Ayah Cakra dengan mantap turun dari mobil hitamnya, disusul oleh Tora. Mereka berdua melangkah bersama menuju gerbang hijau yang menutupi rumah misterius tersebut. Kedatangan mereka di tempat ini bukan tanpa alasan. Ayah Cakra mencari bantuan, solusi atas masalah yang sedang dihadapinya. Mbah Yahya, seorang dukun yang terkenal dengan kekuatan sakti mandragunanya, adalah tujuan mereka. Tempat ini adalah rekomendasi dari Tora, yang sejak awal telah mendukung Ayah Cakra dalam perjuangannya mencari solusi. Ayah Cakra tidak akan menyerah begitu saja, dia bertekad untuk mencari jalan keluar dari masalahnya, tidak peduli seberat apa pun itu. Dia tidak akan berdiam diri dan menerima keadaan. Dalam pikirannya, jika cara baik tidak menghasilkan apa-apa, maka tidak ada salahnya mencoba cara lain, meski mungkin dianggap tidak baik oleh sebagian orang. Itulah yang menggerakkan langkah Ayah Cakra sekarang."Uangnya sudah disiapkan 'kan, Pak? Didala
"Ahh, Mas sok polos. Masa begitu saja nggak ngerti.""Dek! Tunggu dulu!" cegah Ustad Yunus dengan cepat memegang tangan Yumna, dimana perempuan itu hendak menyentuh miliknya."Kenapa, Mas?" Yumna menatap kesal suaminya. Padahal jika dilihat-lihat, tongkat suaminya itu bahkan sudah berdiri tegak. Yumna jadi tidak sabar ingin bermain-main dengannya."Kita mending mandi dulu, Dek. Baru kita ... Aaahhh!" Ustad Yunus sontak terkejut dibarengi dengan desaahan kecil yang lolos dibibirnya. Kedua bola matanya itu nyaris melotot, saat istrinya itu telah memanjakan tongkatnya."Adduuhh, Dek."Ustad Yunus meringis kegelian dan diawal-awal dia ingin mengakhiri apa yang telah terjadi.Namun, lama-kelamaan dia ikut terbawa suasana dan menikmatinya hingga membuat dirinya melayang-layang.'Kok bisa-bisanya Dek Yumna punya pemikiran untuk melakukan hal ini padaku? Tapi ini sungguh menakjubkan,' batin Ustad Yunus dengan hati berbunga-bunga.Pengalaman pertama menerima servise tentulah sangat berkesan ba
"Ahh, Mas sok polos. Masa begitu saja nggak ngerti.""Dek! Tunggu dulu!" cegah Ustad Yunus dengan cepat memegang tangan Yumna, dimana perempuan itu hendak menyentuh miliknya."Kenapa, Mas?" Yumna menatap kesal suaminya. Padahal jika dilihat-lihat, tongkat suaminya itu bahkan sudah berdiri tegak. Yumna jadi tidak sabar ingin bermain-main dengannya."Kita mending mandi dulu, Dek. Baru kita ... Aaahhh!" Ustad Yunus sontak terkejut dibarengi dengan desaahan kecil yang lolos dibibirnya. Kedua bola matanya itu nyaris melotot, saat istrinya itu telah memanjakan tongkatnya."Adduuhh, Dek."Ustad Yunus meringis kegelian dan diawal-awal dia ingin mengakhiri apa yang telah terjadi.Namun, lama-kelamaan dia ikut terbawa suasana dan menikmatinya hingga membuat dirinya melayang-layang.'Kok bisa-bisanya Dek Yumna punya pemikiran untuk melakukan hal ini padaku? Tapi ini sungguh menakjubkan,' batin Ustad Yunus dengan hati berbunga-bunga.Pengalaman pertama menerima servise tentulah sangat berkesan ba
Mbah Ratu terus melantunkan mantra dengan penuh keyakinan, mengarahkan energi ritual ke serangan pelet yang akan dikirimkan kepada Ustad Yunus.***Hari pun berganti."Allahuakbar Allahuakbar!"Suara kumandang adzan Subuh yang merdu seketika membangunkan Mami Soora dari tidurnya.Kedua matanya terbuka perlahan, dan dia melihat Papi Yohan sibuk merapikan beberapa pakaian dan meletakkannya ke dalam koper di samping lemari."Papi mau ke mana? Kok beres-beres baju?" tanya Mami Soora dengan rasa penasaran. Dia duduk perlahan, mencoba mengumpulkan pikirannya.Papi Yohan berhenti sejenak dari aktivitasnya, lalu menoleh ke arah Mami Soora sambil menyunggingkan senyuman. "Eh, Mami sudah bangun rupanya?""Mami tanya, Papi mau ke mana?""Papi mau mengajak Mami liburan.""Liburan?" Kening Mami Soora mengerut. "Liburan ke mana? Bukankah ini bukan hari libur?""Memang iya, ini bukan hari libur, tapi Papi mau kita berdua pergi liburan," jawab Papi Yohan, lalu melanjutkan. "Ya ... hitung-hitung bulan
Mendengar itu, Yumna langsung terbangun dengan kaget dan terkejut melihat apa yang terjadi. "Astaghfirullahallazim, Mas Boy! Ular dari mana itu??" teriaknya dengan mata membeliak."Cepat keluar dari sini, Dek!" titah Ustad Yunus.Bukannya menuruti permintaan sang suami, Yumna justru tanpa berpikir panjang turun dari kasur, lalu dengan keberanian yang luar biasa, dia mendekat dan mencoba mencekik ular itu dari belakang."Brengsekkkkk sekali kau, ya!! Berani-beraninya memeluk Mas Boyku!"Meski dalam keadaaan tanpa busana, Yumna berusaha keras untuk melindungi suaminya."Astaghfirullahallazim, Dek! Apa yang kamu lakukan? Cepat menyingkir dari sini dan pakai bajumu untuk bisa lari keluar mencari bantuan!" teriak Ustad Yunus yang kini terjepit dalam lilitan ular.Dia khawatir Yumna lah yang akan terluka, karena apa yang dia lakukan sangatlah membahayakan nyawanya sendiri.Namun, Yumna tampaknya tidak mendengar. Dengan penuh kekuatan, dia mengerahkan tenaga untuk mencekik ular itu."Rasaka
Ayah Cakra menoleh, lalu menatap kedua lengannya. Sontak, dia membulatkan mata karena memang benar kulitnya berubah menjadi biru. Kekagetan dan ketakutan tampak jelas di wajahnya, seolah-olah dia tak percaya dengan apa yang dia lihat. "Kataku juga cepat minum air ini, Cakra!!" teriak Mbah Ratu dengan nada suara yang menggelar. Dia langsung mencengkeram wajah Ayah Cakra dan menenggakkan secara paksa segelas air itu ke mulutnya. Setelah berhasil menghabiskan air tersebut, Ayah Cakra langsung jatuh tak sadarkan diri, tubuhnya terkulai lemas tak berdaya. Tapi beberapa saat kemudian, kulitnya yang sebelumnya membiru kini berangsur-angsur kembali ke warna aslinya. "Astaga Pak Cakra!" Tora memekik, terkejut dan tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia yang hendak meraih tubuh bosnya itu langsung dicegah oleh Mbah Ratu. "Jangan dipegang!" larangnya dengan nada tegas. "Kenapa, Mbah?" tanya Tora dengan raut wajah yang penuh kebingung
"Aahh... tapi Mas masih punya hutang lho sama aku," Yumna mencebikkan bibirnya dengan ekspresi kecewa."Hutang apa? Memangnya kapan saya pinjam uangmu, Dek?" tanya Ustad Yunus dengan rasa heran."Bukan hutang uang. Tapi hutang di ranjang, Mas.""Masih pagi, Dek. Udah ngomong ranjang aja kamu ini." Ustad Yunus tertawa kecil, tapi kedua pipinya sudah merona karena malu."Ih serius, Mas!" rengek Yumna yang segera bergelayut manja di dada suaminya, sambil mengelus-elus dada bidangnya. "Pokoknya nanti, Mas gantian yang servise aku. Aku juga mau dong dipuasin sama Mas Boy," tambahnya sambil mencium pipi kanan Ustad Yunus dengan penuh naffsu.Wajah pria itu semakin memerah, segera dia menarik Yumna untuk menjauh. Bukan maksudnya tidak suka diperlakukan seperti itu, hanya saja dia merasa malu karena kondisinya sekarang berada di tempat umum."Memangnya selama ini kamu nggak puas, ya, Dek, sama saya? Bukannya selama ini kamu yang sering keluar lebih dulu? Setiap kali kita bercinta?""Bukan ngg
"Duuuhhh, Dek, pikiran kamu udah kejauhan itu," Ustad Yunus menggeleng-geleng kepala. Tampaknya dia masih berpikir positif, menganggap apa yang terjadi hanyalah musibah. Selain itu, Ustad Yunus juga merasa bahwa selama ini tidak memiliki musuh, jadi tidak mungkin ada orang yang ingin balas dendam kepadanya tanpa sebab. "Kita juga nggak boleh su'uzon sama orang lain, Dek. Itu dosa," tambahnya sambil memberikan nasihat. "Bukan su'uzon, Mas. Aku hanya menebak. Siapa tau itu benar?" Yumna menjawab. "Ya udah, kamu nggak perlu memikirkan hal-hal seperti itu, Dek." Ustad Yunus langsung merangkul bahu Yumna dan mencium keningnya. "Insya Allah... kalau kita selalu dekat dengan Allah dan meminta pertolongan-Nya, kita akan selalu dilindungi dan dijauhkan dari bahaya. Sekarang, mending kita fokus pada tujuan awal, yaitu menghabiskan waktu bersama. Di mana pun kita berada, asalkan kita bisa bersama." "Tapi Mas, apa Mas masih mencintaiku?" "Kenapa kamu bert