Sebagian besar anggota Keluarga Belima adalah pengusaha atau pemilih tanah. Tentu saja mereka memahami hal itu.Mereka adalah satu kesatuan. Bahkan jika tidak mendapatkan bantuan nyata, dengan status Keluarga Adipati Belima, orang lain akan waswas ketika ingin merundung anggota Keluarga Belima.Oleh karena itu, semua orang mendengarkan nasihat Tuan Besar Simon. Apalagi Keluarga Belima selalu bersatu. Seluruh Keluarga Adipati Belima pun hampir dibantai sehingga tidak ada orang yang benar-benar iri pada mereka.Setelah itu, Tuan Besar Simon lanjut berpidato. Erik mendengarkan dengan saksama dari samping.Dulu saat diadakan rapat keluarga, Erik yang masih tidak berhak untuk hadir. Jadi, Erik memiliki rasa tanggung jawab terhadap keluarga setelah mendengar pidato Tuan Besar SimonErik tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Akan tetapi, Erik tahu dirinya tidak boleh melakukan kesalahan, tidak boleh mempermalukan ayah dan saudara lainnya, serta tidak boleh mempermalukan Keluarga Belima.Pada
Tabib Riel mengangguk. "Pertama, mau bicarakan kemajuan detoksifikasi Erik. Setelah pengobatan selama beberapa hari ini, aku melakukan pemeriksaan palpasi pada Erik hari ini. Hasilnya lebih baik dari yang kuperkirakan. Bengkak di tenggorokan Erik juga sudah mereda.""Benarkah?" Kemarin, Ahmar sudah mengatakan bahwa kemajuan Erik cukup signifikan. Akan tetapi, mendengar Tabib Riel mengatakan hal yang sama setelah melakukan pemeriksaan palpasi, Intan lebih girang lagi. "Baguslah. Terima kasih banyak, Tabib Ahmar."Tabib Ahmar tersenyum dan menerimanya. Dia telah memberi banyak kontribusi dalam beberapa hari terakhir.Tabib Riel menyeruput teh dan melanjutkan, "Kedua, seperti yang kamu katakan tadi. Kondisi tubuh Erik sudah cukup baik sekarang, sudah waktunya mengobati kaki Erik. Seperti yang sudah kuberitahukan sebelumnya, untuk mengobati kaki Erik, tulang kakinya harus dipatahkan dan dibenarkan kembali."Hati Intan menegang. "Aku tahu, itu akan sangat menyakitkan.""Tentu akan sangat me
Setelah Tabib Riel pergi, Intan membicarakan hal itu dengan Erik. Erik bisa memberi pendapat terhadap masalah yang terkait dengan dirinya sendiri.Tentu saja, bukan menyuruh Erik membuat keputusan. Jika Erik punya pendapat sendiri, akan lebih mudah bagi Intan saat membicarakan hal itu dengan Keluarga Kosasih.Setelah mendengar omongan Intan, Erik bersandar dalam pelukan Intan seraya tersenyum dan menulis di telapak tangan Intan: "Tabib Ahmar sudah bilang, itu akan sangat menyakitkan. Saat patah tulang waktu itu, aku rasa aku hampir mati."Intan meminta Erik untuk menuliskan ulang karena ada beberapa kata yang kurang jelas. Baru setelah itu, Intan paham dan bertanya, "Jadi, kamu mau menutup titik meridian untuk menghilangkan rasa sakit?"Erik menggelengkan kepala dan lanjut menulis: "Tapi aku tidak mau kalau itu berisiko dan mungkin akan tetap pincang setelah diobati. Sesudah dewasa, aku akan memimpin Keluarga Adipati Belima. Bagaimana bisa kepala keluarga itu pincang?"Erik mendongakka
Sesampainya di kamar Erik, Safira keluar untuk menyambut.Erik berbaring di ranjang dan menunggu untuk minum obat. Erik sudah memutuskan sembuh secara natural tanpa mengambil risiko sedikit pun.Erik melihat bahwa semua orang sudah datang dan tampak khawatir. Mereka ingin menghibur Erik, tetapi Erik memberikan tatapan teguh lebih dulu untuk menyemangati mereka.Semua orang merasa sedih. Erik baru berumur tujuh tahun, di usia yang seharusnya dimanjakan.Ketika Tabib Riel hendak memulai pengobatan, Alfred datang.Keluarga Kosasih tahu Erik telah diselamatkan oleh Alfred sehingga berencana mendatangi Kediaman Aldiso untuk mengucapkan terima kasih. Tak disangka malah bertemu di sana. Mereka langsung menghampiri Alfred dan mengucapkan terima kasih.Alfred melambaikan tangan sambil tersenyum dan berujar, "Itu hanya kebetulan, tidak perlu berterima kasih padaku. Aku datang hari ini untuk menemani Erik menjalani pengobatan. Jangan bicarakan yang lain dulu, utamakan pengobatan."Keluarga Kosasi
Tabib Riel sedang memikirkan teriakan Erik tadi. Tampaknya rasa sakit memiliki efek terhadap pemulihan pita suara Erik.Teriakan Erik membuat hati Tabib Riel sangat bergembira.Ahmar bisa membenarkan tulang, tetapi Tabib Riel turun tangan secara pribadi karena peduli pada Erik.Hal itu seolah-olah sudah terukir dalam benak Tabib Riel. Tabib Riel meraba-raba kaki Erik sampai ke bagian yang bengkok dan membenarkan kembali tulang itu.Sekujur tubuh Erik dibasahi keringat dan gemetar tanpa henti. Erik memegang pergelangan tangan Alfred dengan kedua tangan sampai kuku jarinya menancap ke dalam daging Alfred dan mengeluarkan darah.Patah tulang sungguh sangat menyakitkan.Khasiat dari obat pereda nyeri terlalu minim sehingga Erik tetap merasakan rasa sakit yang dahsyat. Lukanya di kaki, tetapi sekujur tubuh Erik terasa sakit.Setelah tulang kaki dibenarkan kembali, Tabib Riel mengoleskan salep dan mengikat kaki Erik ke papan kayu untuk mengukuhkannya. Erik harus beristirahat di ranjang sebel
Alfred menyaksikan gerakan Intan yang hati-hati dan cepat. Intan menundukkan kepala. Bulu mata Intan yang indah dan lebat bergetar sesekali, seperti bunga mawar yang ditiup angin.Hati Alfred tergerak. Jarang sekali Intan begitu lembut.Melihat Intan membalut dua lingkaran lagi, Alfred tersenyum geli dan bertanya, "Ini hanya luka luar ringan, apa perlu begini?""Kenapa tidak?" Intan mendongakkan kepala dengan mata membelalak. "Bisa bernanah kalau lukamu tidak ditangani dengan baik. Aku sudah pernah coba sebelumnya, lihat punggung tanganku."Intan memperlihatkan punggung tangannya. Ada sebuah bekas luka berukuran separuh jari. Bekas luka itu tidak terlalu terlihat dan bisa ditutupi menggunakan bedak. "Saat itu bernanah. Baru bisa sembuh setelah pakai obat dari Guru, tapi ada bekas luka. Tanganmu bagus, kalau ada bekas luka, tidak ... ehm, tetap bagus juga."Tepat saat itu, Intan teringat bahwa saat membersihkan luka Alfred, ada banyak bekas luka di punggung tangan Alfred.Mata Alfred be
Intan mendongak ke atas, bulu matanya dibasahi air mata. "Intinya, aku akan mengingat kebaikan budimu ini. Tidak peduli apa yang kamu ingin aku lakukan di kemudian hari, selama tidak melanggar moralitas, aku akan melakukan semuanya untukmu."Alfred berkata dengan serius, "Aku tidak ingin kamu melakukan sesuatu untukku. Kalaupun ada, aku hanya ingin kamu hidup baik-baik dan hidup bahagia. Dengan begitu, mendiang keluargamu di surga bisa beristirahat dengan tenang."Hati Intan tergerak. Butiran air mata diam-diam melintasi wajahnya yang cantik. Mata Intan yang berkaca-kaca penuh kebingungan. "Kenapa kamu sebaik ini padaku?"Alfred paling tidak tahan melihat Intan seperti itu. Hatinya seperti akan hancur.Teringat akan ketabahan dan keteguhan Intan saat berperang, melihat tampang Intan yang memilukan saat ini, Alfred tidak dapat menyembunyikan kelembutan di dalam matanya sehingga harus memalingkan wajah. "Bukankah sudah seharusnya? Kamu calon istriku, kita akan hidup bersama seumur hidup.
Saat bertemu dengan Intan di Manuel, perasaan Alfred sangat kompleks.Secara sengaja atau tidak sengaja, Alfred selalu mengungkit Rudi, tetapi Intan menghindari topik itu. Jadi, Alfred paham bahwa Rudi tidak memperlakukan Intan dengan baik.Terhadap masalah tersebut, butuh usaha keras bagi Alfred untuk menahan amarah.Baru setelah itu, Alfred tahu bahwa Intan bercerai. Pria itu tidak mengetahui kebaikan Intan, sungguh konyol. Rudi Wijaya, Alfred mengingat nama itu. Pria itu sungguh buta.Alfred sangat marah pada saat itu. Alfred ingin sekali mencungkil mata Rudi karena Rudi telah merundung Intan.Setelah marah, Alfred merasa senang untuk Intan. Tentu saja, kegembiraan itu tidak diungkapkan di wajah, melainkan diam-diam senang dalam hati.Selama berperang berdampingan dengan Intan, Alfred harus menyembunyikan rasa cintanya sepanjang waktu dan memperingatkan diri sendiri. Alfred tidak boleh mengungkapkan perasaan hatinya di mata.Selama tiga tahun di Manuel, perasaan hati Alfred terus be