Share

Aku menanggung karma Ibuku
Aku menanggung karma Ibuku
Penulis: Sandi Hasan

Bukti Foto

Aku merasa harus menanggung beban Karma yang diwariskan oleh ibuku... 

Namaku Salamah, dan saat ini usiaku 25 tahun. Aku sudah memiliki dua orang anak laki-laki, yang pertama berusia 3 tahun dan yang kedua 4,5 tahun.

 Sebagai anak tunggal, tentu saja aku menerima kasih sayang yang tak terbagi dari kedua orang tuaku. Namun, ada satu hal yang sangat menyakitkan hatiku: sampai detik ini, pernikahanku dengan suamiku belum juga mendapat restu dari orangtua suamiku.

 "Kenapa mereka masih belum bisa menerima aku?" tanyaku dalam hati. Apakah latar belakang keluarga kami yang sama-sama berasal dari keluarga berada jadi penyebabnya? Atau, mungkin, karena aku belum bisa memberikan mereka cucu perempuan? Pikiran itu terus mengusik benakku. Padahal kedua anak lelakiku ini adalah darah daging keluarga suamiku.

 Dalam hati aku berpikir, "Apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan hati mereka? Aku sudah berusaha sekuat tenaga, tapi tetap saja tidak membuahkan hasil." Kesedihan ini menghantui pikiranku setiap hari, bagai Karma yang kini harus aku tanggung sebagai akibat dari ketidakrestuan orang tua suamiku. Aku terus bertanya-tanya, apakah suatu saat nanti mereka akan luluh dan memberikan restu mereka?

Saat itulah rasa sakit di hatiku mulai muncul kembali, saat melihat mantan tunanganku yang dulu pernah ada di hidupku.

 Aku melihat mereka lewat di depan rumahku, dia dan istrinya tampak begitu bahagia, becanda tawa bersama, seolah tak ada rasa bersalah pada dirinya. 

Sesak mendalam kurasakan saat dia melirikku dengan senyum puas, seakan ingin mengatakan bahwa dia sudah melupakan apa yang terjadi di masa lalu dan kini mengejek keadaanku saat ini.

 Bukankah dulu orang tuaku yang tidak menyetujuinya? Ya, mereka menilai dia bukan pilihan yang baik bagiku, karena dia berasal dari keluarga yang tidak mampu dan tidak bisa memenuhi tuntutan uang hantaran yang diinginkan oleh ayah dan ibu. Ironis memang, tapi saat Mas Surya melamarku, orang tuaku begitu gembira dan menerimanya meskipun sebenarnya melamarku bukan oleh orang tuanya.

 "Kenapa memangnya orang tuaku begitu cepat menerima Mas Surya?" Aku tak habis pikir, namun ibuku berkata bahwa nantinya setelah anak kami lahir, orang tua Mas Surya pasti akan menyayangi kami dan sikap mereka akan berubah. Namun, kenyataannya hampir lima tahun pernikahan kami, sikap orang tua Mas Surya terhadapku tak pernah berubah. Dingin, seolah tak pernah menganggapku sebagai menantu mereka. Aku merasa hatiku selalu dihantui perasaan sesak, menyesal, dan ingin mengungkapkan perasaan ini. 

Tapi aku tak mampu, kuatkan diri dengan mengusir kenangan pahit tersebut dan terus melangkah. Membangun kebahagiaan bersama Mas Surya, meski tak mudah melupakan mantan tunanganku yang kini bahagia di depan mataku.

Aku segera berlari masuk ke dalam rumah, bayangan mantan tunanganku yang seakan mencibir kehidupanku kini tak bisa ku hindari. Aku tahu, kehidupanku yang tidak harmonis dengan keluarga Mas Surya sudah menjadi rahasia umum.

 Rasa penyesalan itu memang ada, sebagai manusia biasa bagaimana tidak, apalagi melihat kehidupannya yang kini lebih bahagia dari pada diriku.

 "Tidak apa-apa, aku yakin semua orang akan menemukan kebahagiaannya. Mungkin belum saat ini, tapi aku anggap saja ini sebagai ujian dari Tuhan," gumamku dalam hati, berusaha menguatkan diri sendiri.

 Meskipun air mata yang mengalir tak mampu menutupi perasaan yang ada di dalam hati.

 "Mama kenapa?" si sulung menghampiri ku, dengan tatapan polosnya yang sangat lucu.

 "Tidak apa-apa Nak, tadi mama kelilipan debu, ayo main sana," jawabku sambil berusaha menyembunyikan air mata yang masih tertahan di pelupuk mata. Buru-buru aku menghapus air mataku. Aku tidak ingin nanti suamiku Mas Surya tahu bahwa aku sedang sedih, itu akan menimbulkan masalah baru lagi nanti.

Meski jujur saja, aku merasa kecewa dengan alur hidupku. Kadang aku bertanya, apa dosa yang sudah kuperbuat hingga ujian hidupku terasa tiada henti.

Rasa sakit hatiku karena melihat mantan tunanganku pun belum usai, lalu tiba-tiba handphone suamiku berdering. 

"Lho, kok ini handphone dia ada di sini?" Gumamku. Biasanya, handphone itu tidak pernah terpisah dari tangannya. Aku mengambil handphone itu dan berencana mengantarkannya ke suamiku. 

Namun, setelah mencari-cari, rupanya dia tidak ada di rumah. Rasa penasaran pun mulai menggerogoti hatiku. 

Beberapa kali, notifikasi pesan muncul di layar, dengan nama 'Kang Bakso' yang tertera.

 "Kenapa Kang Bakso mengirim pesan?" Tanyaku dalam hati. Aku tak pernah merasa curiga selama ini dan sama sekali bukan tipe istri yang suka memeriksa handphone suami. Aku memberikan kepercayaan penuh kepadanya. 

Namun, kali ini rasa penasaran membuatku iseng membuka pesan tersebut. "Maafkan aku, Tuhan. Maafkan aku, suamiku. Mungkin ini akan menjadi batu sandungan dalam kehidupan kita, tapi aku benar-benar tak bisa mengendalikan rasa ingin tahu ini," lirihku, merasa menyesal namun tetap penasaran.

Betapa terkejutnya aku saat menemukan foto suamiku bersama perempuan yang tak asing bagiku. Dia adalah Nayla, adik kandung dari mantan tunanganku. Tidak ingin percaya, aku membaca seluruh percakapan mereka, dan benar saja, aku menemukan bukti perselingkuhan mereka. 

Rupanya mereka sudah menjalin hubungan selama tiga tahun yang lalu, saat anak pertamaku baru berusia dua tahun. Ini berarti suamiku sangat pintar menyembunyikan perselingkuhan ini, padahal Nayla selalu berada di depan mataku.

 "Sudah lama juga kita tidak bertemu, siapa yang menyangka akan begini? Apakah Mas Surya ingin aku terluka? Oh, kenapa Tuhan membiarkan ini terjadi padaku?" keluhku dalam hati. 

 Terdengar langkah kaki bergegas masuk ke dalam rumah, dan kuakui itu langkah kaki Mas Surya. Aku buru-buru meletakkan ponselnya ke tempat semula agar dia tidak curiga.

 "Sudah pulang Mas?" ucapku dengan lembut, berusaha keras agar ia tidak mengetahui bahwa aku telah menemukan rahasia tersembunyi mereka. "Sakitnya hati ini tidak tahu harus bagaimana lagi. Sungguh ingin aku berteriak, menangis, melampiaskan kemarahan, dan menuntaskan rasa sakit yang menyesakkan ini." Namun, aku harus tetap kuat demi anak-anakku dan menghadapi realita hidup ini.

"Iya, ini ada uang  belanja, nanti cukuplah ya untuk kamu beli beras sama anak-anak," ujar suamiku tiba-tiba.

 "Uang dari mana, Mas?" tanyaku dengan rasa heran dan ingin tahu. Aku berusaha keras untuk menahan rasa gugup yang kian mendalam, bahkan keringat dingin pun mulai mengalir di dahiku. 

 "Aku tadi bantu Bapak di toko, kebetulan toko lagi rame," jawabnya. Ketika aku mendengar itu, rasa penasaran mulai menyelimuti pikiranku. 

"Apakah dia benar-benar hanya membantu Bapak di toko, atau ada hal lain yang tersembunyi? Tidak mungkin toko tiba-tiba ramai tanpa alasan yang jelas. Apakah ini hanya alasan untuk menutupi sesuatu yang selama ini dia sembunyikan dariku?.

Kuberanikan diri untuk menenangkan perasaan yang kian resah, berusaha untuk lebih percaya pada suamiku. 

Namun, tetap saja aku takut,  bahwa  sesuatu dia sembunyikan selama ini, sudah aku ketahui 

Namun, daripada terus mencemaskannya, lebih baik aku menenangkan diri dulu dan berpikir untuk mencari  kebenarannya.

 aku memutuskan

untuk fokus pada kebutuhan anak-anak dan menerima uang ini dahulu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Arini Pramita
anak pertama 3thn anak kedua 4,5thn. ini kbalik atau gmna??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status