Tabib Riel mengangguk. "Pertama, mau bicarakan kemajuan detoksifikasi Erik. Setelah pengobatan selama beberapa hari ini, aku melakukan pemeriksaan palpasi pada Erik hari ini. Hasilnya lebih baik dari yang kuperkirakan. Bengkak di tenggorokan Erik juga sudah mereda.""Benarkah?" Kemarin, Ahmar sudah mengatakan bahwa kemajuan Erik cukup signifikan. Akan tetapi, mendengar Tabib Riel mengatakan hal yang sama setelah melakukan pemeriksaan palpasi, Intan lebih girang lagi. "Baguslah. Terima kasih banyak, Tabib Ahmar."Tabib Ahmar tersenyum dan menerimanya. Dia telah memberi banyak kontribusi dalam beberapa hari terakhir.Tabib Riel menyeruput teh dan melanjutkan, "Kedua, seperti yang kamu katakan tadi. Kondisi tubuh Erik sudah cukup baik sekarang, sudah waktunya mengobati kaki Erik. Seperti yang sudah kuberitahukan sebelumnya, untuk mengobati kaki Erik, tulang kakinya harus dipatahkan dan dibenarkan kembali."Hati Intan menegang. "Aku tahu, itu akan sangat menyakitkan.""Tentu akan sangat me
Setelah Tabib Riel pergi, Intan membicarakan hal itu dengan Erik. Erik bisa memberi pendapat terhadap masalah yang terkait dengan dirinya sendiri.Tentu saja, bukan menyuruh Erik membuat keputusan. Jika Erik punya pendapat sendiri, akan lebih mudah bagi Intan saat membicarakan hal itu dengan Keluarga Kosasih.Setelah mendengar omongan Intan, Erik bersandar dalam pelukan Intan seraya tersenyum dan menulis di telapak tangan Intan: "Tabib Ahmar sudah bilang, itu akan sangat menyakitkan. Saat patah tulang waktu itu, aku rasa aku hampir mati."Intan meminta Erik untuk menuliskan ulang karena ada beberapa kata yang kurang jelas. Baru setelah itu, Intan paham dan bertanya, "Jadi, kamu mau menutup titik meridian untuk menghilangkan rasa sakit?"Erik menggelengkan kepala dan lanjut menulis: "Tapi aku tidak mau kalau itu berisiko dan mungkin akan tetap pincang setelah diobati. Sesudah dewasa, aku akan memimpin Keluarga Adipati Belima. Bagaimana bisa kepala keluarga itu pincang?"Erik mendongakka
Sesampainya di kamar Erik, Safira keluar untuk menyambut.Erik berbaring di ranjang dan menunggu untuk minum obat. Erik sudah memutuskan sembuh secara natural tanpa mengambil risiko sedikit pun.Erik melihat bahwa semua orang sudah datang dan tampak khawatir. Mereka ingin menghibur Erik, tetapi Erik memberikan tatapan teguh lebih dulu untuk menyemangati mereka.Semua orang merasa sedih. Erik baru berumur tujuh tahun, di usia yang seharusnya dimanjakan.Ketika Tabib Riel hendak memulai pengobatan, Alfred datang.Keluarga Kosasih tahu Erik telah diselamatkan oleh Alfred sehingga berencana mendatangi Kediaman Aldiso untuk mengucapkan terima kasih. Tak disangka malah bertemu di sana. Mereka langsung menghampiri Alfred dan mengucapkan terima kasih.Alfred melambaikan tangan sambil tersenyum dan berujar, "Itu hanya kebetulan, tidak perlu berterima kasih padaku. Aku datang hari ini untuk menemani Erik menjalani pengobatan. Jangan bicarakan yang lain dulu, utamakan pengobatan."Keluarga Kosasi
Tabib Riel sedang memikirkan teriakan Erik tadi. Tampaknya rasa sakit memiliki efek terhadap pemulihan pita suara Erik.Teriakan Erik membuat hati Tabib Riel sangat bergembira.Ahmar bisa membenarkan tulang, tetapi Tabib Riel turun tangan secara pribadi karena peduli pada Erik.Hal itu seolah-olah sudah terukir dalam benak Tabib Riel. Tabib Riel meraba-raba kaki Erik sampai ke bagian yang bengkok dan membenarkan kembali tulang itu.Sekujur tubuh Erik dibasahi keringat dan gemetar tanpa henti. Erik memegang pergelangan tangan Alfred dengan kedua tangan sampai kuku jarinya menancap ke dalam daging Alfred dan mengeluarkan darah.Patah tulang sungguh sangat menyakitkan.Khasiat dari obat pereda nyeri terlalu minim sehingga Erik tetap merasakan rasa sakit yang dahsyat. Lukanya di kaki, tetapi sekujur tubuh Erik terasa sakit.Setelah tulang kaki dibenarkan kembali, Tabib Riel mengoleskan salep dan mengikat kaki Erik ke papan kayu untuk mengukuhkannya. Erik harus beristirahat di ranjang sebel
Alfred menyaksikan gerakan Intan yang hati-hati dan cepat. Intan menundukkan kepala. Bulu mata Intan yang indah dan lebat bergetar sesekali, seperti bunga mawar yang ditiup angin.Hati Alfred tergerak. Jarang sekali Intan begitu lembut.Melihat Intan membalut dua lingkaran lagi, Alfred tersenyum geli dan bertanya, "Ini hanya luka luar ringan, apa perlu begini?""Kenapa tidak?" Intan mendongakkan kepala dengan mata membelalak. "Bisa bernanah kalau lukamu tidak ditangani dengan baik. Aku sudah pernah coba sebelumnya, lihat punggung tanganku."Intan memperlihatkan punggung tangannya. Ada sebuah bekas luka berukuran separuh jari. Bekas luka itu tidak terlalu terlihat dan bisa ditutupi menggunakan bedak. "Saat itu bernanah. Baru bisa sembuh setelah pakai obat dari Guru, tapi ada bekas luka. Tanganmu bagus, kalau ada bekas luka, tidak ... ehm, tetap bagus juga."Tepat saat itu, Intan teringat bahwa saat membersihkan luka Alfred, ada banyak bekas luka di punggung tangan Alfred.Mata Alfred be
Intan mendongak ke atas, bulu matanya dibasahi air mata. "Intinya, aku akan mengingat kebaikan budimu ini. Tidak peduli apa yang kamu ingin aku lakukan di kemudian hari, selama tidak melanggar moralitas, aku akan melakukan semuanya untukmu."Alfred berkata dengan serius, "Aku tidak ingin kamu melakukan sesuatu untukku. Kalaupun ada, aku hanya ingin kamu hidup baik-baik dan hidup bahagia. Dengan begitu, mendiang keluargamu di surga bisa beristirahat dengan tenang."Hati Intan tergerak. Butiran air mata diam-diam melintasi wajahnya yang cantik. Mata Intan yang berkaca-kaca penuh kebingungan. "Kenapa kamu sebaik ini padaku?"Alfred paling tidak tahan melihat Intan seperti itu. Hatinya seperti akan hancur.Teringat akan ketabahan dan keteguhan Intan saat berperang, melihat tampang Intan yang memilukan saat ini, Alfred tidak dapat menyembunyikan kelembutan di dalam matanya sehingga harus memalingkan wajah. "Bukankah sudah seharusnya? Kamu calon istriku, kita akan hidup bersama seumur hidup.
Saat bertemu dengan Intan di Manuel, perasaan Alfred sangat kompleks.Secara sengaja atau tidak sengaja, Alfred selalu mengungkit Rudi, tetapi Intan menghindari topik itu. Jadi, Alfred paham bahwa Rudi tidak memperlakukan Intan dengan baik.Terhadap masalah tersebut, butuh usaha keras bagi Alfred untuk menahan amarah.Baru setelah itu, Alfred tahu bahwa Intan bercerai. Pria itu tidak mengetahui kebaikan Intan, sungguh konyol. Rudi Wijaya, Alfred mengingat nama itu. Pria itu sungguh buta.Alfred sangat marah pada saat itu. Alfred ingin sekali mencungkil mata Rudi karena Rudi telah merundung Intan.Setelah marah, Alfred merasa senang untuk Intan. Tentu saja, kegembiraan itu tidak diungkapkan di wajah, melainkan diam-diam senang dalam hati.Selama berperang berdampingan dengan Intan, Alfred harus menyembunyikan rasa cintanya sepanjang waktu dan memperingatkan diri sendiri. Alfred tidak boleh mengungkapkan perasaan hatinya di mata.Selama tiga tahun di Manuel, perasaan hati Alfred terus be
Keesokan harinya, Erik bangun. Erik masih merasa sakit, tetapi tidak sesakit saat tulangnya dipatahkan dan dibenarkan kembali.Erik menahan rasa sakit dan memaksa diri untuk tersenyum, serta menghibur bibi dan orang-orang dari Keluarga Kosasih.Ketabahan Erik sungguh memilukan.Walau demikian, pengobatan akupunktur terhadap tenggorokan tetap dilanjutkan. Ahmar mengatakan pengobatan tidak boleh diberhentikan. Pengobatan akupunktur terhadap tenggorokan tidak dilakukan kemarin karena pembenaran tulang kaki sehingga pengobatan tersebut harus dilakukan pada hari ini.Terutama teriakan kemarin, jelas sangat berkhasiat. Menurut Tabib Riel dan Ahmar, proses detoksifikasi terhadap racun dalam tubuh Erik lebih cepat dari yang diperkirakan.Selain itu, gejala ketergantungan pada heroin tidak kambuh. Hal itu membuat Tabib Riel terkejut. Bagi orang dewasa, rehabilitasi heroin setidaknya memakan waktu di atas setengah tahun. Akan tetapi, Erik yang baru berumur tujuh tahun memiliki tekad yang sangat
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu