabaikannya.
"Bawa mereka ke luar." Dedrick memberikan perintah kepada dua warrior yang berada di belakangnya, dan warrior itu dengan sigap mematuhi.
Diana hanya menatap bingung hingga ia melihat bagaimana Henry di bawa terlebih dahulu. Diana menatap Dedrick, pria itu balas menatapnya dengan tajam. Diana merinding dibuatnya.
"Sial." Baik Diana, Dedrick, maupun Adam dapat mendengar umpatan dari Henry. Hanya saja Diana tidak tahu yang harus ia lakukan selain berdiri dengan rasa takutnya.
"Bawa gadis ini juga." Setelah mengatakan itu Dedrick berbalik dan pergi dengan Collin, menuju ruangan selanjutnya. Diam-diam Dedrick mengepalkan tangannya lagi. Semerbak bunga itu sangat mengganggunya.
"Ikuti aku," kata Adam. Diana tidak menjawab, ia hanya mengekor.
Sebenarnya Diana cukup bersyukur, pria yang berjalan di depannya cukup memperlakukannya dengan baik. Adam, pria itu tidak memakai warrior untuk membawanya. Tidak memakai kekerasan seperti yang dilakukannya kepada Henry, dan tentu saja tidak menatapnya tajam seperti yang dilakukan oleh pemimpinya.
"Adam, apakah pemimpinmu bernama Alpha?" tanya Diana.
"Bukan, itu adalah julukan untuk pemimpin kami." Adam masih melangkahkan kakinya keluar, berlawanan arah dengan sang Alpha yang semakin masuk ke dalam ruang bawah tanah. Sedangkan ia diperintahkan untuk membawa gadis ini keluar.
Diana membuka mulutnya, ternyata itu adalah julukan. "Apakah Alpha itu pemimpin tertinggi, atau masih ada di atasnya?" tanya Diana lagi.
"Tidak, Alpha adalah pemimpin paling tinggi di sini."
Diana manggut-manggut mengerti. Jadi seperti itu. Sebenarnya ia pernah mendengar tentang Werewolf dan sebagainya. Tapi, ia tidak terlalu mempedulikannya. Diana tidak tertarik akan hal-hal seperti itu. Hal yang ia hanya anggap sebagai mitos.
"Siapa nama asli Alpha itu?" Diana tahu ini sedikit lancang, tapi Diana benar-benar ingin tahu nama pria yang selalu menatapnya tajam itu.
"Nama beliau adalah Alpha Dedrick Caldwell. Pemimpin terkuat di sini." Adam terus melangkah hingga ia dan Diana menaiki anak-anak tangga.
Diana menghela nafas lega karena Adam menjawab pertanyaannya. Keyakinan Diana semakin kuat jika Adam adalah orang baik. Mungkin bisa diajak bekerja sama.
"Adam, kita mau ke mana?" Pertanyaan itu keluar begitu saja ketika Diana sadar sekitarnya menjadi lebih terang, maksudnya diterangi oleh cahaya yang bukan lagi berasal obor, tapi benar-benar cahaya ketika matahari telah terbit.
Adam berbelok dan Diana mengikutinya. "Kita akan ke lapangan, Alpha menyuruhku untuk membawamu ke sana."
"Apa kalian akan membebaskanku?" Nada suara Diana menjadi lebih ceria. Bahkan senyum perlahan terbit di wajahnya.
"Tidak, maaf."
Senyum Diana memudar. Kemudian ia menghela nafas.
"Diana, aku tidak dapat membantumu. Jika itu yang kau pikirkan."
Diana hanya mengangguk lemas.
~~~
Ketika melewati lorong-lorong. Diana dapat mendengar suara bisikan-bisikan yang berasal dari orang-orang yang berpakaian pelayan. Diana menebak jika mereka adalah pelayan di sini.
Mereka berbisik-bisik seraya memandang Diana dari atas hingga bawah, jujur saja hal itu membuat Diana sedikit terganggu dan merinding. Terganggu karena mereka jelas membicarakan dirinya, dan merinding karena ingat jika ia berada dalam kandang serigala. Ah, istana lebih tepatnya.
Mereka terus berjalan dan akhirnya mereka tiba di sebuah pintu, Adam membuka pintu itu dan ketika pintu itu dibuka, udara segar langsung menghantam Diana. Diana menarik napas dalam-dalam dan membuangnya, dalam ruangan dibawah tanah itu membuatnya sedikit sesak.
Lapangan.
Diana tidak salah lihat, mereka memang telah tiba di pinggir lapangan. Adam kembali berjalan dan Diana mengikutinya. Ketika memasuki tengah lapangan, cahaya matahari pagi menimpa tubuh Diana. Membuat Diana merasa sedikit hangat di sana.
Bola mata abu-abu Diana memindai sekitarnya. Di sana banyak orang-orang berpakaian seperti prajurit. Lapangan itu juga luas, sepertinya digunakan untuk latihan.
"Kau tunggu di sini." Diana mengangguk, mereka berada tepat di tengah-tengah lapangan. Para warrior mengelilingi mereka, lengkap dengan beberapa senjata.
Mereka tidak akan menyerangku, bukan? Pikir Diana.
Tidak beberapa lama kemudian, dari pintu yang sama, Dedrick bersama Gamma Collin datang. Dibelakang mereka telah ada beberapa Rogue yang diikat. Masing-masing Rogue disertai oleh dua warrior yang menjaga. Salah satunya adalah Henry.
"Henry?"
Adam menoleh begitu Diana menyebut sebuah nama, tapi ia kembali mengalihkan perhatiannya kepada sang Alpha.
"Kalian, ikat para Rogue ini ke kursi di sana." Dedrick langsung memberikan titah kepada warrior yang membawa Rogue yang berjumlah 15 orang itu. Mereka mematuhi Dedrick dengan mengikat Rogue itu di sana.
"Sialan, lepaskan aku. Brengsek."
"Argh!"
Beberapa dari Rogue itu meronta, tapi dengan cepat para warrior di sana langsung memukulnya. Diana menutup mata karena tidak sanggup melihat kekerasan.
"Adam, bawa manusia ini. Bawa ke tempat duel." Ketika mendengar kata dari Dedrick, Diana langsung takut. Ia yakin sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya. "Dan kalian, lakukan tugas kalian."
"Baik, Alpha."
~~~
Diana tidak tahu alasan ia memegang sebuah pisau sekarang. Yang jelas ia memegang ini karena hanya ini yang paling ringan di antara semua senjata yang Dedrick tawarkan. Ada pedang, palu, rantai, tombak, dan benda-benda lainnya. Semua cukup berat.
"Pisau, pilihan cukup bagus." Di pinggir arena duel ini Dedrick menyeringai. "Manusia adalah makhluk licik, aku penasaran bagaimana mereka bertahan hidup."
Setelah mengatakan itu, seorang warrior masuk ke lapangan itu. Sekarang di dalam arena duel itu ada Diana dan warrior. Diana meneguk ludah. Pisau yang ia pegang nyaris saja jatuh jika Diana tidak mengeratkan pegangannya.
"Manusia, lawanlah warrior yang ada di sana. Ah, aku memberikan keringanan. Warrior itu tidak memakai senjata, hanya tangan kosong. Bagaimana?"
Diana membelalakkan matanya. Astaga, apakah ia disuruh bertarung di sini. "T-tapi, aku tidak bisa."
Adam pun begitu, ia menatap Dedrick. "Maaf, Alpha. Apakah ini tidak berlebihan? Dia hanya manusia lemah." Meski tahu sia-sia, Adam tetap ingin membantu Diana.
Dedrick bangkit dari duduknya. "Cih, kau pikir aku peduli?" ujarnya. Kemudian Dedrick menatap tajam Diana. "Pilihanmu adalah, kalahkan warrior ini dan kau kuberi kesempatan untuk hidup atau kau yang kalah dan aku akan membunuhmu. Ah, satu lagi, jika kau menyerah aku juga akan membunuhmu."
Sekarang Diana benar-benar merasa akan mati saja, Diana menatap warrior yang menatapnya dengan pandangan datar itu. Seketika Diana tahu ia pasti akan kalah. Yang ia lawan bukanlah manusia, dan ia tidak pandai dalam hal bertahan diri.
"Bagaimana? Pilihan ada padamu?"
Diana menunduk seraya mengeratkan pegangannya pada gagang pisau. Mengalahkan warrior, bisakah? Batinnya. Namun, Diana mengangkat wajahnya. "Aku akan melawan."
Dedrick menyeringai kemudian kembali duduk. "Bagus, pilihan yang bagus." Dedrick tidak sabar untuk membunuh manusia itu ketika ia telah dibuat sekarat oleh warriornya nanti. Manusia adalah makhluk lemah.
Adam hanya bisa perihatin dengan nasib menimpa Diana. Menurutnya gadis itu pasti akan mati juga.
"Kalau begitu, duel dimulai!"
Jantung berdebar kuat, peluh dingin menetes, dan nafas yang cepat. Hal itu terjadi pada Diana. Gadis itu menatap warrior yang bersiap akan melawannya. Dengan kecepatan yang dimilikinya warrior itu berlari ke arah Diana seraya bersiap mencakarnya.Dedrick memang bilang warrior Iyo memakai tangan kosong, tapi Diana tidak lupa jika Werewolf itu memiliki cakar yang cukup panjang.Diana menghindar.Dedrick menatap pertandingan itu dengan tatapan tertarik, ia sangat penasaran bagaimana makhluk lemah itu bertahan. "Apa hanya itu yang dapat dilakukan manusia?" gumam Dedrick.Adam yang berada di samping Alpha-nya tidak menjawab. Ia hanya menatap sang Alpha yang memusatkan perhatiannya pada arena duel itu.Entahlah. Batin Adam.Ketika cakar itu diayunkan ke arahnya, Diana lagi-lagi menghindar dengan cara berjongkok. Apa memangnya yang bisa ia lakukan, apakah ia harus menyerang balik? Diana sendiri tidak yakin."Apa kau hanya terus menghindar?"
Diana mengerang karena rasa sakit yang tiba-tiba saja mendera tubuhnya, ia baru saja sadar tapi rasa sakit itu berlomba-lomba menghantam tubuhnya. Sakit sekali hingga Diana tidak mampu membuka matanya.Adam yang sejak tadi berada di dalam ruangan ini menatap Diana cemas karena erangan Diana yang cukup keras, ia yakin manusia perempuan yang terbaring di ranjang itu sangat kesakitan. Apalagi Adam melihat jelas bagaimana Diana melawan warrior tadi."Bagaimana keadaannya?" tanya Adam, tabib yang duduk di sisi ranjang Diana hanya menghela napas."Kondisinya sangat tidak baik, aku juga baru pertama kali menemukan yang seperti ini. Padahal ini hanyalah luka biasa. Werewolf umumnya pasti akan cepat sembuh. Namun, karena ia manusia, pasti ini sangat menyakitkan untuknya."Tabib itu menatap Diana lagi. "Rusuknya juga patah, ini memerlukan proses penyembuhan yang lumayan lama."Adam diam lalu ia membiarkan tabib itu keluar dari sana, pandangan Adama beralih p
Tubuh Diana pulih lebih lama dari pada yang dikira. Selama Diana sakit, Adam lah yang sering menjenguknya. Tidak hanya itu, Adam juga menugaskan seorang pelayan agar membantu Diana selama Diana tidak sanggup untuk bergerak banyak.Diana hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada Adam, ia tidak tahu harus membalas seperti apa."Kau sudah sanggup bergerak?"Diana mengangguk, dua minggu terbaring di ranjang telah cukup untuk membuat tubuhnya menjadi sehat, apalagi dengan perawatan dan obat-obatan yang ia dapatkan. Itu sangat membantunya dalam penyembuhan. "Ya, aku merasa lebih baik.""Diana, maaf aku harus mengatakan ini, tapi, kau akan menjadi pelayan di sini. Alpha Dedrick yang memerintahkan." Sungguh, Adam tidak nyaman mengatakan hal ini kepada Diana yang baru saja sembuh, tapi ia tidak bisa melawan perintah Alpha-nya.Diana menggeleng. "Tidak, tidak apa-apa. Lagipula itu tidak masalah, aku tidak bisa jika harus tidur-tiduran di kamar ini." Diana
Diana menghela nafas, ia ditugaskan untuk membersihkan kolam yang saat ini terdapat dedaunan di dalamnya. Cuaca panas sekali hingga rasanya Diana ingin berenang saja ke dalam kolam ini, namun ia urungkan karena ia tidak ingin mendapatkan amarah dari sang Alpha. Memikirkannya saja membuat Diana merinding."Ya, ampun. Ini panas sekali." Kolam yang Diana bersihkan cukup besar, kolam itu mungkin memiliki panjang 10 meter lebih, dan ia harus membersihkannya dengan panas-panasan. Peluh telah mengucur, tapi tidak ada satupun pelayan lain yang membantunya. Ah, Diana ingat jika ia hanyalah manusia rendahan di mata mereka."Sulit sekali," jaring yang disambungkan dengan kayu yang Diana pakai untuk membersihkan kolam itu ternyata tidak terlalu panjang, tidak mampu menjangkau kotoran yang terapung di tengah kolam. "Apakah aku harus berenang saja?"Diana tidak tahu apa fungsi kolam di depannya ini, kolam ini cukup kotor dengan air yang agak keruh. Diana pikir ia harus mengga
"Belahan jiwa?"Puerto mengangguk. "Ya, ratusan tahun terakhir tidak pernah ada Werewolf yang memiliki soulmate. Jadi para Werewolf hanya percaya jika itu hanyalah mitos belaka."Dedrick mengebrak meja. "Jadi, maksud kalian manusia rendahan itu adalah belahan jiwaku?" Dedrick tidak bisa menerima omong kosong dari para tetua yang duduk tenang di hadapannya ini."Tidak, aku tidak berkata demikian. Hanya saja salah satu tandanya ada pada dirimu. Kau mencium bau yang memikat dari dirinya bukan? Dan itu hanya kau yang bisa mencium aroma itu. Selain itu kau juga merasakan kejutan aneh saat bersentuhan dengannya." Vincent akhirnya bersuara setelah tadi ia diam.Semua kembali diam, Adam yang mendengar itu juga terpaku. Apa maksudnya ini? Apa benar jika gadis itu adalah belahan jiwa sang Alpha. Padahal Adam telah merasakan ketertarikan pada gadis itu. Diana, Adam tidak munafik jika ia mulai menyukainya.
"Henry, kau sendiri ada masalah apa hingga kau bisa berakhir di sini?" Diana masih duduk di depan sel penjara Henry, sudah beberapa menit sejak ia memberikan pria itu minum dan sekarang kondisi pria itu terlihat lebih baik. "Bukankah kalian sama-sama Werewolf?"Henry tertawa kecil. "Ya, tapi aku adalah Werewolf liar. Aku tidak memiliki pack dan aku hidup di hutan lepas sana. Werewolf liar seperti kami di sebut Rogue." Henry hanya memandang kosong dinding di depannya."Lalu kenapa kau bisa di tangkap?" tanya Diana lagi.Henry terdiam. "Ada sesuatu yang sulit untuk dijelaskan." Diana mengerti, mungkin saja Henry memiliki alasan yang tidak bisa disebutkan. Diana tidak ingin untuk bertanya lebih banyak."Astaga, aku sudah cukup lama di sini. Aku akan kembali ke atas." Diana buru-buru berdiri dan merapikan rok selututnya itu. "Aku akan mengunjungimu lagi nanti." Diana membalikkan tubuhnya lalu beranjak dari sana, sebelumnya ia mengambil kendi yang ia bawa tadi dan
"Kenapa?" tanya Adam. Ia menolehkan kepala dan menatap Diana yang menatap kosong udara."Ya, kau tahu si Alpha itu sangat kejam. Kau tidak lihat bagaimana dia memaksaku untuk melawan prajuritnya. Aku bahkan sekarat selama dua minggu." Mengingat hal itu membuat Diana seolah merasakan sakit di rusuknya. "Kenapa bukan kau saja?"Adam terkejut.Diana juga terkejut hingga refleks ia menutup mulutnya dengan tangan. "Uh, aku hanya bercanda. Hehe." Diana hanya menggaruk tengkuknya. "Kalau begitu aku pergi dulu." Diana bergegas pergi dari sana, ia harus segera pergi menyembunyikan wajahnya yang malu ini dari Adam.Adam memandangi punggung Diana yang menjauh dengan sudut bibir yang terangkat, gadis itu benar-benar sesuatu. Adam semakin menyukainya saja.Diana berlari kecil agar ia menjauh lebih cepat dari Adam. Diana merutuk dirinya sendiri karena telah berbicara aneh kepada Adam, apa-apaan t
Satu hal lagi yang Diana ketahui mengenai para Werewolf di sini adalah mereka yang suka makan daging, hal itu baru Diana ketahui ketika ia ke dapur dan menemukan banyak daging teronggok di atas meja. Daging-daging itu selesai di bakar karena jelas sekali terlihat matang dan mengeluarkan asap. Dianaa mendekati sebuah meja, di sana ada baki yang berisi daging yang sudah matang. Daging itu sudah diiris-iris dengan rapi dan mengeluarkan wangi enak. Menciumnya saja Diana sudah menjadi lapar. "Apa yang kau lakukan?" Suara itu membuat Diana terkejut hingga Diana memutar badannya, ternyata sudah ada salah satu pelayan yang menatapnya dengan berkacak pinggang. Diana hanya nyengir dan mengusap tengkuknya yang tidak gatal. "A-anu, tidak ada. Aku hanya melihat." Diana merasa canggung karena terpergok memandangi daging-daging itu dengan mata yang berbinar. Pelayan itu menggelengkan kepalanya. "Sebaiknya kau taruh ini di meja makan, sebentar lagi Alpha dan para petinggi lainnya akan makan malam.