Karyawan tersenyum sembari menyahut, "Baik, mohon tunggu sebentar. Nona bisa duduk dulu, minum teh dan makan kue. Aku bungkus sekarang."Karyawan tidak menyebutkan harga karena pelanggan yang naik ke lantai tiga tidak akan menanyakan harga. Karyawan hanya perlu menyebutkan nominalnya setelah membungkus produk.Nyonya Besar Diana mengangkat alis ketika melihat aksesori kepala permata merah itu. Dia yang berwawasan luas tahu bahwa aksesori tersebut pasti sangat mahal. Batu permata merah memiliki kualitas yang berbeda. Ini tidak sebanding dengan permata merah kecil yang dibeli di masa lalu.Nyonya Besar Diana menatap Amanda dan berujar, "Karena Shayna mau, kamu belikan saja, bagaimana?"Amanda sangat marah. Bagaimana? Apakah dia punya pilihan? Karyawan sudah mengeluarkan kotak perhiasan yang indah untuk memuat aksesori.Kotak itu juga kelihatannya mahal. Terbuat dari kayu cendana dengan ukiran penyu dan bertatahkan sederet kepingan permata kecil. Sisi vertikal diukir dengan pola rumit. Ko
Amanda berlinang air mata. Suaranya sampai gemetar. "Tidak, kita pilih di lantai satu saja. Bisa pilih beberapa."Amanda adalah putri dari Keluarga Bangsawan Widyasono. Amanda tidak bisa berbicara dengan suara nyaring pada ibu mertuanya di sana, hanya bisa pasrah dan mengajak mereka ke lantai satu. Produk di lantai satu pun tidak murah. Toko Aurum hanya menjual aksesori dengan kualitas bagus.Shayna memeluk kotak perhiasan dengan erat. "Tidak mau, aku mau yang ini."Tubuh Amanda gemetar. Makin banyak pelanggan yang menengok ke luar dari ruangan mereka. Kekagetan di wajah mereka membuat rasa malu di hati Amanda menjadi lebih kuat.Namun, bagaimana bisa dia membayar tiga puluhan ribu tahil ini? Menghabiskan harta bawaannya dan tunjangan kematian Vincent untuk mereka? Bagaimana mungkin?Amanda berdiri di tempatnya dengan tubuh gemetar, tidak bersuara. Belum pernah dia merasa begitu canggung seperti saat ini.Amanda ingin berbalik badan dan langsung pergi, tetapi mansetnya ditarik oleh Nyo
Pengurus menoleh pada Shayna dan tersenyum saat berujar, "Nona, tentu saja boleh. Hanya saja, masih banyak lagi model aksesori kepala permata merah di toko kami. Nona baru lihat yang ini saja. Bagaimana kalau aku ambilkan beberapa model lagi untuk Nona pilih?"Shayna mendongakkan kepala. Seorang karyawan membawakan nampan kayu bubinga ke dalam ruangan. Hanya sekilas pandang, Shayna tahu semua itu tidak sebanding dengan set aksesori yang sedang dia pegang, pasti diambil dari lantai satu atau dua. Shayna memeluk kotak perhiasan itu dengan lebih erat. "Tidak mau, aku mau yang ini saja."Nyonya Besar Diana juga mulai marah. "Buat apa pilih-pilih lagi? Kami sudah bilang mau yang ini. Bagaimana Toko Aurum kalian ini? Ikut kami pulang saja dan ambil uang. Buat apa bicarakan yang lain?"Pengurus itu berwawasan luas. Orang semacam itu juga ada di Toko Aurum, tetapi tidak di lantai tiga.Jelas bahwa mereka ingin Amanda membelikan harta bawaan. Akan tetapi, keluarga ini agak aneh. Nyonya besar it
Dihormati dan dikenang, istilah itu sudah memberitahukan banyak informasi.Mereka senasib di mana suami mereka sama-sama gugur di medan perang. Oleh karena itu, Jennifer dengan baik hati ingin menolong Amanda. Tak disangka, Amanda tidak menghargai bantuannya. Jennifer juga sangat canggung.Setelah mengetahui identitas wanita itu, Intan pun paham.Namun, Intan tidak mengatakan apa-apa di sana. Intan mengalihkan topik dengan menanyai Nina aksesori mana saja yang sudah dipilih. Intan juga ingin membelikan hadiah untuk ibu mertuanya yang lugu. Nyonya Kartika pasti marah karena tidak diajak keluar hari ini.Alasannya adalah Nyonya Kartika telah membuka Toko Emas bersama Putri Chelsea dan Toko Emas telah meniru model produk Toko Aurum. Intan khawatir Nyonya Kartika akan merasa canggung dan kecut.Setelah menentukan model aksesori kepala mutiara sudah ditentukan dan memilih beberapa aksesori yang disukai, Nina memeluk Intan seraya berseru dia paling menyukai Intan.Tuan Muda Toko Aurum yang b
Setelah pulang dari istana, Nyonya Kartika langsung melewati aula paviliun dengan angkuh, tidak menghiraukan beberapa gadis yang sedang mengobrol di dalam.Salah seorang gadis berseru, "Ibu sudah pulang?"Nyonya Kartika tidak menghiraukannya, terus berjalan ke depan dengan angkuh.Gadis yang satunya berlari keluar dan menggandeng lengan Nyonya Kartika. "Ibu, coba lihat apa yang aku dan Kakak Ipar belikan untukmu. Ayo!""Cih!" Nyonya Kartika melirik Nina dengan cuek. "Aku tidak sudi!"Ekspresi Nina menjadi murung. "Hah? Ibu tidak sudi? Lama sekali Kakak Ipar memilihnya.""Cih! Lama sekali memilihnya?" Nyonya Kartika melemparkan tatapan dingin pada Intan yang berdiri di depan pintu. Melihat Intan menatapnya sambil tersenyum, Nyonya Kartika mendongakkan dagu. "Lihat saja, tapi aku ini pemilih."Intan tersenyum seraya berujar, "Ibu, mari."Marsila bergegas menyuruh pelayan menyiapkan teh buah. Saat Nyonya Kartika memilih aksesori, Marsila menceritakan keonaran hari ini padanya.Nyonya Kart
Di Kediaman Jenderal.Malam ini, hanya satu lampu yang menyala di lorong, dan dua lampu yang menyala di paviliun utama, ditutupi dengan kap lampu kaca. Dua kap itu lupa dibawa pergi oleh Intan ketika talak.Di aula samping, gelap gulita karena tidak ada lampu yang dinyalakan. Nyamuk terus beterbangan.Karyawan Toko Aurum masih duduk di aula samping paviliun utama untuk menunggu. Dia sangat gelisah. Tidak ada pelayan yang datang untuk menyajikan teh maupun menyalakan lampu. Dia sudah menunggu dari siang hari hingga malam.Karyawan itu ikut pulang ke Kediaman Jenderal untuk mengambil uang. Begitu masuk, dia langsung ditempatkan di aula samping. Lalu, terdengar suara keributan dan tangisan histeris dari aula utama.Lebih dari satu jam kemudian, suara ribut baru mereda. Seorang pelayan datang untuk menyuruhnya menunggu. Tidak ada yang datang lagi setelah itu.Dia menguasai seni bela diri. Oleh karena itu, dalam beberapa tahun ini, setiap kali ada pelanggan yang tidak membawa cukup banyak k
Shayna yang duduk di sisi ranjang Nyonya Besar Diana mendengus. "Aku tidak akan pergi ganggu dia. Sebelum dia menikah, aku pikir dia seberapa hebat sampai mau bandingkan harta bawaan dengan Intan. Sekarang, puluhan ribu tahil saja tidak mampu dia bayar. Dasar miskin! Setidaknya lebih baik daripada Linda. Berapa uang yang Kak Rudi berikan saat menikahi Linda? Harta bawaannya hanya sedikit saja. Belum pernah aku lihat orang semiskin itu. Pernikahan mereka bahkan direstui oleh Kaisar."Setelah menyindir dua kakak ipar, Shayna menyindir Selen. "Kak Selen juga tidak mau urus apa-apa begitu sakit. Dia belum menyiapkan harta bawaanku. Entah apa yang akan dia berikan. Sebaiknya aku jangan terlalu berharap. Dia lebih miskin dari yang lain."Dari tiga menantunya, tidak ada satu pun yang bisa diandalkan. Omongan Shayna membuat Nyonya Besar Diana jengkel. "Sudah, diam saja kamu."Shayna pun diam. Di bawah pantulan cahaya lampu, wajahnya yang sudah tidak tembam terkesan lebih kikir.Pada saat ini,
Dalam cahaya lampu yang redup, seseorang berlari ke dalam kamar dan memegang Amanda. "Ada apa?"Dengan matanya yang buram karena air mata, Amanda melihat wajah Rudi. Dia langsung melempar diri ke dalam pelukan Rudi, menangis dengan lebih keras dan sedih.Belum pernah Rudi melihat Amanda terduduk di lantai dan menangis dengan lepas kendali. Rudi mengira telah terjadi masalah besar sehingga bertanya dengan cemas, "Ada apa ini? Apa yang terjadi?"Eva menangis sambil menceritakan kejadian hari. Ketika Eva hendak mengatakan bahwa Amanda mengambil tunjangan kematian Vincent, Amanda tiba-tiba berteriak, "Diam!"Eva langsung diam karena takut.Akan tetapi, Eva sudah menyebutkan nama Vincent, belum sempat menyebut kata tunjangan. Sebodoh-bodohnya Rudi, Rudi bisa menebak.Amanda memakai tunjangan kematian Vincent untuk membelikan harta bawaan Shayna yang bernilai tiga puluh enam ribu delapan ratus tahil perak."Kembalikan!" Rudi melepaskan Amanda. Wajahnya menjadi masam. "Besok, kamu pergi ke To