Di bangku penumpang di dalam golden bird, Agit tersenyum memandang Seiko yang duduk di sebelahnya. Agit menggeser tubuhnya merapat ke Seiko.
Agit meraih tangan istrinya, mencium tangannya dengan penuh kasih sayang lalu mengelus kepala Seiko dengan lembut. Seiko sekuat tenaga menahan manik air matanya. Jangan menangis di depan Agit.
Agit memeluk tubuh ramping istrinya. Mencium kepala Seiko berkali-kali, seperti tidak rela dilepaskan.
"Kamu menangis? Seiko..." Agit menyadari riak-riak di kedua bola mata almond Seiko. Sekarang riak itu jatuh begitu deras. Tidak ada lagi pertahanan.
Seiko membenamkan wajahnya di dada bidang Agit. Dia kali ini tidak kuat. Biarlah air mata ini membuncah keluar, biar Agit tahu bagaimana perasaan istri sahnya ini. Seiko terisak-isak menumpahkan perasaannya di dada suaminya.
Agit merasakan kepedihan perasaan istrinya. Ia tidak berkata satu katapun. Hanya memeluk erat Seiko di dalam dadanya. Matanya sekarang jadi blur. Seandainya bisa dia memindahkan kepedihan di dada istrinya, biarlah dia yang menanggung.
Agit heran sejak ia mendengar suara Seiko yang berterus terang bahwa ia menghancurkan pagar rumah Kanaya, sejak itu perasaan cintanya muncul kembali kepada Seiko.
Ia membayangkan Seiko yang sakit hati melihat postingan nekat Kanaya. Seiko sangat mencintainya, Agit tahu itu. Bahkan Seiko pernah bilang, "Kamu boleh kemana saja, tapi kembalilah ke rumah, pulanglah, sempatkanlah, aku selalu menunggumu di rumah..."
Agit tidak pernah berniat menceraikan Seiko, walaupun Seiko belum hamil anak mereka. Sampai dia ketemu dengan Kanaya Abella yang membius pikirannya. Kanaya bintang iklan yang sedang jadi rising star, janda beranak satu usia usia 20 tahun. Janda desa yang ambisius. Menceraikam suaminya di desa demi impian glamornya.
Agit semakin terpikat dengan Kanaya yang tidak malu berkarir tapi mengakui sudah memiliki anak. Kata Kanaya, impian tetap impian, ia yakin akan meraihnya, tapi sifat keibuannya tidak berarti hilang. Kanaya bilang dia tidak bisa jauh dari anaknya semata wayang itu. Hal ini membuat Agit salut semakin terpesona dengan Kanaya.
Bahkan Agit dan Kanaya punya jadi punya cita-cita bersama. Mereka akan jadi suami istri yang sah. Ia akan menceraikan Seiko. Begitu janjinya kepada Kanaya yang ayu persis seperti Monica Belucci disaat muda.
Tapi sekarang Agit heran. Yang ada dipikirannya hanya Seiko. Seiko seorang. Dia merasa sangat bersalah kepada Seiko yang sudah sabar menjadi istrinya selama ini. Bahkan orangtuanya sampai mewanti-wanti agar jangan pernah menyakiti hati Seiko. Kata Ibunya, "Ibu sudah terlanjur sayang dengan Seiko, Git. Walau dia belum hamil. Tolong jangan pernah kamu ceraikan. Jangan. Kamu mau menikah lagi silakan. Tapi jangan kamu ceraikan Seiko. Ibu gak rela..."
Dan sekarang dia benar-benar jadi takut kehilangan Seiko. Kemana saja dia selama selama ini. Dia sudah mengabaikan perasaannya selama ini.
Mereka sudah sampai di tepi pantai Jakarta. Pantai buatan itu indah. Mereka berpelukan selama berjalan. Kadang diseling dengan ciuman bibir. Mereka seperti pasangan yang baru menikah.
"Git..."
"Ya sayang..."
"Istrimu itu sudah hamil ya?" Seiko bertanya sambil tersenyum.
Agit terkejut mendengar kalimat Seiko. Agit diam, dia memeluk Seiko semakin erat. Sekarang dia malah yang ingin menangis, rasanya mau teriak. Agit lalu mengangguk.
"Aku lihat di postingannya terbaru. Beberapa jam setelah aku nabrak pagar rumahnya. Dia memamerkan test packnya. Aku yah... sejujurnya aku iri. Padahal aku sehat-sehat saja. Dia bisa hamil. Aku juga, seharusnya."
Seiko melepaskan pelukan Agit. Dia sekarang berdiri, menempel di badan gagah Agit. Meletakkan kedua tangannya di dada Agit. Matanya menatap Agit dengan lembut.
Seiko lalu berkata, "Aku ingin hamil juga, Git. Beri aku kesempatan sehari dua hari ini bersamamu, semoga saja aku hamil. Kalaupun tidak juga aku mau ikut bayi tabung." Seiko menarik napas panjang, wajahnya tetap tersenyum, "Kamu setelah ininboleh menikah dengan Kanaya, kamu tidak perlu pulang ke rumah. Kamu boleh menceraikanku, tapi beri aku kesempatan hamil dulu... Please..."
Agit langsung meraih wajah Seiko. Dipandangnya lekat lekat mata Almond itu nan menanggung banyak kepedihan itu. Agit mencium bibir Seiko dengan lembut. Perlahan. Bibir yang dulu selalu dirindukannya. Dilumatnya bibir mungil itu. Seiko membalas dengan penuh rasa.
Agit melepaskan bibir Seiko. Dipeluknya tubuh Seiko kuat-kuat, seakan baru menemukan berlian yang hilang dan takut hilang lagi. "Aku tidak akan pernah menceraikanmu Seiko, aku mau menikah dengan sejuta perempuan, tapi kamulah satu-satunya istri sahku di dunia dan di langit..." Agit menangis terisak. Seakan mengeluarkan bebannya.
Seiko juga ikut menangis. Mereka menangis berdua. Seiko meremas tangan Agit, "Git, jadi aku boleh memilikimu sehari dua hari ini?" Seiko mengulang pertanyaannya dengan penuh harapan.
"Kita ke Jepang yuk. Cuma 7 jam." Agit mencium bibir Seiko, melumatnya berkali-kali. "Kamu kan Seiko, ayahmu Jepang. Aku mau anak kita made in Jepang. Gimana?"
Seiko tertawa dengan air mata yang berderai-derai. "Amin. Amin. Amin." Seiko memeluk Agit kuat-kuat. "Aku mau hamil. Aku mau hamil anak kamu Agit."
Mereka lalu memesan tiket dari online. Syukurnya ada penerbangan jam 11 malam dari Jakarta dengan JAL. Mereka lalu memilih stay di hotel bandara. Kata Agit, "Kita bikin anak di bandara Sei.."
Seiko tertawa bahagia. "Jangan bilang kamu pernah sama mereka di hotel bandara... "
"Belom pernah haha. Kepikiran aja nggak. Kamu tuh yaa. Kamu istriku yang sangat super sabar. Bidadari surgaku..." Agit mencium kepala Seiko berkali-kali.
"Amin. Amin." Seiko bahagia sekali hari ini.
"Matikan hapenya Sei. Aku mau kita tidak punya gangguan."
"Iya benar! Aku mau hari ini kamu milikku Agit, suamiku!"
Mereka sekarang jadi seperti mereka yang baru kenal, yang ada hanya perasaan menerima satu sama lain.
"Sei, kamu kok galak banget sih. Galak banget istriku ini..."
"Kamu gak nyangka kan kalau aku bisa ngamuk nabrakin pagar orang haha..."
"Iya, luar biasa. Aku sampe mikir kamu bakal ngebunuh aku loh Sei. Ya Allah Seiko ternyata ya kalau udah cemburu... Ck ck ck..."
"Ya coba jadi aku deh, Git. Kamu pasti gak bakal kuat. Perempuan itu mahluk yang diciptakan Allah untuk tahan sakit. Gak tau kan kamu Git!"
"Iya bener sekali. Kamu benar sayang..."
"Aku sih nerima aja kamu dengan perempuan-perempuan kamu itu. Asal kamu nikah. Jangan buat zina. Mau diapaian kamu juga makin tua makin jadi raja minyak. Aku tahu diri saja..."
"Iya sampai aku ketemu batunya dengan Kanaya. Aku juga heran kenapa aku bisa sebegitunya dengan dia. Mata bongsang aja nih. Ampun Tuhan."
"Halah kamu nih. Itu udah penyakit kamu Agit. Dan sudah jadi takdirku punya suami seperti kamu. Terima nasib ajalah..."
"Sei..."
"Ya..?"
"Kamu perempuan terbaik yang Tuhan kirimkan kepadaku. Please... Jangan pernah pergi meninggalkanku. Please..."
Seiko tertawa perlahan. Mengelus pipi Agit. Suami womanizernya yang sangat dicintainya ini. "Yang penting kamu harus rajin-rajin check up ke dokter kulit dan kelamin. Rajin kan?"
"Selalu sayang. Kamu selalu ngingetin aku kan."
"Bagaimanapun, bukan aku saja, kasian perempuan-perempuan itu kalau ketularan penyakit. Kamu suruh mereka juga check up kan. Jangan sampai kamunya bersih, merekanya nggak."
Agit mengangguk. Ia beruntung menikah dengan Seiko. Baginya Seiko adalah istri yang hebat, bisa penuh emosi tapi sebenarnya Seiko sangat rasional, wawasannya luas. Dia pandai menekan perasaannya.
Agit memeluk erat-erat bidadari surganya.
Kanaya menelepon Agit. Dia murka sekali. Sejak mereka berpisah di pelataran parkir hotel, Agit jadi berubah. Kanaya merasakannya. Kemarin dia menelepon Agit, nyambung, tapi tidak dijawab. Sampai hari ini. Dua hari Agit mengabaikan telepon-teleponnya. Sekarang malah tidak bisa dihubungi. Kanaya menelepon sekretaris Agit, jawabannya malah Agit sudah dua hari tidak masuk kantor. Hari pertama itu sempat masuk pagi, lalu meninggalkan kantor, itu waktu Agit bertemu dengannya. Kanaya mendengus dalam hati, katanya mau balik ke kantor, bohong. "Aku tahu dia pasti di rumah istrinya." Kali ini desis marah dari bibir Kanaya. Kanaya tahu dimana rumah Agit. Kanaya berniat akan kesana. Jangan main-main sama aku, Agit! Kanaya menginjak gas, segera menuju ke rumah Agit. Sekarang Kanaya berada di depan rumah itu. Kanaya sejenak memperhatikan rumah itu. Dia pernah kesini diam-diam sekedar kepo seperti apa rumah Agit.Rumah tua yang sederhana tapi asri. Rumah itu lebar sekali, lebarnya mungkin 20
"Sei, lihat inst4gr4m Kanaya Abella. Buruan." Chiharu adik Seiko menelepon.Seiko membuka inst4gr4m. Sebentar saja wajahnya seketika panas. Tangannya gemetar memegang gawai merk mewah keluaran terbaru. Gak salah ini? Ya Tuhan.Di postingan terbaru akun Kanaya Abella adalah foto mesra Kanaya di atas bed yang nyaman dengan latar belakang laut yang sangat biru bening, hanya memakai selimut, mesra tertawa bersama seorang lelaki yang bertelanjang dada. Di caption tertulis teks 'with my hubby, mas Agit Darmawangsa.'Agit Darmawangsa adalah nama suami dari Seiko. Bukan cuma nama, tapi Seiko tahu bahwa lelaki yang sedang memeluk Kanaya di bed itu adalah fix suaminya!Bahkan Seiko melihat tanda lahir bercak coklat di dada lelaki itu. Seiko yakin itu adalah suaminya, Agit tercinta.Seiko mengscroll postingan-postingan yang lain. Ada Kanaya sedang pose di depan rumahnya. Whatss rumahnya ala mediteran, dia minta renov dapur saja ke Agit tidak pernah di acc. Ngeselin banget. Argh. Seiko cemburu de
"Benar itu rumahnya Sei?" Tanya Chiharu kepada Seiko yang duduk di belakang setir."Benar. Nih cocok kan dengan gambarnya. Pagarnya, model rumahnya." Seiko meyakinkan adiknya, Chiharu. Keduanya saling bertatapan. Lalu keduanya diam menatap rumah itu kembali.Jarak mereka 20 meter dari rumah itu. Hari masih pagi, jelang pukul 7, kakak adik itu, Seiko dan Chiharu sudah menunggu disana tiga puluh menit. Seiko menatap rumah itu tanpa berkedip. "Sebentar lagi dia akan keluar mengantar anaknya sekolah. Nah itu dia."Dari rumah berhalaman luas itu keluar seorang perempuan cantik dengan penampilan yang sophisticated. Wajahnya ayu jelita seperti Monica Belucci versi masih muda. Rambutnya diikat satu ke atas, berkacamata hitam, dia memakai kemeja putih oversize dengan kerah ditegakkan, kaki panjangnya dibalut dengan legging jeans.Perempuan itu berjalan dengan anggun, tampak memukau. Di belakang perempuan itu berjalan seorang pengasuh anak berseragam putih menuntun seorang anak laki-laki berusi
"Oh iya Pak." Kanaya pura-pura terkejut, "Memang tamu saya. Mereka kontraktor yang mau renovasi rumah saya pak. Yang pertama mau direnov pagarnya Pak.""Oh baiklah Bu, jadi ini pagar ini memang sengaja dirobohin ya Bu.. Syukurlah. Saya kira ada apa. Kami selalu siap membantu warga." Pak RT menyambung percakapan."Iya Pak. Sengaja. Hehe... Saya baik baik saja Pak. Juga Bapak-bapak semua saya ucapkan terimakasih atas perhatiannya."Pak RT, satpam dan semua bapak-bapak sekarang maklum. Walau sebenarnya mereka tidak terlalu percaya dengan penjelasan Kanaya yang kurang logis, mereka memilih diam. Mereka semua pamit kepada Kanaya."Eh, maaf, Pak RT dan Bapak-bapak. Boleh saya minta tolong, pagar ini menghalangi, mobil saya tidak bisa keluar. Bisa tolong digeser sedikit saja. Hehe.."Bapak-bapak yang sudah mau melangkah pergi, jadi saling bertatapan satu sama lain. Ada yang mau protes, dicolek oleh Pak RT untuk diam. Mereka kemudian bersama-sama menggeser pagar besi yang menghalangi jalur c
Dering suara tutup botol dibuka terdengar kencang. Ringtone gawai Seiko. Seiko segera meraih gawainya. Agit yang meneleponnya. Seiko tidak menjawab. Dering itu berkali-kali dan akhirnya mati sendiri. Seiko sudah tiga hari tidak masuk kerja. Dia bahkan ingin berhenti saja. Walau sebenarnya untuk posisinya saat ini minimal tiga bulan sebelumnya harus diajukan. Atau dia dianggap dipecat secara hormat, dan dia tidak masalah. Seiko sudah siyap. Seiko berharap Agit tidak pulang karena Seiko sedang ada rencana hari ini. Dia mau bertemu dengan seorang broker rumah. Seiko berencana ingin menjual rumah ini.Rumah yang ditempati Seiko ini adalah rumah warisan dari orang tuanya. Rumah ini atas nama dirinya. Rumah dengan tanah lumayan besar 1000 meter di kawasan Pejaten Barat.Orang tua Seiko punya tiga rumah. Yang dua untuk Seiko dan adiknya Chiharu, masing-masing satu. Sedangkan satunya yang hanya 100 meter dijual dan hasilnya dibagi rata untuk Seiko dan Chiharu. Rupanya orang tua Seiko sudah
Kanaya menelepon Agit. Dia murka sekali. Sejak mereka berpisah di pelataran parkir hotel, Agit jadi berubah. Kanaya merasakannya. Kemarin dia menelepon Agit, nyambung, tapi tidak dijawab. Sampai hari ini. Dua hari Agit mengabaikan telepon-teleponnya. Sekarang malah tidak bisa dihubungi. Kanaya menelepon sekretaris Agit, jawabannya malah Agit sudah dua hari tidak masuk kantor. Hari pertama itu sempat masuk pagi, lalu meninggalkan kantor, itu waktu Agit bertemu dengannya. Kanaya mendengus dalam hati, katanya mau balik ke kantor, bohong. "Aku tahu dia pasti di rumah istrinya." Kali ini desis marah dari bibir Kanaya. Kanaya tahu dimana rumah Agit. Kanaya berniat akan kesana. Jangan main-main sama aku, Agit! Kanaya menginjak gas, segera menuju ke rumah Agit. Sekarang Kanaya berada di depan rumah itu. Kanaya sejenak memperhatikan rumah itu. Dia pernah kesini diam-diam sekedar kepo seperti apa rumah Agit.Rumah tua yang sederhana tapi asri. Rumah itu lebar sekali, lebarnya mungkin 20
Di bangku penumpang di dalam golden bird, Agit tersenyum memandang Seiko yang duduk di sebelahnya. Agit menggeser tubuhnya merapat ke Seiko.Agit meraih tangan istrinya, mencium tangannya dengan penuh kasih sayang lalu mengelus kepala Seiko dengan lembut. Seiko sekuat tenaga menahan manik air matanya. Jangan menangis di depan Agit. Agit memeluk tubuh ramping istrinya. Mencium kepala Seiko berkali-kali, seperti tidak rela dilepaskan. "Kamu menangis? Seiko..." Agit menyadari riak-riak di kedua bola mata almond Seiko. Sekarang riak itu jatuh begitu deras. Tidak ada lagi pertahanan.Seiko membenamkan wajahnya di dada bidang Agit. Dia kali ini tidak kuat. Biarlah air mata ini membuncah keluar, biar Agit tahu bagaimana perasaan istri sahnya ini. Seiko terisak-isak menumpahkan perasaannya di dada suaminya. Agit merasakan kepedihan perasaan istrinya. Ia tidak berkata satu katapun. Hanya memeluk erat Seiko di dalam dadanya. Matanya sekarang jadi blur. Seandainya bisa dia memindahkan kepedih
Dering suara tutup botol dibuka terdengar kencang. Ringtone gawai Seiko. Seiko segera meraih gawainya. Agit yang meneleponnya. Seiko tidak menjawab. Dering itu berkali-kali dan akhirnya mati sendiri. Seiko sudah tiga hari tidak masuk kerja. Dia bahkan ingin berhenti saja. Walau sebenarnya untuk posisinya saat ini minimal tiga bulan sebelumnya harus diajukan. Atau dia dianggap dipecat secara hormat, dan dia tidak masalah. Seiko sudah siyap. Seiko berharap Agit tidak pulang karena Seiko sedang ada rencana hari ini. Dia mau bertemu dengan seorang broker rumah. Seiko berencana ingin menjual rumah ini.Rumah yang ditempati Seiko ini adalah rumah warisan dari orang tuanya. Rumah ini atas nama dirinya. Rumah dengan tanah lumayan besar 1000 meter di kawasan Pejaten Barat.Orang tua Seiko punya tiga rumah. Yang dua untuk Seiko dan adiknya Chiharu, masing-masing satu. Sedangkan satunya yang hanya 100 meter dijual dan hasilnya dibagi rata untuk Seiko dan Chiharu. Rupanya orang tua Seiko sudah
"Oh iya Pak." Kanaya pura-pura terkejut, "Memang tamu saya. Mereka kontraktor yang mau renovasi rumah saya pak. Yang pertama mau direnov pagarnya Pak.""Oh baiklah Bu, jadi ini pagar ini memang sengaja dirobohin ya Bu.. Syukurlah. Saya kira ada apa. Kami selalu siap membantu warga." Pak RT menyambung percakapan."Iya Pak. Sengaja. Hehe... Saya baik baik saja Pak. Juga Bapak-bapak semua saya ucapkan terimakasih atas perhatiannya."Pak RT, satpam dan semua bapak-bapak sekarang maklum. Walau sebenarnya mereka tidak terlalu percaya dengan penjelasan Kanaya yang kurang logis, mereka memilih diam. Mereka semua pamit kepada Kanaya."Eh, maaf, Pak RT dan Bapak-bapak. Boleh saya minta tolong, pagar ini menghalangi, mobil saya tidak bisa keluar. Bisa tolong digeser sedikit saja. Hehe.."Bapak-bapak yang sudah mau melangkah pergi, jadi saling bertatapan satu sama lain. Ada yang mau protes, dicolek oleh Pak RT untuk diam. Mereka kemudian bersama-sama menggeser pagar besi yang menghalangi jalur c
"Benar itu rumahnya Sei?" Tanya Chiharu kepada Seiko yang duduk di belakang setir."Benar. Nih cocok kan dengan gambarnya. Pagarnya, model rumahnya." Seiko meyakinkan adiknya, Chiharu. Keduanya saling bertatapan. Lalu keduanya diam menatap rumah itu kembali.Jarak mereka 20 meter dari rumah itu. Hari masih pagi, jelang pukul 7, kakak adik itu, Seiko dan Chiharu sudah menunggu disana tiga puluh menit. Seiko menatap rumah itu tanpa berkedip. "Sebentar lagi dia akan keluar mengantar anaknya sekolah. Nah itu dia."Dari rumah berhalaman luas itu keluar seorang perempuan cantik dengan penampilan yang sophisticated. Wajahnya ayu jelita seperti Monica Belucci versi masih muda. Rambutnya diikat satu ke atas, berkacamata hitam, dia memakai kemeja putih oversize dengan kerah ditegakkan, kaki panjangnya dibalut dengan legging jeans.Perempuan itu berjalan dengan anggun, tampak memukau. Di belakang perempuan itu berjalan seorang pengasuh anak berseragam putih menuntun seorang anak laki-laki berusi
"Sei, lihat inst4gr4m Kanaya Abella. Buruan." Chiharu adik Seiko menelepon.Seiko membuka inst4gr4m. Sebentar saja wajahnya seketika panas. Tangannya gemetar memegang gawai merk mewah keluaran terbaru. Gak salah ini? Ya Tuhan.Di postingan terbaru akun Kanaya Abella adalah foto mesra Kanaya di atas bed yang nyaman dengan latar belakang laut yang sangat biru bening, hanya memakai selimut, mesra tertawa bersama seorang lelaki yang bertelanjang dada. Di caption tertulis teks 'with my hubby, mas Agit Darmawangsa.'Agit Darmawangsa adalah nama suami dari Seiko. Bukan cuma nama, tapi Seiko tahu bahwa lelaki yang sedang memeluk Kanaya di bed itu adalah fix suaminya!Bahkan Seiko melihat tanda lahir bercak coklat di dada lelaki itu. Seiko yakin itu adalah suaminya, Agit tercinta.Seiko mengscroll postingan-postingan yang lain. Ada Kanaya sedang pose di depan rumahnya. Whatss rumahnya ala mediteran, dia minta renov dapur saja ke Agit tidak pernah di acc. Ngeselin banget. Argh. Seiko cemburu de