Beranda / Sci-Fi / Algoritma Bonanza / Bab III: Bertemu Luhung

Share

Bab III: Bertemu Luhung

Penulis: Fikhachu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-24 06:50:15

Lema mulai menata beberapa buku catatan, buku paket matematika dari mulai tingkat SD hingga SMA, dan buku-buku lain yang membahas berbagai model pembelajaran di lemari arsipnya. Selain buku, Lema juga merapikan dokumen-dokumen yang masih tercecer di meja. Dokumen-dokumen yang tercecer itu seperti surat perjanjian kerja, jadwal rapat, dan agenda kegiatan peneliti divisi Pendidikan Matematika di Puspemas.

Wah, banyak juga ya, tugasku.

Lema menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum menyeringai.

Ah, sudahlah. Payah sekali kau, Lema, baru masuk sehari sudah mengeluh. Jalani saja, jangan hanya dipikirkan.

Lema meregangkan tubuhnya. Tak lama setelah Lema melakukan peregangan, terdengar suara pintu ruangannya diketuk.

“Masuk!” Lema sedikit meninggikan nada bicaranya agar suaranya terdengar hingga keluar. Yang mengetuk pintu pun masuk ke dalam ruangan setelah mendengar jawaban dari dalam ruangan.

“Halo, Lema.”

Pria berbadan tegap itu berdiri di hadapan Lema dan membuka obrolan.

“Iya, Bang. Ada apa?”

Lema dan pria itu terdiam sejenak.

“Oh, silakan duduk, Bang.” Lema berdiri dan mempersilakan pria itu untuk duduk.

Thanks,” ucap pria itu sembari duduk. Lema pun ikut duduk.

“Gue Luhung, koordinator divisi Pendidikan Matematika. Sebelumnya, gue mau bilang welcome and congratulations buat lu karena sudah diterima bekerja di sini.” Pria yang bernama Luhung itu menggenggam kedua tangannya di atas meja.

“Iya, makasih, Bang. Gue juga bersyukur bisa gabung sama Abang dan peneliti-peneliti bertalenta lainnya di sini. Mohon bimbingannya ya, Bang.”

“Sip, tenang aja. Pokoknya jangan sungkan kalau mau bertanya. Oh iya, panggil gue Luhung aja, jangan pakai ‘Abang’. Gue seumuran sama lu kok.”

“Oh, really? Oke deh, makasih ya, Luhung.” Lema mengucap dengan ragu-ragu dan sedikit mencondongkan badan sambil tersenyum segan.

“Aduh, enggak usah terlalu hormat begitu lah sama gue. Santai aja,” ujar Luhung sambil tersenyum ramah dan berusaha memecah kecanggungan di antara keduanya. “Oh, gue ke sini cuma mau mengingatkan kalau besok Pak Eksin mau mengadakan rabar divisi Pendidikan Matematika. Sudah dibaca jadwalnya?” sambung Luhung.

“Rabar?” Lema terkesiap dan dengan spontan mencari dokumen jadwal rapat lalu membacanya.

“Nah, jangan sampai terlewat baca jadwalnya ya. Besok kita ada rabar atau rapat bareng jam 7 pagi di ruang rapat lantai 5.”

“Oh iya, rapat bersama.”

“Iya, rapat bersama. Kita di sini biasa menyebutnya rabar. Jangan lupa ya besok! Jangan sampai telat juga!”

“Oke, makasih, Luhung. Oh iya, besok kita mau bahas apa? Ada enggak yang perlu gue siapkan sebelum rapat?"

“Cukup siapkan pulpen dan kertas untuk mencatat. Besok kita rapat membahas Petitur atau Proyek Penelitian Caturwulan. Proyek ini diberikan setiap empat bulan sekali untuk para peneliti. Jadi, para peneliti akan dibagi ke dalam beberapa kelompok. Satu kelompok berisi lima orang peneliti. Selain dibagi ke dalam beberapa kelompok, Pak Eksin juga nanti akan memberi tau lokasi penelitian dan latar belakang permasalahannya.”

“Wah .… Berarti, setelah rapat kita langsung survei ke lokasi yang ditunjukkah?”

“Belum. Kita perlu diskusi jenis dan tahapan penelitiannya. Design Research, RnD, atau PTK. Baru setelah itu kita buat makalah tahapan penelitiannya.”

“Wow .… Seperti membuat skripsi ya?”

“Hm .… Sebetulnya enggak juga sih. Kalau skripsi dilakukan per individu sedangkan Petitur disusun dan dikerjakan secara berkelompok. Latar belakang permasalahan dan lokasi peelitiannya juga sudah ditentukan dalam Petitur. Berbeda dengan skripsi yang sedari awal, peneliti perlu mencari sendiri latar belakang permasalahan dan lokasi penelitiannya. Jadi, dalam Petitur, peneliti tinggal membuat rancangan penelitian dan ngelaksanain di lapangan. Makanya proyek penelitian ini hanya dikasih waktu selama empat bulan, lebih singkat dari skripsi yang biasanya dikerjakan selama enam bulan kan?”

“Oh iya, betul juga. Jadi, empat bulan itu untuk menyusun rancangan penelitian sekaligus sudah selesai dengan pelaksanaannya ya?”

“Betul,” jawab Luhung sambil menjentikkan jari lalu mengarahkan jempol dan telunjuknya yang membentuk pistol ke arah Lema.

“Oke, oke, paham. Makasih ya, Luhung.”

“Sip!” Luhung menunjukkan jempolnya. “Semangat ya! Kelihatannya pekerjaan kita memang berat. Ya sebetulnya memang berat, sih. Toh yang namanya peneliti pasti disibukkan dengan mencari referensi dan menyusun penelitian. Tapi, tenang aja, kalau sudah terbiasa menjalaninya pasti enggak akan terasa berat,” sambungnya.

Lema tersenyum sambil mengangguk tanda setuju dengan pernyataan Luhung.

“Oke. Kayaknya, udah lama juga ya gue nyeramahin lu,” kata Luhung lalu bangkit berdiri.

“Enggak kok, itu bukan nyeramahin.” Lema tertawa dan ikut berdiri.

“Oh, satu lagi. Lu bisa banget cari referensi dari sekarang supaya nanti setelah dibagi kelompok sudah tau apa yang mau didiskusikan bareng kelompok tadi.”

“Siap!” Lema mengangkat kedua jempol kanan dan kirinya.

“Oke. Semoga betah ya di sini.”

Aamiin, insyaa Allah.”

Luhung mengulurkan tangannya pada Lema. Lema pun menjabat tangan Luhung. Setelah kurang lebih mereka berjabat tangan selama satu menit, Luhung keluar meninggalkan ruangan Lema dan kembali ke ruangannya.

Bab terkait

  • Algoritma Bonanza   Bab IV: Tentang Puspemas

    Semburat lembayung senja telah menampakkan dirinya di cakrawala yang mulai terlihat redup. Jarum kecil yang ada pada jam dinding di dalam ruangan Lema telah menunjuk pada angka 3 sedangkan jarum panjangnya menghadap angka 12. Setelah membaca beberapa buku mengenai jenis-jenis penelitian yang diperoleh dari perpustakaan Puspemas, Lema bersiap pulang.Gedung Puspemas terdiri atas sepuluh lantai. Seperti gedung pada umumnya, halaman lobi, display, dan layanan pelanggan ada di lantai satu. Layanan keanggotaan dan penelusuran informasi ada di lantai dua. Kantin dan koperasi ada di lantai tiga. Berbagai jenis laboratorium terletak di lantai empat. Ruang rapat, auditorium, dan ruang multimedia terdapat di lantai lima. Barulah di lantai 6 terdapat layanan perpustakaan dan tempat salat.Ruangan tempat Lema bekerja ada di lantai tujuh yang berisi perkantoran. Selain Lema, ruang kerja peneliti lainnya juga terdapat di lantai tujuh. Jika ingin turun atau naik, pengunjung, staf, atau peneliti dapa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-24
  • Algoritma Bonanza   Bab V: Ceko Pembaun

    Lema memarkir motornya di tempat parkir bawah tanah sebelum lantas berlari kocar-kacir memasuki gedung Puspemas. Kemarin, sebelum resmi bekerja sebagai peneliti di sini, Lema memarkir motornya di tempat khusus pengunjung sehingga kelabakan mencari motornya saat pulang. Berbeda dengan tempat parkir bawah tanah ini yang hanya dapat diisi oleh mobil dan motor para staf dan peneliti di sini sehingga Lema tidak perlu terlalu pusing mencari motornya nanti.Di tempat parkir bawah tanah, ada eskalator yang menghubungkan masuk ke gedung Puspemas lantai satu. Jika kemarin melewati pintu depan, melalui tempat parkir bawah tanah ini, Lema memasuki gedung Puspemas dari pintu belakang. Setelah menaiki eskalator, Lema bergegas mencari lift. Ditekannya tombol berlambang angka 7 itu dan lift pun segera berjalan naik.Sebetulnya, Lema tidak bangun telat. Lema tidak tertinggal menjalankan salat subuh berjamaah di masjid. Lema juga tidak mandi dan makan terlalu lama. Namun, Lema lupa mengisi angin untuk

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-25
  • Algoritma Bonanza   Bab VI: Diskusi Petitur

    Luhung memutar-mutar bolpoinnya. Kakinya digerakkan ke depan dan belakang. Meskipun posisinya saat ini sedang duduk di kursi, hampir seluruh badannya sibuk bergerak, menunjukkan bahwa Luhung seorang yang kinestetik. “Jadi ....” Luhung menoleh ke arah Lema dengan tangannya masih memutar-mutar bolpoin. “Gue enggak sangka.” Lema menggenggam kedua tangannya di atas meja. “Kita sekelompok!” Buru-buru Luhung bangun dari kursi dan menunjuk ke arah Lema. Lema menutup mulutnya dengan kedua tangannya, lalu disusul dengan tertawa terbahak-bahak. “Terkadang gue masih enggak habis pikir ya. Orang kayak Kakak bisa jadi koordinator peneliti Pendmat.” Perempuan yang saat rapat tadi duduk di samping kiri Lema ikut angkat bicara melihat tingkah laku Luhung. “Jangan begitu dong, Mirah. Kalian seharusnya bersyukur, di Pendmat koordinatornya asyik diajak bercanda, enggak selalu serius.” Luhung membela diri. “Ya lihat-lihat juga dong, Kak, kalau mau bercanda. Kan sekarang kita sedang di perpustakaa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-28
  • Algoritma Bonanza   Bab VII: Giriwarsa

    Sepasang bola mata berwarna kecokelatan itu menatap halaman buku satu per satu yang sedang dipegangnya. Sambil membaca buku, jemarinya mengetuk tombol kibor laptop. Di layar laptopnya, tertera sebuah nama kota di belahan Antapura yang lain dan masih asing baginya.Giriwarsa. Lema belum pernah sekalipun berkunjung ke kota ini. Pikirnya, yang namanya kota, pasti kehidupan di sana sudah maju. Sedangkan Luhung bilang kota ini termasuk daerah yang agak terpencil. Tentu saja hal itu memancing Lema untuk ingin tahu lebih lanjut mengenai Giriwarsa. Lema pun menelusuri informasi mengenai Giriwarsa di laptopnya melalui mesin pencari.Mesin pencari yang ada di layar laptop menampilkan beberapa situs yang berkaitan dengan kata kunci Giriwarsa. Beberapa situs yang muncul itu seperti, Sepuluh Tempat Wisata yang Wajib Dikunjungi di Giriwarsa, Begini Indahnya Penampakan di Atas Gunung Jatarupa Giriwarsa, serta Hutan Pinus yang Masih Lestari di Giriwarsa.Kenapa kebanyakan situs yang muncul berkaitan

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Algoritma Bonanza   Bab VIII: Design Research

    Sebuah meja berbentuk persegi yang di sekelilingnya terdapat lima buah kursi telah diisi dan digunakan oleh Lema, Luhung, Gendhis, dan Mirah di Kantin Puspadana. Kantin Puspadana merupakan kantin khusus berkumpulnya para peneliti Puspemas. Kantin Puspadana bisa dikatakan sebagai urban food court-nya Puspemas yang dikhususkan untuk para peneliti. Di dalamnya terdapat banyak stand sehingga para peneliti bisa memilih ingin memesan makanan dari stand kesukaannya. Selain itu, karena sifatnya yang urban, di dalam Kantin Puspadana terdapat beberapa spot foto yang instagramable. Lema sempat tak percaya, sebegitu sejahteranya peneliti yang bekerja di Puspemas ini. "Bang, gue merasa bersyukur bisa kerja di sini. Takjub banget, fasilitas untuk para penelitinya betul-betul diperhatikan," kata Lema sambil menatap sekitar Kantin Puspadana. Mirah hanya menatap Lema sambil tersenyum. "Lu kenapa cengar-cengir ngeliatin Lema, Mir?" ledek Luhung dengan menatap jahil Mirah. "Ish, apa sih, Kak. Aku jad

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-17
  • Algoritma Bonanza   Pendahuluan

    Sedari tadi, Effie masih berkutik dengan ponsel pintarnya. Jemarinya lincah menekan layar sentuh kapasitif pada ponsel itu. Sesekali, mata cokelatnya menatap ke atas langit-langit sembari mulutnya komat-kamit. Effie harus mengingat kembali apa saja materi yang diberikan gurunya, mencatat, lalu mengirim catatannya itu ke situs web Akademi Mahfuz Tajribah. Akademi Mahfuz Tajribah adalah sekolah khusus yang ditempuh oleh para calon peneliti. Para akademianya berasal dari seluruh penjuru negeri. Pendidiknya merupakan para akademisi yang telah melahirkan banyak penemuan terkemuka. Gedungnya bak istana kerajaan dengan halaman yang luas seukuran bandara. Tak heran jika Akademi Mahfuz Tajribah dijuluki sebagai akademi bonafide dan hanya dapat dimasuki oleh orang-orang elite. Setiap enam bulan sekali, akademi ini mengirimkan putra-putrinya ke daerah terpencil sebagai tugas penelitian yang harus dipenuhi untuk penilaian akhir semester. Di daerah terpencil itu, para akademia mengaplikasikan pen

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-22
  • Algoritma Bonanza   Bab I: Lema Alfa Sayyid

    Setra dikenal sebagai kota dengan suasana yang unik. Kota yang berumur tiga puluh tahun ini mengalami banyak kemajuan. Tiang-tiang utilitas yang digunakan untuk mendistribusikan listrik-listrik dengan daya tinggi telah banyak dipasang di kota ini. Gedung-gedung yang dibangun setinggi langit juga telah memenuhi pemandangan di kota ini. Meskipun banyak gedung bermunculan, bukan berarti Setra telah kehilangan pemandangan yang menyejukkan, terutama di pagi hari. Kabut pagi hari di kota Setra memang tak sebanyak kabut di kota-kota lainnya. Suhu di kota ini tidak terlalu panas untuk ukuran daerah perkotaan, tetapi tidak juga sedingin di daerah pegunungan pada umumnya. Persawahan dan pepohonan rindang pun masih dapat dijumpai di beberapa wilayah di kota ini. Adanya pegunungan, persawahan, dan pepohonan rindang yang masih terawat menjadikan Setra sebagai kota yang bebas polusi meskipun banyak gedung dan pabrik di dalamnya. Walikota Setra sangat berdedikasi dalam mengembangkan konsep pembangu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-23
  • Algoritma Bonanza   Bab II: Penandatanganan Perjanjian Kerja

    Pukul enam lewat enam menit, Lema sudah sampai di tempat kerjanya. Hari pertama bekerja, mengingat wejangan dari bapaknya, Lema harus menunjukkan kesan pertama yang bagus. Oleh karena itu, sebelum masuk, Lema merapikan rambutnya, dasinya, kemejanya, dan mengencangkan ikat pinggangnya.Setelah dirasa penampilannya sudah oke, Lema memasuki gedung bertingkat sepuluh itu, tempat ia bekerja selama beberapa waktu ke depan. Atau mungkin untuk selama-lamanya? Entahlah. Yang ada dalam pemikiran Lema hanya satu:Mari tunjukkan integritasmu, Lema. Keluarkan semua ide-idemu. Barangkali, ide-idemu itu bisa bermanfaat untuk banyak orang. Jangan lupa juga, luruskan niatmu karena Allah ta’ala.Dengan mengumpulkan tekad dan keyakinan penuh, Lema memasuki kawasan gedung itu. Setelah bertemu, bertegur sapa, dan bersalaman dengan satpam yang ada di pintu pagar dan pintu masuk, Lema melangkahkan kakinya menemui dua orang resepsionis di halaman lobi lantai satu.“Permisi, Mbak.”Dua orang perempuan yang be

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-23

Bab terbaru

  • Algoritma Bonanza   Bab VIII: Design Research

    Sebuah meja berbentuk persegi yang di sekelilingnya terdapat lima buah kursi telah diisi dan digunakan oleh Lema, Luhung, Gendhis, dan Mirah di Kantin Puspadana. Kantin Puspadana merupakan kantin khusus berkumpulnya para peneliti Puspemas. Kantin Puspadana bisa dikatakan sebagai urban food court-nya Puspemas yang dikhususkan untuk para peneliti. Di dalamnya terdapat banyak stand sehingga para peneliti bisa memilih ingin memesan makanan dari stand kesukaannya. Selain itu, karena sifatnya yang urban, di dalam Kantin Puspadana terdapat beberapa spot foto yang instagramable. Lema sempat tak percaya, sebegitu sejahteranya peneliti yang bekerja di Puspemas ini. "Bang, gue merasa bersyukur bisa kerja di sini. Takjub banget, fasilitas untuk para penelitinya betul-betul diperhatikan," kata Lema sambil menatap sekitar Kantin Puspadana. Mirah hanya menatap Lema sambil tersenyum. "Lu kenapa cengar-cengir ngeliatin Lema, Mir?" ledek Luhung dengan menatap jahil Mirah. "Ish, apa sih, Kak. Aku jad

  • Algoritma Bonanza   Bab VII: Giriwarsa

    Sepasang bola mata berwarna kecokelatan itu menatap halaman buku satu per satu yang sedang dipegangnya. Sambil membaca buku, jemarinya mengetuk tombol kibor laptop. Di layar laptopnya, tertera sebuah nama kota di belahan Antapura yang lain dan masih asing baginya.Giriwarsa. Lema belum pernah sekalipun berkunjung ke kota ini. Pikirnya, yang namanya kota, pasti kehidupan di sana sudah maju. Sedangkan Luhung bilang kota ini termasuk daerah yang agak terpencil. Tentu saja hal itu memancing Lema untuk ingin tahu lebih lanjut mengenai Giriwarsa. Lema pun menelusuri informasi mengenai Giriwarsa di laptopnya melalui mesin pencari.Mesin pencari yang ada di layar laptop menampilkan beberapa situs yang berkaitan dengan kata kunci Giriwarsa. Beberapa situs yang muncul itu seperti, Sepuluh Tempat Wisata yang Wajib Dikunjungi di Giriwarsa, Begini Indahnya Penampakan di Atas Gunung Jatarupa Giriwarsa, serta Hutan Pinus yang Masih Lestari di Giriwarsa.Kenapa kebanyakan situs yang muncul berkaitan

  • Algoritma Bonanza   Bab VI: Diskusi Petitur

    Luhung memutar-mutar bolpoinnya. Kakinya digerakkan ke depan dan belakang. Meskipun posisinya saat ini sedang duduk di kursi, hampir seluruh badannya sibuk bergerak, menunjukkan bahwa Luhung seorang yang kinestetik. “Jadi ....” Luhung menoleh ke arah Lema dengan tangannya masih memutar-mutar bolpoin. “Gue enggak sangka.” Lema menggenggam kedua tangannya di atas meja. “Kita sekelompok!” Buru-buru Luhung bangun dari kursi dan menunjuk ke arah Lema. Lema menutup mulutnya dengan kedua tangannya, lalu disusul dengan tertawa terbahak-bahak. “Terkadang gue masih enggak habis pikir ya. Orang kayak Kakak bisa jadi koordinator peneliti Pendmat.” Perempuan yang saat rapat tadi duduk di samping kiri Lema ikut angkat bicara melihat tingkah laku Luhung. “Jangan begitu dong, Mirah. Kalian seharusnya bersyukur, di Pendmat koordinatornya asyik diajak bercanda, enggak selalu serius.” Luhung membela diri. “Ya lihat-lihat juga dong, Kak, kalau mau bercanda. Kan sekarang kita sedang di perpustakaa

  • Algoritma Bonanza   Bab V: Ceko Pembaun

    Lema memarkir motornya di tempat parkir bawah tanah sebelum lantas berlari kocar-kacir memasuki gedung Puspemas. Kemarin, sebelum resmi bekerja sebagai peneliti di sini, Lema memarkir motornya di tempat khusus pengunjung sehingga kelabakan mencari motornya saat pulang. Berbeda dengan tempat parkir bawah tanah ini yang hanya dapat diisi oleh mobil dan motor para staf dan peneliti di sini sehingga Lema tidak perlu terlalu pusing mencari motornya nanti.Di tempat parkir bawah tanah, ada eskalator yang menghubungkan masuk ke gedung Puspemas lantai satu. Jika kemarin melewati pintu depan, melalui tempat parkir bawah tanah ini, Lema memasuki gedung Puspemas dari pintu belakang. Setelah menaiki eskalator, Lema bergegas mencari lift. Ditekannya tombol berlambang angka 7 itu dan lift pun segera berjalan naik.Sebetulnya, Lema tidak bangun telat. Lema tidak tertinggal menjalankan salat subuh berjamaah di masjid. Lema juga tidak mandi dan makan terlalu lama. Namun, Lema lupa mengisi angin untuk

  • Algoritma Bonanza   Bab IV: Tentang Puspemas

    Semburat lembayung senja telah menampakkan dirinya di cakrawala yang mulai terlihat redup. Jarum kecil yang ada pada jam dinding di dalam ruangan Lema telah menunjuk pada angka 3 sedangkan jarum panjangnya menghadap angka 12. Setelah membaca beberapa buku mengenai jenis-jenis penelitian yang diperoleh dari perpustakaan Puspemas, Lema bersiap pulang.Gedung Puspemas terdiri atas sepuluh lantai. Seperti gedung pada umumnya, halaman lobi, display, dan layanan pelanggan ada di lantai satu. Layanan keanggotaan dan penelusuran informasi ada di lantai dua. Kantin dan koperasi ada di lantai tiga. Berbagai jenis laboratorium terletak di lantai empat. Ruang rapat, auditorium, dan ruang multimedia terdapat di lantai lima. Barulah di lantai 6 terdapat layanan perpustakaan dan tempat salat.Ruangan tempat Lema bekerja ada di lantai tujuh yang berisi perkantoran. Selain Lema, ruang kerja peneliti lainnya juga terdapat di lantai tujuh. Jika ingin turun atau naik, pengunjung, staf, atau peneliti dapa

  • Algoritma Bonanza   Bab III: Bertemu Luhung

    Lema mulai menata beberapa buku catatan, buku paket matematika dari mulai tingkat SD hingga SMA, dan buku-buku lain yang membahas berbagai model pembelajaran di lemari arsipnya. Selain buku, Lema juga merapikan dokumen-dokumen yang masih tercecer di meja. Dokumen-dokumen yang tercecer itu seperti surat perjanjian kerja, jadwal rapat, dan agenda kegiatan peneliti divisi Pendidikan Matematika di Puspemas. Wah, banyak juga ya, tugasku. Lema menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum menyeringai. Ah, sudahlah. Payah sekali kau, Lema, baru masuk sehari sudah mengeluh. Jalani saja, jangan hanya dipikirkan. Lema meregangkan tubuhnya. Tak lama setelah Lema melakukan peregangan, terdengar suara pintu ruangannya diketuk. “Masuk!” Lema sedikit meninggikan nada bicaranya agar suaranya terdengar hingga keluar. Yang mengetuk pintu pun masuk ke dalam ruangan setelah mendengar jawaban dari dalam ruangan. “Halo, Lema.” Pria berbadan tegap itu berdiri di hadapan Lema dan membuka obrol

  • Algoritma Bonanza   Bab II: Penandatanganan Perjanjian Kerja

    Pukul enam lewat enam menit, Lema sudah sampai di tempat kerjanya. Hari pertama bekerja, mengingat wejangan dari bapaknya, Lema harus menunjukkan kesan pertama yang bagus. Oleh karena itu, sebelum masuk, Lema merapikan rambutnya, dasinya, kemejanya, dan mengencangkan ikat pinggangnya.Setelah dirasa penampilannya sudah oke, Lema memasuki gedung bertingkat sepuluh itu, tempat ia bekerja selama beberapa waktu ke depan. Atau mungkin untuk selama-lamanya? Entahlah. Yang ada dalam pemikiran Lema hanya satu:Mari tunjukkan integritasmu, Lema. Keluarkan semua ide-idemu. Barangkali, ide-idemu itu bisa bermanfaat untuk banyak orang. Jangan lupa juga, luruskan niatmu karena Allah ta’ala.Dengan mengumpulkan tekad dan keyakinan penuh, Lema memasuki kawasan gedung itu. Setelah bertemu, bertegur sapa, dan bersalaman dengan satpam yang ada di pintu pagar dan pintu masuk, Lema melangkahkan kakinya menemui dua orang resepsionis di halaman lobi lantai satu.“Permisi, Mbak.”Dua orang perempuan yang be

  • Algoritma Bonanza   Bab I: Lema Alfa Sayyid

    Setra dikenal sebagai kota dengan suasana yang unik. Kota yang berumur tiga puluh tahun ini mengalami banyak kemajuan. Tiang-tiang utilitas yang digunakan untuk mendistribusikan listrik-listrik dengan daya tinggi telah banyak dipasang di kota ini. Gedung-gedung yang dibangun setinggi langit juga telah memenuhi pemandangan di kota ini. Meskipun banyak gedung bermunculan, bukan berarti Setra telah kehilangan pemandangan yang menyejukkan, terutama di pagi hari. Kabut pagi hari di kota Setra memang tak sebanyak kabut di kota-kota lainnya. Suhu di kota ini tidak terlalu panas untuk ukuran daerah perkotaan, tetapi tidak juga sedingin di daerah pegunungan pada umumnya. Persawahan dan pepohonan rindang pun masih dapat dijumpai di beberapa wilayah di kota ini. Adanya pegunungan, persawahan, dan pepohonan rindang yang masih terawat menjadikan Setra sebagai kota yang bebas polusi meskipun banyak gedung dan pabrik di dalamnya. Walikota Setra sangat berdedikasi dalam mengembangkan konsep pembangu

  • Algoritma Bonanza   Pendahuluan

    Sedari tadi, Effie masih berkutik dengan ponsel pintarnya. Jemarinya lincah menekan layar sentuh kapasitif pada ponsel itu. Sesekali, mata cokelatnya menatap ke atas langit-langit sembari mulutnya komat-kamit. Effie harus mengingat kembali apa saja materi yang diberikan gurunya, mencatat, lalu mengirim catatannya itu ke situs web Akademi Mahfuz Tajribah. Akademi Mahfuz Tajribah adalah sekolah khusus yang ditempuh oleh para calon peneliti. Para akademianya berasal dari seluruh penjuru negeri. Pendidiknya merupakan para akademisi yang telah melahirkan banyak penemuan terkemuka. Gedungnya bak istana kerajaan dengan halaman yang luas seukuran bandara. Tak heran jika Akademi Mahfuz Tajribah dijuluki sebagai akademi bonafide dan hanya dapat dimasuki oleh orang-orang elite. Setiap enam bulan sekali, akademi ini mengirimkan putra-putrinya ke daerah terpencil sebagai tugas penelitian yang harus dipenuhi untuk penilaian akhir semester. Di daerah terpencil itu, para akademia mengaplikasikan pen

DMCA.com Protection Status