Nyonya Kartika diam-diam melirik Intan yang tampak rileks dan tersenyum. Harus diakui bahwa Intan sangat cantik seperti bunga plum.Nyonya Kartika tiba-tiba penasaran. "Kamu benaran tidak takut Putri Agung?"Intan bertanya balik, "Kenapa harus takut pada Putri Agung?""Dia Putri Agung, bibinya Kaisar. Mantan kaisar juga mengalah padanya. Selain itu, Putri Agung setidaknya menguasai separuh lingkaran sosialisasi di ibu kota. Dia bisa menghancurkan reputasimu dalam semalam."Intan acuh tak acuh. "Ibu sendiri bilang aku tidak takut apa-apa. Apa aku takut reputasiku akan hancur? Kalau Putri Agung memfitnahku, berarti dia memfitnah orang yang telah berjasa untuk merebut kembali Manuel. Sekalipun berstatus sebagai putri agung, dia akan dihujat oleh seluruh masyarakat."Nyonya Kartika merasa terlalu mudah untuk mengatakan hal-hal seperti itu. Jika menyinggung Putri Agung, pembalasan dendamnya akan sangat ekstrem.Nyonya Kartika teringat akan kejadian hari ini, juga sukar untuk mengambil kemba
Dayang Gita berjuang keras untuk berdesak ke dalam dan menanyai pekerja, "Apa ada gelang emas berhiaskan benang emas dan permata?"Staf muda melirik Dayang Gita dan berseru, "Itu dijual di lantai dua, tapi sudah tidak ada stok. Tahun ini sudah dibuat beberapa kali, tapi habis terjual. Kalau mau beli, pesan di lantai dua. Baru ada stok Februari tahun depan."Harus dipesan? Baru ada stok Februari tahun depan?Dayang Gita berdesakan keluar dan naik ke lantai dua yang didekorasi dengan elegan. Ada sembilan meja konter dengan kursi yang dilapisi bantal empuk di depannya. Satu meja konter melayani satu tamu.Di sisi lain, ada belasan orang yang sedang menunggu. Mereka duduk di kursi sambil minum teh dan makan kue. Ada perapian arang perak yangMeskipun para tamu kaya, mereka tidak memakai pakaian brokat atau satin. Tampaknya mereka hanya pengusaha kaya, bukan keluarga bangsawan.Dayang Gita melirik ke sana. Seorang tamu memakai beberapa gelang emas dan menyuruh staf membungkusnya. Modelnya c
Kebetulan, keesokannya, saat Alfred dan Intan hendak pulang ke Kediaman Adipati Belima, Putri Chelsea mengutus orang untuk mengantarkan buku keuangan. Bahkan diantar secara pribadi oleh sang pengurus toko, Pak Hilmi.Nyonya Kartika sudah menetap di Kediaman Aldiso sehingga Pak Hilmi yang datang. Jika masih tinggal di istana, buku keuangan akan diantarkan oleh Putri Chelsea.Menurut Dayang Gita, Pak Hilmi datang untuk mengenal orang. Jika Nyonya Kartika datang di kemudian hari, mereka bisa mengenalinya.Nyonya Kartika dengan girang membuka buku keuangan yang hanya berisi beberapa lembar. Produk yang terjual hanya produk berkualitas rendah, sama sekali tidak ada aksesori mahal.Di bagian bawah, ada ringkasan pemasukan toko, yaitu minus.Dalam satu kuartal, telah rugi lebih dari sepuluh ribu tahil.Kerugiannya bahkan lebih besar dari sebelumnya.Saking marah, tubuh Nyonya Kartika menjadi gemetar. Nyonya Kartika melempar buku keuangan ke lantai. "Kenapa bisa rugi sebanyak ini? Jelaskan!"P
Pak Adi langsung menyuruh dua pengawal masuk untuk mengawal Pak Hilmi ke kantor pemerintah.Pak Hilmi ketakutan sehingga berteriak, "Nyonya intan, mohon ampun. Itu bukan ideku, tapi ide Putri Chelsea. Dialah yang menyuruhku memalsukan buku keuangan untuk menipu Nyonya Kartika.""Apa?" Nyonya Kartika melempar gelas dengan gusar. "Chelsea menipuku dengan buku keuangan palsu?"Intan mengangkat tangan dan menyela perkataan Nyonya Kartika, "Kalau buku keuangan dari dulu palsu, pasti ada yang asli."Pak Hilmi diseret dua pengawal, lengannya sakit seperti hendak putus. Pak Hilmi terus mengangguk, tidak berani berbohong lagi. "Ada, ada."Intan tidak ingin basa-basi karena hari ini adalah hari pulang ke rumah maternal. Intan memanggil Pak Adi ke dalam dan berkata, "Tolong Pak Adi cari dua orang dan bawa dia ke Toko Emas, bawa pulang semua buku keuangan selama beberapa tahun ini. Suruh bendahara cek satu per satu, lihat itu buku keuangan yang asli atau bukan. Kalau dia masih berani bohong, tidak
Alfred memindahkan hadiah sambil memikirkan Taliani.Alfred gembira karena Intan dilindungi oleh banyak orang, tetapi Alfred ingin Paman Guru dan senior-senior tahu bahwa dia akan melindungi Intan dari sekarang. Mereka tidak perlu khawatir.Lebih penting lagi, Alfred harus memberitahukan satu hal pada Paman Guru. Dia akan memantau Intan untuk mengirim dua surat ke sekte setiap bulan.Tidak peduli baik atau buruk, Intan harus mengabari segala hal pada sekte. Jadi, mereka tidak perlu turun dari gunung dan mencari tahu.Setelah hadiah dimuat ke dalam tiga kereta kuda, Intan berjalan keluar bersama Erik dan Mutiara.Intan tampak tenang dan kalem. Pakaian ungu menonjolkan kulitnya yang putih dan cerah. Dua kuntum peony di tusuk konde membuatnya tampak memesona.Teringat akan tadi malam, kegairahan yang besar memusat ke suatu bagian di tubuh Alfred. Mata Alfred menjadi gelap dan bergejolak.Intan menatap Alfred dan melihat ekspresi matanya. Sudah dua malam, Intan mengenali apa ekspresi mata
"Hah?" Alfred termangu. Lalu, matanya penuh kegirangan. "Kamu takut aku dihukum Guru? Kamu khawatir denganku?""Tentu saja aku khawatir denganmu. Kamu tidak pernah dipukul Paman Guru?" Intan mengangkat alis."Hmm, tidak sering." Alfred mengingat kembali masa-masa di Taliani. Jika dihitung-hitung, waktu ketika dia berada di Taliani bahkan tidak sampai sebulan dalam setahun. Tentu saja Alfred pernah dihukum, tetapi demi harga diri, itu tidak boleh diberitahukan."Kamu sepatuh itu dari dulu?" tanya Intan penasaran. Di Taliani, Kak Andi pun pernah dihukum. Alfred bahkan lebih patuh dari Kak Andi?Alfred berpikir sejenak. "Saat aku pergi ke Taliani, kalian tidak bermain bersamaku, jadi aku hanya bisa latihan dengan keras. Guru sangat puas terhadapku."Intan menatap Alfred dengan kagum. Mereka yang menjadi murid keponakan saja pernah dihukum oleh Paman Guru, tetapi Alfred yang menjadi murid inti Paman Guru tidak pernah dihukum?Tidak heran Alfred begitu terampil dalam seni bela diri. Alfred
Alfred dan Intan memberi hormat pada guru dan paman guru, serta senior-senior.Paman guru memicingkan mata, tidak jelas matanya terbuka atau tertutup. Akan tetapi, Intan tahu paman guru yang seperti itu paling mengerikan. Paman guru sedang melihat kamu sudah melakukan kesalahan atau tidak.Oleh karena itu, Intan mengetukkan kepala dengan sungguh-sungguh dan kuat. Bahkan ada bunyi gema. Ketukan kepala itu memenuhi standar.Intan pernah diajari cara mengetukkan kepala oleh Paman Guru karena terlalu santai saat mengetukkan kepala pada Guru.Usai latihan malam itu, sampai kepala Intan pusing dan berdarah, Paman Guru baru membuka mata dan membolehkan Intan pergi.Intan bahkan tidak kuat untuk berjalan. Untung Kak Desni menggendongnya kembali ke kamar.Teringat akan masa lalu, benar-benar menyedihkan.Saat mengetukkan kepala, Intan melihat bahwa Alfred hanya menunduk pada Guru dan senior-senior, lalu mengetukkan kepala sekali pada Paman Guru. Akan tetapi, ketukan itu tidak bergema, jelas tid
Mendengar sahutan Intan yang manis, Adrian melambai pada Intan. "Sini."Intan dengan patuh berjalan ke sana. Guru menganjurkan tangan dan menjentik hidung Intan.Intan memprotes, "Guru, sakit.""Hukuman!" Adrian memasang ekspresi galak. "Siapa suruh kamu rahasiakan semuanya? Hukuman ini sudah ringan."Tebersit sedikit rasa sakit dalam mata Intan, tetapi segera dihilangkan. "Aku tahu, tidak akan kuulangi lagi."Adrian tidak mungkin tidak melihat ekspresi Intan. Adrian mengembuskan napas dalam hati. Apa yang telah dialami oleh Intan tidak boleh dipikirkan. Jika tidak, hatinya akan sangat sakit.Adrian memegang tangan Intan dan menariknya untuk duduk di sebelah. Adrian berkata, "Kepribadian dan karakter Alfred jauh lebih baik dibanding Rudi. Guru percaya Alfred tidak akan mengecewakanmu atau memperlakukanmu dengan buruk, tapi dunia ini berubah-ubah, begitu pula hati manusia. Dulu Alfred suka kamu dan terus memikirkanmu karena tidak bisa mendapatkanmu. Sekarang, Alfred sudah menikahimu ses
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu