Selir Deswita duduk, lalu tersenyum dan berujar, "Kalau soal itu, Nyonya Besar Vivian-lah yang teberkati."Nyonya Besar Vivian tersenyum. "Semua orang di sini adalah orang teberkati. Selir Deswita teberkati, Nyonya Kartika juga. Nyonya Kartika punya menantu yang soleh, Raja Aldiso pun telah mencetak prestasi perang yang amat besar. Semua itu adalah berkah."Ucapan Nyonya Besar Vivian langsung membuat hati Nyonya Kartika terasa nyaman. Orang lansia memang bijak.Satu ucapan saja sudah membuat orang sangat nyaman.Seketika, Nyonya Kartika tersenyum. "Aku malah berharap Alfred bisa menikmati hidup di ibu kota seperti Raja Alberto, punya istri dan selir-selir, juga punya anak. Tidak seperti anakku yang selalu sibuk itu. Terkadang lihat dia sibuk dari pagi dan pulang larut malam, hatiku benar-benar perih."Selir Deswita tersenyum seraya berkata, "Itu artinya Alfred kompeten."Kemudian, Selir Deswita menggendong cucu laki-lakinya dan menciumnya. Anak gemuk itu memeluk leher Selir Deswita dan
Ekspresi Amanda membeku.Keluarga Salim? Itu sudah menjadi ingatan yang sangat lama. Amanda nyaris melupakan Keluarga Salim.Amanda buru-buru duduk di pojok. Entah siapa dari Keluarga Salim yang datang. Mantan ibu mertua mungkin tidak akan datang. Mantan ibu mertua sudah lama berdiam diri di rumah dan enggan bepergian keluar.Namun, begitu duduk, Amanda melihat Nyonya Indri masuk bersama mantan ibu mertuanya, Viona. Diikuti beberapa gadis dari Keluarga Salim."Bibi Indri." Intan bergegas maju dan memberi salam pada Nyonya Indri. Lalu, Intan memberi salam pada Viona. "Bagaimana kabar Nyonya?"Mata Viona memanas ketika melihat Intan. Viona ingin menangis ketika melihat Intan yang senasib dengannya.Namun, Viona berusaha keras menekan perasaannya karena tahu acara apa hari itu. Viona tersenyum seraya menjawab, "Terima kasih atas perhatian Nyonya, aku baik-baik saja."Kemudian, Viona dan Nyonya Indri membawa anak-anak maju ke depan untuk memberi salam pada Nyonya Kartika. Setelah itu, mere
Suasana itu membuat semua orang canggung. Nyonya Kartika yang berpikiran lambat pun sadar. Nyonya Kartika langsung beranjak dari kursinya. "Beberapa waktu lalu, Intan sudah membelikan banyak bunga mahal untukku. Mari kita semua pergi lihat. Bunga bugenvil di dekat tembok juga sudah mekar. Bunganya cantik sekali, tapi mungkin akan layu dalam beberapa waktu ke depan."Intan juga maju dan berseru, "Ya. Kalau ada yang tidak suka lihat bunga dan mau menonton opera, mari ikut aku."Intan menuntun Nyonya Kartika turun, lalu menuntun Viona seraya berkata dengan suara pelan, "Ayo, aku temani Nyonya pergi lihat bunga. Sudah lama tidak ketemu Nyonya, ada banyak yang ingin kubicarakan denganmu."Viona tampak tidak fokus. Viona tidak mengerti mengapa Amanda menikah dengan Rudi. Lalu, mengapa Amanda yang sudah menikah dengan Rudi datang hari ini?Keluarga Salim memulangkan Amanda karena berharap Amanda dapat menikah dengan pria yang baik. Akan tetapi, pria itu bukan Rudi.Suasana hati Viona saat ini
Intan berucap, "Keluarga Widyasono tidak lemah. Tidak peduli bagaimana sifat Rudi, ada Keluarga Bangsawan Widyasono. Amanda tidak akan dirundung."Setelah tertegun sejenak, Intan melanjutkan, "Jangan pikirkan orang lain, fokuslah pada kehidupan sendiri. Pada dasarnya, kalian sudah bukan keluarga. Amanda juga tidak akan dikubur di sisi Vincent setelah mati. Kalian sudah memulangkan Amanda. Jadi, terserah Amanda mau menikah dengan siapa. Baik atau buruk hidupnya, itu adalah konsekuensi yang harus Amanda tanggung."Viona mengembuskan napas. "Nyonya benar, aku memang terlalu ikut campur."Sebenarnya, Intan dan Viona tidak kenal dekat. Intan hanya pernah menemuinya beberapa kali ketika masih muda. Kemudian, sejak Intan pulang dari Gunung Pir, ada interaksi antara keluarga mereka. Akan tetapi, Nyonya Marisa-lah yang menjalin interaksi dengan mereka pada saat itu. Intan hanya sekadar muncul untuk menanyakan kabar.Viona seolah-olah telah kehilangan jati diri sejak kematian putranya. Begitu me
Yanti mengembuskan napas. "Amanda tidak diundang kali ini, tapi bersikeras mau ikut. Dulu, Amanda menikah dengan Keluarga Salim. Setelah Vincent meninggal, kalian sudah kembalikan semua harta bawaan Amanda, juga memberikan tunjangan kematian Vincent dan dua toko tambahan untuk Amanda. Sekarang, semuanya sudah Amanda bawa ke Kediaman Jenderal. Di hari pernikahan, Amanda bahkan ingin membandingkan harta bawaannya dengan Nyonya Intan.""Hal-hal seperti ini tidak seharusnya kukatakan padamu, tapi aku tidak tega melihatmu terus mengkhawatirkan Amanda. Jangan mencampuri urusan Amanda, jagalah kesehatanmu sendiri. Mendiang Vincent juga tidak akan tenang kalau melihatmu terbebani setiap hari."Viona sangat terperanjat.Di hatinya, Amanda adalah orang yang bijak, menghormati mertua dan kerabat. Mengapa Amanda menjadi seperti ini?Apakah karena Amanda sudah munafik dari dulu atau berubah?Yanti menatap Viona, tetapi pada akhirnya menelan kembali apa yang ingin dia katakan."Terima kasih Nyonya b
Amanda panik. "Aku berkata apa adanya. Rumor di luar hanya kabar angin, dibuat-buat oleh Nyonya Intan karena enggan. Tentang pelemparan tinja ke pintu Kediaman Jenderal beberapa waktu lalu, juga dia yang menyuruh orang melakukannya."Viona berbalik badan dan pergi dengan sempoyongan. Wajahnya putih pucat. Omongan Amanda jelas memberinya pukulan yang besar.Setelah mendengar apa kata Yanti, Viona awalnya berpikir Amanda setuju untuk menikah dengan Rudi bukan karena cinta.Namun, sekujur tubuh Viona menjadi dingin setelah mendengar omongan Amanda. Viona tidak bisa memercayai hal itu. Amanda malah membandingkan Vincent dengan Rudi yang bajingan.Viona kembali ke sisi Nyonya Indri dan memegang tangannya erat-erat. Jika tidak, dia khawatir akan tidak bisa mengontrol emosi dan merusak perayaan ulang tahun Nyonya Kartika.Nyonya Indri membawa Viona ke balai opera dan duduk. Melihatnya, Intan bertanya, "Nyonya tidak enak badan? Kalau tidak, pulang dan istirahat saja. Hari masih panjang di masa
Perhatian semua orang tertuju pada Shayna. Shayna yang terjatuh nyaris menangis. Lutut dan dahinya sangat sakit.Terlepas dari rasa sakit, Shayna hampir saja bersentuhan dengan Alfred.Menurut Shayna, meski Alfred adalah seorang jenderal, setiap pria pasti berbelaskasihan pada wanita. Melihat dia jatuh ke sana dan hendak jatuh ke tanah, siapa pun pasti akan memegangnya.Ketika Shayna mengira rencananya akan berhasil, dia merasa dirinya ditarik ke depan oleh suatu kekuatan dan terjatuh ke tanah. Alfred langsung mundur beberapa langkah.Alfred terlalu cepat sehingga tidak ada yang melihatnya bergerak.Shayna mendongakkan kepala sambil menahan air mata karena sakit. Akan tetapi, tatapan mata yang dingin itu membuatnya gemetar.Seorang pelayan membantu Shayna untuk berdiri, tetapi Shayna hanya bisa bersandar pada pelayan itu karena tidak kuat berdiri sendiri. Shayna secara refleks menoleh pada Putri Chelsea. Alhasil, Putri Chelsea menonton dari kejauhan, sama sekali tidak berniat untuk maj
Dayang Ita menghampiri Shayna dan berkata, "Nona Shayna terluka di dahi, mari ikuti aku untuk obati dulu."Dayang Ita yang pernah menjadi pengurus Kediaman Jenderal tidaklah asing bagi Shayna.Shayna tahu dahinya berdarah. Meski tidak banyak, tidak baik menghadiri perayaan ulang tahun dengan kondisi terluka begini. Jadi, Shayna mengikuti Dayang Ita.Saat mengobati luka Shayna, Dayang Ita berpesan, "Jangan pernah mengincar apa yang jadi milik orang lain."Sekujur tubuh Shayna gemetar karena merasa terhina.Di luar, Marsila pergi mencari Intan."Putri Chelsea yang mendorong Shayna, tapi mereka jelas sudah sepakat sebelumnya. Mereka mau Shayna jatuh ke dalam pelukan suamimu, jadi suamimu harus menikahi Shayna. Anehnya, Putri Chelsea tidak peduli rencana itu berhasil atau tidak."Intan berujar, "Ya. Sejak Selir Deswita datang bersama cucu-cucunya, lalu topik tentang selir, aku sudah tahu apa rencana mereka. Mereka ingin Ibu iri sehingga menyuruh Alfred mengangkat selir dan merusak hubungan
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu