Di Kediaman Aldiso.Intan membantu Alfred mengemas pakaian. Samar-samar ada kekhawatiran di matanya. "Bagaimana kalau aku temani saja? Aku bisa khawatir kalau kamu pergi sendirian.""Aku tidak pergi sendirian. Darius dan Tuan Axel juga ikut. Kamu tidak usah ikut, kamu masih harus persiapkan pernikahan Nina. Selain itu, Erik juga sudah mau masuk ke sekolah.""Bagaimana keterampilan seni bela diri Tuan Axel?" Intan tidak terlalu mengenal Axel. Meski sudah berinteraksi sekian lama dan tahu Axel adalah orang yang sangat penting di Kediaman Aldiso, Axel tidak terlalu mencolok."Biasa saja, tapi otaknya sangat cerdik."Intan tetap khawatir. Mereka akan menyelinap ke kota perbatasan Negara Lonis. "Bagaimana kalau aku suruh Marsila ikut?"Alfred memeluk Intan dan mengecup kening Intan. Tampang Intan yang khawatir sungguh membuatnya girang. "Tidak perlu. Aku minta Guru ikut denganku.""Paman Guru ikut? Baiklah." Paman Guru sangat terampil dalam seni bela diri dan sangat misterius. Terkadang, ke
Malam itu, Alfred bergegas keluar kota bersama Darius dan Axel. Pada saat yang bersamaan, Alfred mengirim merpati pembawa surat ke Taliani untuk meminta bantuan pada gurunya.Setelah Alfred berangkat, Marsila mengajak Intan untuk tidur di kamar sebelah. Alasannya adalah takut Intan tiba-tiba merasa kesepian karena sudah terbiasa tidur berdua.Intan mengetuk kepala Marsila. "Aku sama sekali tidak kesepian. Kamu yang merasa bosan, 'kan? Bagaimana kalau kamu cari Ranto saja?""Aku tidak mau cari Ranto. Ranto sudah hebat sekarang, jadi pelatih tentara kediaman. Gaya jalannya pun seperti ayam jantan." Marsila merebah di atas ranjang sambil menyangga dagu dengan kedua tangan. "Aku tidak merasa bosan atau kesepian, hanya mau mengobrol denganmu. Dalam dua hari lagi, kita bisa pergi menonton keramaian. Shayna diangkat menjadi selir Keluarga Bangsawan Winata."Intan menyilangkan kedua tangan di belakang kepala. "Ya, aku tahu tentang ini. Aku sedang pikirkan hal yang lain sekarang.""Apa yang kam
Marsila dan Intan mengobrol sepanjang malam. Setelah berpartisipasi dalam peperangan Manuel, pikiran Marsila menjadi lebih dewasa. Terutama ketika Marsila tinggal di ibu kota akhir-akhir ini, Marsila sudah mengetahui banyak masalah dari keluarga aristokrat. Marsila merasa masalah di dunia ini tidak sesederhana seperti yang dia lihat ketika dia tinggal di Gunung Pir.Kehidupan di Gunung Pir terlalu sederhana. Setiap hari hanya mencari masalah, bersenang-senang dengan anjing dan kucing, menggali tanah untuk mencari ular, serta mengejar sapi. Hal yang paling serius adalah dipukul oleh murid sekte lain.Di tengah obrolan, rasa kantuk menyerang. Marsila memiringkan badan dan menyilangkan satu kaki ke tubuh Intan, lalu menguap. "Aku lumayan iri kamu punya ibu mertua yang baik. Nyonya Kartika sebenarnya sangat membelamu.""Aku tahu.""Kalau tidak, aku juga menikah dengan Panglima saja. Biar Nyonya Kartika jadi ibu ...."Marsila yang belum selesai berbicara sudah ditendang dari ranjang. Marsil
Nyonya Besar Diana menatap Intan dari atas ke bawah. Sekarang Intan sudah beraura mulia dan berwibawa, benar-benar berbeda dengan dulu.Tatapan mata Nyonya Besar Diana menyiratkan kemarahan, penyesalan, kebencian, dan keengganan, sangat kompleks.Begitu pula Shayna. Akan tetapi, Shayna lebih merasa benci dan iri.Dia hampir saja bisa menjadi nyonya selir Raja Aldiso."Sial!" tukas Marsila dengan jengkel.Intan melirik mereka sekilas. Saat melihat Tuan Muda Toko Aurum yang tersenyum ceria di depannya, Intan berpikir dalam hati, mata pebisnis sungguh tajam. Tuan Muda Toko Aurum bahkan dapat mengenali dirinya yang begitu kacau di hari itu.Tidak mengherankan juga. Dulu, Intan pernah pergi ke Toko Aurum bersama ibunya, pernah melihat tuan muda ini.Intan tersenyum. "Tuan Muda tidak perlu sungkan. Kami ingin naik ke lantai tiga dan pilih aksesori. Apakah bisa?""Bisa, bisa." Tuan Muda Toko Aurum berseru dengan penuh semangat, "Nyonya Intan, Nona-Nona, mari ikut aku. Aku akan melayani kalian
Aksesori mutiara? Membelikan aksesori di lantai tiga?Dulu, Intan juga memberikan aksesori dan pakaian untuknya. Intan sangat murah hati. Intan juga berjanji akan menyiapkan harta bawaan yang banyak untuknya ketika dia menikah.Kini, Intan menyiapkan harta bawaan untuk orang lain.Hari ini, Shayna datang bersama Amanda untuk memilih harta bawaan. Akan tetapi, Amanda hanya memilih produk di lantai satu, bahkan tidak bisa naik ke lantai dua, apalagi produk mewah di lantai tiga.Mengapa kesenjangan antar manusia begitu besar?Tatapan para pelanggan yang menyiratkan rasa mengejek dan menghina membuat Shayna malu. Shayna langsung menggandeng lengan Amanda dan berkata, "Kakak Ipar, aku juga mau naik ke lantai tiga."Amanda menjadi jengkel. Awalnya, Amanda sudah agak enggan karena disuruh menyiapkan harta bawaan adik ipar menggunakan uangnya. Sebagai kakak ipar, dia bisa memberikan sebagian. Akan tetapi, sekarang Amanda diminta untuk membayar semuanya.Amanda juga tidak ingin pergi ke Toko Au
Karyawan tersenyum sembari menyahut, "Baik, mohon tunggu sebentar. Nona bisa duduk dulu, minum teh dan makan kue. Aku bungkus sekarang."Karyawan tidak menyebutkan harga karena pelanggan yang naik ke lantai tiga tidak akan menanyakan harga. Karyawan hanya perlu menyebutkan nominalnya setelah membungkus produk.Nyonya Besar Diana mengangkat alis ketika melihat aksesori kepala permata merah itu. Dia yang berwawasan luas tahu bahwa aksesori tersebut pasti sangat mahal. Batu permata merah memiliki kualitas yang berbeda. Ini tidak sebanding dengan permata merah kecil yang dibeli di masa lalu.Nyonya Besar Diana menatap Amanda dan berujar, "Karena Shayna mau, kamu belikan saja, bagaimana?"Amanda sangat marah. Bagaimana? Apakah dia punya pilihan? Karyawan sudah mengeluarkan kotak perhiasan yang indah untuk memuat aksesori.Kotak itu juga kelihatannya mahal. Terbuat dari kayu cendana dengan ukiran penyu dan bertatahkan sederet kepingan permata kecil. Sisi vertikal diukir dengan pola rumit. Ko
Amanda berlinang air mata. Suaranya sampai gemetar. "Tidak, kita pilih di lantai satu saja. Bisa pilih beberapa."Amanda adalah putri dari Keluarga Bangsawan Widyasono. Amanda tidak bisa berbicara dengan suara nyaring pada ibu mertuanya di sana, hanya bisa pasrah dan mengajak mereka ke lantai satu. Produk di lantai satu pun tidak murah. Toko Aurum hanya menjual aksesori dengan kualitas bagus.Shayna memeluk kotak perhiasan dengan erat. "Tidak mau, aku mau yang ini."Tubuh Amanda gemetar. Makin banyak pelanggan yang menengok ke luar dari ruangan mereka. Kekagetan di wajah mereka membuat rasa malu di hati Amanda menjadi lebih kuat.Namun, bagaimana bisa dia membayar tiga puluhan ribu tahil ini? Menghabiskan harta bawaannya dan tunjangan kematian Vincent untuk mereka? Bagaimana mungkin?Amanda berdiri di tempatnya dengan tubuh gemetar, tidak bersuara. Belum pernah dia merasa begitu canggung seperti saat ini.Amanda ingin berbalik badan dan langsung pergi, tetapi mansetnya ditarik oleh Nyo
Pengurus menoleh pada Shayna dan tersenyum saat berujar, "Nona, tentu saja boleh. Hanya saja, masih banyak lagi model aksesori kepala permata merah di toko kami. Nona baru lihat yang ini saja. Bagaimana kalau aku ambilkan beberapa model lagi untuk Nona pilih?"Shayna mendongakkan kepala. Seorang karyawan membawakan nampan kayu bubinga ke dalam ruangan. Hanya sekilas pandang, Shayna tahu semua itu tidak sebanding dengan set aksesori yang sedang dia pegang, pasti diambil dari lantai satu atau dua. Shayna memeluk kotak perhiasan itu dengan lebih erat. "Tidak mau, aku mau yang ini saja."Nyonya Besar Diana juga mulai marah. "Buat apa pilih-pilih lagi? Kami sudah bilang mau yang ini. Bagaimana Toko Aurum kalian ini? Ikut kami pulang saja dan ambil uang. Buat apa bicarakan yang lain?"Pengurus itu berwawasan luas. Orang semacam itu juga ada di Toko Aurum, tetapi tidak di lantai tiga.Jelas bahwa mereka ingin Amanda membelikan harta bawaan. Akan tetapi, keluarga ini agak aneh. Nyonya besar it