Lagi-lagi ketika Diana bangun, ia mendapati tubuhnya terasa lemas. Selain itu, ia juga merasakan sakit pada punggungnya, seperti tertimpa sesuatu yang sangat berat. Diana membuka matanya perlahan, manik abu-abunya memindai keadaan sekitar. Sepi.
Hanya dengan memperhatikan dinding di depannya Diana tahu jika ia dalam posisi duduk, ia dapat merasakan pinggulnya sedikit pegal dengan punggung yang terasa sakit setiap bersentuhan dengan dinding. "Ugh ... Sakit sekali," gumamnya lemah.
Diana memperbaiki posisi duduknya agar punggungnya tidak terasa lebih ngilu, rambut pirangnya kusut. Diana mengabaikannya. Ia harus menenangkan rasa sakit ini dulu.
Sret
Diana berhasil memperbaiki posisi duduknya, Diana diam sejenak seperti tengah mencoba mengingat sesuatu. "Astaga!" Spontan saja Diana terlonjak ketika semua ingatannya kembali masuk bersamaan ke dalam otaknya. Seperti air yang ditumpahkan dari dalam ember. Ingatan itu merasuki kepalanya begitu saja.
"Serigala ... Astaga, di mana aku sekarang?" Diana kembali memindai sekitarnya dengan lebih seksama, di sini gelap jika saja tidak diterangi oleh cahaya obor yang digantung di dinding. Menghasilkan cahaya yang hanya remang-remang. Di sudut ruangan ini Diana dapat melihat pintu, oh tidak, itu memang satu-satunya pintu untuk keluar dan masuk.
Trang
Saat masih sibuk dengan pikirannya, Diana di kejutkan oleh sebuah suara. Suara seperti besi-besi yang bersentuhan. Asal suara itu dari balik pintu, Diana yakin itu.
Diana menatap pintu itu waspada, meski itu tidak berguna karena kondisinya yang tidak berdaya. Untuk berdiri saja Diana tidak tahu apakah ia mampu atau tidak. Jadi, waspada pun tidak ada gunanya jika tidak ada usaha. Pintu itu mulai berderit, menandakan si pembuka mulai menariknya.
"Kau sudah sadar?" Orang itu mendekati Diana, Diana menatap pria itu waspada. Apalagi pria itu hanya bertelanjang dada, Diana tidak yakin pria itu akan berbuat baik kepadanya nanti.
Diana beringsut mundur ketika orang itu menggapainya, menyebabkan tangan pria itu tergantung di udara. "K-kau siapa siapa?" tanya Diana.
Pria itu menarik tangannya kemudian berdecak. "Seharusnya aku yang bertanya padamu, tapi aku akan membawamu kepada Alpha. Ia yang akan mengintrogasi mu."
Diana berpikir keras. Alpha? Ia tidak mengenal seseorang dengan nama itu. "Aku ada di mana?" tanya Diana lagi.
Adam, Beta dari Diamond Pack itu mendesah. Gadis yang mereka temui di hutan ini banyak tanya juga. Tanpa aba-aba ia menarik tangan Diana, hal itu sukses membuat Diana memekik kaget.
"Hei, apa yang kau lakukan?" Diana meronta tapi pria itu sangat kuat, terlihat dari tubuhnya yang besar. Diana yakin pria ini gemar berolahraga.
"Aku akan membawamu, jadi, jangan melawan jika tidak ingin terluka." Adam tidak berkata apa-apa lagi, ia hanya menarik agar Diana berdiri.
Mau tidak mau Diana akhirnya berdiri juga, tapi Diana meringis ketika punggungnya terasa sakit karena gerakan yang ia lakukan.
"Akh ...."
Adam menatap Diana, gadis itu terlihat meringis seraya memegangi punggungnya. "Tadi punggungmu tertimpa pohon," kata Adam. Ia melangkahkan kakinya keluar dari sana diikuti Diana yang mengekor di belakang.
"Tertimpa pohon?" Diana pasti sudah gila, bukannya langsung mati, ia malah tertimpa pohon. "Oh, iya sebelum pingsan tadi aku melihat serigala. Apakah kau yang mengusirnya?" tanya Diana begitu saja. Diana pikir pria di depannya inilah yang menyelamatkannya.
Spontan Adam menghentikan langkahnya, gadis ini berkata seolah-olah serigala adalah hewan biasa. Apakah ia tidak tahu Werewolf?
"Kenapa berhenti? Apakah itu benar? Kalau benar aku sangat berterimakasih karena kau sudah menyelamatkan aku dari hewan buas itu."
Adam kembali melanjutkan langkahnya, gadis ini seperti berasal dari dunia lain. Ia harus lekas membawanya kepada Dedrick. Sang Alpha.
~~~
Diana merasa ngeri. Bagaimana tidak? Ia berjalan sepanjang lorong remang-remang ini dengan suara orang-orang yang seperti tengah disiksa. Jeritan, suara pukulan, dan pastinya bau anyir membuat Diana menatap Adam dengan pandangan waspada.
Apakah aku berada di sarang pembunuh? Pikiran itu terlintas di benar Diana.
"Argh!"
Kembali Diana tersentak, suara teriakan kesakitan itu membuat Diana ngilu. "Pe-permisi, sebenarnya ini di mana?" Kembali Diana memberanikan diri untuk bertanya setelah sejak tadi bungkam.
"Penjara." Adam menjawab singkat.
Diana meneguk ludah. "A-anu. Aku mau pulang di mana pintunya?" Diana seketika ingin pergi dari sini, apalagi ketika ingat jika seseorang bernama Alpha akan menginterogasi dirinya.
"Kau harus menjawab beberapa pertanyaan dari Alpha terlebih dahulu, setelah itu kau boleh pergi. Tergantung keputusan Alpha nantinya."
Adam tidak berbohong, memang begitulah Dedrick. Alpha-nya itu akan menginterogasi orang-orang yang masuk ke wilayahnya, jika orang itu adalah mata-mata jangan harap akan melihat matahari besoknya. Dedrick akan membunuhnya dengan siksaan semalam.
Siksaan semalam, adalah metode menyiksa mata-mata selama satu malam. Mereka akan dibuat untuk mengakui siapa yang menyuruh mereka, jika mereka tutup mulut maka mereka akan disiksa sampai mati. Begitulah kejamnya Dedrick Caldwell.
"Alpha?" Diana menggunakan nama orang itu. Diana menarik nafas dan membuangnya perlahan, ia hanya perlu menjawab apa yang terjadi dengan jujur dengan begitu ia pasti akan keluar dari sini. Diana yakin itu.
"Baik, aku akan mengikutinya."
Meski tidak tahu di mana sebenarnya ia berada, Diana tetap ingin meninggalkan kesan baik. Ia harus mengikuti aturan di sini jika tidak ingin terluka.
Adam tidak menjawab, gadis ini terlihat benar-benar tidak tahu. Padahal kekejaman Alpha Dedrick sudah menyebar ke mana-mana, ke seluruh Pack Werewolf. Mungkin ia akan mendapatkan jawaban nanti.
Adam dan Diana tiba di depan sebuah pintu, pintu itu tertutup rapat. Diana yakin seseorang bernama Alpha pasti ada di sana. Adam mengetuk pintu itu dan setelah mendengar suara, Adam mendorong pintu itu.
"Ayo," katanya pada Diana.
Diana mengangguk dan mengikuti Adam untuk masuk ke sana.
Ketika masuk ke dalam sana, Dana meneguk ludahnya. Tiba-tiba saja ia merasa hawa aneh di sini, jantungnya berdetak kuat hingga Diana takut terjadi sesuatu pada jantungnya. Ruangan ini juga gelap.
Diana mengedarkan pandangannya, di ruangan ini ia melihat sebuah kursi kosong. Sebenarnya ada dua tapi telah di duduki oleh seseorang. Diana yakin pria itu adalah si Alpha. Diana tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena pencahayaan yang minim di ruangan ini, apalagi obor itu digantungkan di dinding tepat di belakang si Alpha duduk. Diana hanya bisa melihat siluet tubuh besar pria itu.
Kenapa tubuh mereka besar sekali, Diana mengeluh dalam hati.
Adam mendekat kepada Dedrick laku berdiri di belakang Alpha-nya itu. Dapat Adam lihat Dedrick yang menatap Diana tajam.
"Duduklah." Adam mempersilahkan Diana duduk.
Diana duduk di depan Dedrick, bersiap menerima pertanyaan, menjawabnya, dan keluar dari sini. Tidak bisa Diana pungkiri jika ia merasa sangat terintimidasi sekarang. Walau tidak melihat wajah pria itu, Diana yakin pria itu menatapnya dengan tatapan tajam. Diana bisa merasakannya.
"Siapa kau?" Dedrick mengajukan pertanyaan pertama.
Ketika gadis itu masuk, bau bunga langsung memenuhi ruangan ini. Bau yang membuat Dedrick betah untuk lama-lama menghirupnya. Namun, Dedrick tetap mempertahankan tatapan tajamnya, di mulai ketika gadis berambut pirang kusut itu masuk ke dalam ruangan interogasi ini.Dedrick menatap tajam Diana, gadis itu balas menatapnya, dari sini Dedrick dapat melihat warna mata gadis itu. Abu-abu persis seperti dirinya."Siapa kau?" Dedrick membuka suara. Suara berat dan terdengar sangat jantan.Diana meneguk ludah, bahkan suara pria itu saja sudah membuatnya gugup. Diana menatap pria yang menjemputnya ke ruangan tadi, tapi pria itu hanya menatap lurus ke depan."Diana, namaku Diana."Dedrick mengepalkan tangannya ketika sebuah perasaan aneh menelusup begitu saja ke dalam dadanya. Gadis ini, masih menjadi misteri. Suara gadis itu telah membuat sebuah perasaan aneh mendatanginya ditambah bau bunga yang mengu
Dedrick mengangkat kembali cakarnya, perlahan ia mengayunkannya ke arah Diana yang menutup mata.CrashDedrick terengah-engah, tangannya bergetar. Ditatapnya tembok yang berjejak akibat kukunya yang tajam. Ya, Dedrick baru saja mencakar tembok. Pandangan Dedrick beralih menatap Diana, gadis itu masih menutup mata. Dedrick menggeleng, tidak mengerti akan dirinya sendiri. Ia merasa tidak sanggup membunuh gadis yang mengeluarkan aroma wangi bunga di depannya ini.Diana membuka mata, ia tidak bermimpi. Ia masih hidup. Diana mendongak menatap Dedrick yang juga menatapnya. Dengan posisi seperti ini Diana bisa melihat wajah Dedrick dengan jelas, wajah tampan dengan garis rahang yang tegas.Diana tidak tahu apakah ia harus bersyukur atau tidak, yang pasti sekarang Diana merasa sangat lega. Setidaknya untuk saat ini.Dedrick berjongkok lalu mencengkram dagu Diana. "Kau ... Apa yang kau lakukan kepadaku?" tanyanya tajam, mengabaikannya rasa kejut ketik
"Benar-benar makhluk lemah." Dedrick menggelengkan kepalanya ketika selesai membaca buku yang beberapa jam lalu Adam berikan kepalanya. Buku yang menjelaskan semua tentang manusia. Hari semakin larut, tapi Dedrick tidak juga tidur. Ia masih tenggelam dalam buku yang ia baca.Dedrick nyaris membalik satu halaman lagi jika saja ia tidak mendapatkan mindlink dari Adam yang mengatakan jika ada penyerangan di perbatasan utara Pack. "Bagaimana keadaan di sana?""Gamma Collin tengah berjaga di sana, tapi Rogue di sana lebih banyak. Mereka berhasil mengalahkan beberapa warrior kita." Suara Adam terdengar, menjelaskan situasi yang ia peroleh dari bawahannya.Dedrick mendecih seraya bangkit, kemudian ia berlari keluar dari perpustakaan. "Siapkan pasukan, untuk sementara kirim warrior yang berjaga di bukit ke sana."Ada satu bukit yang terletak tidak jauh dari perbatasan utara Diamond Pack, Dedrick sengaja menyuruh warrior di sana untuk berjaga-jaga seka
Diana mungkin saja terus terlelap jika saja suara geraman beserta dengusan itu tidak masuk ke dalam pendengarannya. Mau tidak mau Diana harus membuka matanya meski ia merasa sangat mengantuk dan lelah."Grhh ...."Spontan saja Diana duduk seraya menjauh dari makhluk di depannya. Diana tidak salah lihat, makhluk di depannya adalah orang sekarat semalam, bedanya orang ini telah sadar, ia memiliki mata berwarna kuning menyala. Seperti serigala. Tidak lupa taring dan kuku yang memanjang.Diana meneguk ludahnya, orang di depannya ini menatapnya bagaikan Diana adalah mangsa yang siap di santap kapan saja. Lagi-lagi Diana merasakan ngeri, bulu kuduknya merinding."A-anu .... Aku, aku." Diana tidak tahu harus berkata apa, lihatlah dirinya sekarang ini. Tidak berdaya. "K-kau sudah sembuh?" Diana menunjuk dada kanan pria itu yang masih terbalut oleh kain yang Diana ikatkan semalam.Pria itu mengikuti arah tunjuk Diana, menyadari jika luka di dadanya diikat.
Ada setitik rasa mengganjal di hati Dedrick ketika melihat gadis manusia itu duduk bersebelahan dengan Rogue yang semalam mereka tangkap. Mereka terlihat akrab. Cukup aneh. Namun, Dedrick memilih untuk mengabaikannya."Bawa mereka ke luar." Dedrick memberikan perintah kepada dua warrior yang berada di belakangnya, dan warrior itu dengan sigap mematuhi.Diana hanya menatap bingung hingga ia melihat bagaimana Henry di bawa terlebih dahulu. Diana menatap Dedrick, pria itu balas menatapnya dengan tajam. Diana merinding dibuatnya."Sial." Baik Diana, Dedrick, maupun Adam dapat mendengar umpatan dari Henry. Hanya saja Diana tidak tahu yang harus ia lakukan selain berdiri dengan rasa takutnya."Bawa gadis ini juga." Setelah mengatakan itu Dedrick berbalik dan pergi dengan Collin, menuju ruangan selanjutnya. Diam-diam Dedrick mengepalkan tangannya lagi. Semerbak bunga itu sangat mengganggunya."Ikuti aku," kata Adam. Diana tidak menjawab, ia hanya me
Jantung berdebar kuat, peluh dingin menetes, dan nafas yang cepat. Hal itu terjadi pada Diana. Gadis itu menatap warrior yang bersiap akan melawannya. Dengan kecepatan yang dimilikinya warrior itu berlari ke arah Diana seraya bersiap mencakarnya.Dedrick memang bilang warrior Iyo memakai tangan kosong, tapi Diana tidak lupa jika Werewolf itu memiliki cakar yang cukup panjang.Diana menghindar.Dedrick menatap pertandingan itu dengan tatapan tertarik, ia sangat penasaran bagaimana makhluk lemah itu bertahan. "Apa hanya itu yang dapat dilakukan manusia?" gumam Dedrick.Adam yang berada di samping Alpha-nya tidak menjawab. Ia hanya menatap sang Alpha yang memusatkan perhatiannya pada arena duel itu.Entahlah. Batin Adam.Ketika cakar itu diayunkan ke arahnya, Diana lagi-lagi menghindar dengan cara berjongkok. Apa memangnya yang bisa ia lakukan, apakah ia harus menyerang balik? Diana sendiri tidak yakin."Apa kau hanya terus menghindar?"
Diana mengerang karena rasa sakit yang tiba-tiba saja mendera tubuhnya, ia baru saja sadar tapi rasa sakit itu berlomba-lomba menghantam tubuhnya. Sakit sekali hingga Diana tidak mampu membuka matanya.Adam yang sejak tadi berada di dalam ruangan ini menatap Diana cemas karena erangan Diana yang cukup keras, ia yakin manusia perempuan yang terbaring di ranjang itu sangat kesakitan. Apalagi Adam melihat jelas bagaimana Diana melawan warrior tadi."Bagaimana keadaannya?" tanya Adam, tabib yang duduk di sisi ranjang Diana hanya menghela napas."Kondisinya sangat tidak baik, aku juga baru pertama kali menemukan yang seperti ini. Padahal ini hanyalah luka biasa. Werewolf umumnya pasti akan cepat sembuh. Namun, karena ia manusia, pasti ini sangat menyakitkan untuknya."Tabib itu menatap Diana lagi. "Rusuknya juga patah, ini memerlukan proses penyembuhan yang lumayan lama."Adam diam lalu ia membiarkan tabib itu keluar dari sana, pandangan Adama beralih p
Tubuh Diana pulih lebih lama dari pada yang dikira. Selama Diana sakit, Adam lah yang sering menjenguknya. Tidak hanya itu, Adam juga menugaskan seorang pelayan agar membantu Diana selama Diana tidak sanggup untuk bergerak banyak.Diana hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada Adam, ia tidak tahu harus membalas seperti apa."Kau sudah sanggup bergerak?"Diana mengangguk, dua minggu terbaring di ranjang telah cukup untuk membuat tubuhnya menjadi sehat, apalagi dengan perawatan dan obat-obatan yang ia dapatkan. Itu sangat membantunya dalam penyembuhan. "Ya, aku merasa lebih baik.""Diana, maaf aku harus mengatakan ini, tapi, kau akan menjadi pelayan di sini. Alpha Dedrick yang memerintahkan." Sungguh, Adam tidak nyaman mengatakan hal ini kepada Diana yang baru saja sembuh, tapi ia tidak bisa melawan perintah Alpha-nya.Diana menggeleng. "Tidak, tidak apa-apa. Lagipula itu tidak masalah, aku tidak bisa jika harus tidur-tiduran di kamar ini." Diana