Marsila dan Intan mengobrol sepanjang malam. Setelah berpartisipasi dalam peperangan Manuel, pikiran Marsila menjadi lebih dewasa. Terutama ketika Marsila tinggal di ibu kota akhir-akhir ini, Marsila sudah mengetahui banyak masalah dari keluarga aristokrat. Marsila merasa masalah di dunia ini tidak sesederhana seperti yang dia lihat ketika dia tinggal di Gunung Pir.Kehidupan di Gunung Pir terlalu sederhana. Setiap hari hanya mencari masalah, bersenang-senang dengan anjing dan kucing, menggali tanah untuk mencari ular, serta mengejar sapi. Hal yang paling serius adalah dipukul oleh murid sekte lain.Di tengah obrolan, rasa kantuk menyerang. Marsila memiringkan badan dan menyilangkan satu kaki ke tubuh Intan, lalu menguap. "Aku lumayan iri kamu punya ibu mertua yang baik. Nyonya Kartika sebenarnya sangat membelamu.""Aku tahu.""Kalau tidak, aku juga menikah dengan Panglima saja. Biar Nyonya Kartika jadi ibu ...."Marsila yang belum selesai berbicara sudah ditendang dari ranjang. Marsil
Nyonya Besar Diana menatap Intan dari atas ke bawah. Sekarang Intan sudah beraura mulia dan berwibawa, benar-benar berbeda dengan dulu.Tatapan mata Nyonya Besar Diana menyiratkan kemarahan, penyesalan, kebencian, dan keengganan, sangat kompleks.Begitu pula Shayna. Akan tetapi, Shayna lebih merasa benci dan iri.Dia hampir saja bisa menjadi nyonya selir Raja Aldiso."Sial!" tukas Marsila dengan jengkel.Intan melirik mereka sekilas. Saat melihat Tuan Muda Toko Aurum yang tersenyum ceria di depannya, Intan berpikir dalam hati, mata pebisnis sungguh tajam. Tuan Muda Toko Aurum bahkan dapat mengenali dirinya yang begitu kacau di hari itu.Tidak mengherankan juga. Dulu, Intan pernah pergi ke Toko Aurum bersama ibunya, pernah melihat tuan muda ini.Intan tersenyum. "Tuan Muda tidak perlu sungkan. Kami ingin naik ke lantai tiga dan pilih aksesori. Apakah bisa?""Bisa, bisa." Tuan Muda Toko Aurum berseru dengan penuh semangat, "Nyonya Intan, Nona-Nona, mari ikut aku. Aku akan melayani kalian
Aksesori mutiara? Membelikan aksesori di lantai tiga?Dulu, Intan juga memberikan aksesori dan pakaian untuknya. Intan sangat murah hati. Intan juga berjanji akan menyiapkan harta bawaan yang banyak untuknya ketika dia menikah.Kini, Intan menyiapkan harta bawaan untuk orang lain.Hari ini, Shayna datang bersama Amanda untuk memilih harta bawaan. Akan tetapi, Amanda hanya memilih produk di lantai satu, bahkan tidak bisa naik ke lantai dua, apalagi produk mewah di lantai tiga.Mengapa kesenjangan antar manusia begitu besar?Tatapan para pelanggan yang menyiratkan rasa mengejek dan menghina membuat Shayna malu. Shayna langsung menggandeng lengan Amanda dan berkata, "Kakak Ipar, aku juga mau naik ke lantai tiga."Amanda menjadi jengkel. Awalnya, Amanda sudah agak enggan karena disuruh menyiapkan harta bawaan adik ipar menggunakan uangnya. Sebagai kakak ipar, dia bisa memberikan sebagian. Akan tetapi, sekarang Amanda diminta untuk membayar semuanya.Amanda juga tidak ingin pergi ke Toko Au
Karyawan tersenyum sembari menyahut, "Baik, mohon tunggu sebentar. Nona bisa duduk dulu, minum teh dan makan kue. Aku bungkus sekarang."Karyawan tidak menyebutkan harga karena pelanggan yang naik ke lantai tiga tidak akan menanyakan harga. Karyawan hanya perlu menyebutkan nominalnya setelah membungkus produk.Nyonya Besar Diana mengangkat alis ketika melihat aksesori kepala permata merah itu. Dia yang berwawasan luas tahu bahwa aksesori tersebut pasti sangat mahal. Batu permata merah memiliki kualitas yang berbeda. Ini tidak sebanding dengan permata merah kecil yang dibeli di masa lalu.Nyonya Besar Diana menatap Amanda dan berujar, "Karena Shayna mau, kamu belikan saja, bagaimana?"Amanda sangat marah. Bagaimana? Apakah dia punya pilihan? Karyawan sudah mengeluarkan kotak perhiasan yang indah untuk memuat aksesori.Kotak itu juga kelihatannya mahal. Terbuat dari kayu cendana dengan ukiran penyu dan bertatahkan sederet kepingan permata kecil. Sisi vertikal diukir dengan pola rumit. Ko
Amanda berlinang air mata. Suaranya sampai gemetar. "Tidak, kita pilih di lantai satu saja. Bisa pilih beberapa."Amanda adalah putri dari Keluarga Bangsawan Widyasono. Amanda tidak bisa berbicara dengan suara nyaring pada ibu mertuanya di sana, hanya bisa pasrah dan mengajak mereka ke lantai satu. Produk di lantai satu pun tidak murah. Toko Aurum hanya menjual aksesori dengan kualitas bagus.Shayna memeluk kotak perhiasan dengan erat. "Tidak mau, aku mau yang ini."Tubuh Amanda gemetar. Makin banyak pelanggan yang menengok ke luar dari ruangan mereka. Kekagetan di wajah mereka membuat rasa malu di hati Amanda menjadi lebih kuat.Namun, bagaimana bisa dia membayar tiga puluhan ribu tahil ini? Menghabiskan harta bawaannya dan tunjangan kematian Vincent untuk mereka? Bagaimana mungkin?Amanda berdiri di tempatnya dengan tubuh gemetar, tidak bersuara. Belum pernah dia merasa begitu canggung seperti saat ini.Amanda ingin berbalik badan dan langsung pergi, tetapi mansetnya ditarik oleh Nyo
Pengurus menoleh pada Shayna dan tersenyum saat berujar, "Nona, tentu saja boleh. Hanya saja, masih banyak lagi model aksesori kepala permata merah di toko kami. Nona baru lihat yang ini saja. Bagaimana kalau aku ambilkan beberapa model lagi untuk Nona pilih?"Shayna mendongakkan kepala. Seorang karyawan membawakan nampan kayu bubinga ke dalam ruangan. Hanya sekilas pandang, Shayna tahu semua itu tidak sebanding dengan set aksesori yang sedang dia pegang, pasti diambil dari lantai satu atau dua. Shayna memeluk kotak perhiasan itu dengan lebih erat. "Tidak mau, aku mau yang ini saja."Nyonya Besar Diana juga mulai marah. "Buat apa pilih-pilih lagi? Kami sudah bilang mau yang ini. Bagaimana Toko Aurum kalian ini? Ikut kami pulang saja dan ambil uang. Buat apa bicarakan yang lain?"Pengurus itu berwawasan luas. Orang semacam itu juga ada di Toko Aurum, tetapi tidak di lantai tiga.Jelas bahwa mereka ingin Amanda membelikan harta bawaan. Akan tetapi, keluarga ini agak aneh. Nyonya besar it
Dihormati dan dikenang, istilah itu sudah memberitahukan banyak informasi.Mereka senasib di mana suami mereka sama-sama gugur di medan perang. Oleh karena itu, Jennifer dengan baik hati ingin menolong Amanda. Tak disangka, Amanda tidak menghargai bantuannya. Jennifer juga sangat canggung.Setelah mengetahui identitas wanita itu, Intan pun paham.Namun, Intan tidak mengatakan apa-apa di sana. Intan mengalihkan topik dengan menanyai Nina aksesori mana saja yang sudah dipilih. Intan juga ingin membelikan hadiah untuk ibu mertuanya yang lugu. Nyonya Kartika pasti marah karena tidak diajak keluar hari ini.Alasannya adalah Nyonya Kartika telah membuka Toko Emas bersama Putri Chelsea dan Toko Emas telah meniru model produk Toko Aurum. Intan khawatir Nyonya Kartika akan merasa canggung dan kecut.Setelah menentukan model aksesori kepala mutiara sudah ditentukan dan memilih beberapa aksesori yang disukai, Nina memeluk Intan seraya berseru dia paling menyukai Intan.Tuan Muda Toko Aurum yang b
Setelah pulang dari istana, Nyonya Kartika langsung melewati aula paviliun dengan angkuh, tidak menghiraukan beberapa gadis yang sedang mengobrol di dalam.Salah seorang gadis berseru, "Ibu sudah pulang?"Nyonya Kartika tidak menghiraukannya, terus berjalan ke depan dengan angkuh.Gadis yang satunya berlari keluar dan menggandeng lengan Nyonya Kartika. "Ibu, coba lihat apa yang aku dan Kakak Ipar belikan untukmu. Ayo!""Cih!" Nyonya Kartika melirik Nina dengan cuek. "Aku tidak sudi!"Ekspresi Nina menjadi murung. "Hah? Ibu tidak sudi? Lama sekali Kakak Ipar memilihnya.""Cih! Lama sekali memilihnya?" Nyonya Kartika melemparkan tatapan dingin pada Intan yang berdiri di depan pintu. Melihat Intan menatapnya sambil tersenyum, Nyonya Kartika mendongakkan dagu. "Lihat saja, tapi aku ini pemilih."Intan tersenyum seraya berujar, "Ibu, mari."Marsila bergegas menyuruh pelayan menyiapkan teh buah. Saat Nyonya Kartika memilih aksesori, Marsila menceritakan keonaran hari ini padanya.Nyonya Kart