Intan tersenyum santai dan melanjutkan dengan kalem, "Aku tidak merasa malu, tapi apakah Putri Chelsea tidak merasa malu? Kamu adalah putri kandung dari tuan putri dan dibesarkan oleh keluarga kekaisaran, tapi berbicara dengan kasar. Bahkan langsung merobek lukisan kakak seperguruanku tanpa bisa mengidentifikasi keasliannya. Perbuatanmu yang sewenang-wenang dan spontanlah yang akan ditertawakan orang-orang. Lalu, kamu menyuruhku pulang ke tempat asalku. Apa kamu mengusirku? Cih, konyol sekali. Kediaman Putri Agung mengirimiku undangan. Aku datang membawa hadiah untuk mengucapkan selamat ulang tahun, tapi sekarang aku diusir? Inikah cara Kediaman Putri Agung memperlakukan tamu? Atau undangan ini bertujuan khusus, karena kalian ingin mempermalukanku di depan para nyonya? Kalian berpikir aku pasti akan sangat malu setelah cerai dengan Rudi, bisa kalian maki dan hina sesuka hati?""Ternyata kalian ingin aku datang untuk mempermalukanku? Kalau begitu, kalian hanya akan kecewa. Aku tidak ber
Setelah Intan pergi, Alfred juga pergi.Perbincangan di dalam terdengar sampai ke halaman utama. Para kerabat keluarga kekaisaran dan para pejabat tahu bahwa Raja Aldiso akan menikahi Intan.Pemikiran pria berbeda dengan pemikiran wanita.Pria menitikberatkan latar belakang keluarga dan kesucian, tetapi lebih mementingkan keuntungan.Siapa Intan? Intan adalah putri dari adipati, juga adalah murid dari Taliani dan adik seperguruan Andi.Selain Andi, ada banyak orang unggul di Taliani. Taliani bukan sekadar sekte persilatan. Pemimpin Taliani adalah Adrian Permana, cucu buyut dari Bernard Permana sang jenderal dan raja tidak semarga, Raja Immanuel.Adrian mendirikan Taliani. Seluruh sekte di Gunung Pir menghormatinya karena itu adalah milik Adrian, yaitu tanah kepemimpinan Bernard di tahun silam.Gelar Raja Immanuel tidak diwariskan dari generasi ke generasi, tetapi juga tidak ditarik kembali. Hanya mereka yang tahu berapa banyak harta yang telah mereka tabung selama bertahun-tahun.Tentu
Setelah memesan, Intan memperlihatkannya pada Alfred. Alfred mengambil batang-batang bambu itu dan bergembira setelah membaca. "Semuanya cocok dengan seleraku, pesan yang ini saja. Darius, bawakan keluar untuk pelayan."Darius mengiakan dan membawakan batang-batang bambu keluar untuk melakukan pesanan, lalu masuk lagi."Apa yang terjadi di halaman dalam? Mereka meragukan hadiah ulang tahun darimu dan pikir itu palsu? Apa ada yang merundungmu?" Alfred bisa menebak apa yang telah terjadi, tetapi tetap ingin mendengar jawaban Intan.Intan minum seteguk teh untuk melegakan tenggorokan yang kering. Lalu, Intan menjawab, "Mereka tidak bisa merundungku, tapi memang ada yang menargetkanku. Mereka bukan apa-apa di mataku."Mutiara menyahut dari samping, "Kata-kata terakhir Nona benar-benar membuatku kaget. Kenapa Nona berani bilang begitu? Bagaimana kalau Putri Agung balas dendam?"Intan berkata, "Bilang atau tidak, dia tetap akan mencari masalah denganku. Kenapa tidak bilang saja?" Intan melir
Tepat saat itu, makanan dihidangkan. Intan diam dan melihat satu per satu makanan yang disajikan. Di antara semua makanan Intan paling suka tim kepala ikan cabai. Ada cabai hijau dan merah, serta ada bihun di dasar piring, sungguh menggugah selera.Ada usus tumis kecap, bebek darah, bihun telur kepiting, iga kukus ketan, daging tumis cabai, dan tahu cabai garam. Ada lauk yang pedas, ada yang tidak pedas. Ruangan itu penuh aroma wangi.Intan sungguh lapar sehingga segera mengambil sendok sembari menjawab pertanyaan Alfred, "Sebelum berangkat, Paman Toni berpesan padaku. Dia bilang Pangeran Rafael punya banyak selir selama bertahun-tahun ini, tapi sebagian besar meninggal setelah melahirkan anak. Aku berpikir, kalau satu selir mati, mungkin itu kecelakaan atau karena pendarahan saat melahirkan. Tapi kalau begitu banyak selir yang mati, itu sangat mencurigakan."Setelah itu, Intan mengambil bihun di bawah kepala ikan cabai ke mangkuk. Bihun itu sangat lezat karena terendam dalam kuah peda
Intan juga menyadari bahwa Alfred langsung batuk setelah makan sampai wajahnya memerah. Alfred tidak kuat makan makanan pedas. Mengapa Alfred memilih restoran ini?Intan menggeser makanan yang tidak pedas ke depan Alfred dan berkata, "Meski suka makan pedas, tenggorokanmu tidak baik hari ini, pantang dulu. Makan yang tidak pedas saja.""Tenggorokanku memang sedang tidak baik." Alfred berdeham, merasa sangat tidak nyaman karena rasa pedas yang menetap lama di rongga mulutnya."Aku suruh pelayan bawakan semangkuk susu kambing untukmu." Intan beranjak dari kursi dan pergi membuka pintu ruangan, meminta pelayan membawakan semangkuk susu kambing."Susu bisa menghilangkan rasa pedas." Intan tersenyum seperti sedang menghibur anak kecil. "Cepat minum."Alfred meneguk susu kambing. Rasanya agak amis, tetapi dingin dan bisa diminum. Yang paling penting, itu adalah bentuk kepedulian Intan.Intan sudah menyadari kebenaran, tetapi tidak mengekspos kepura-puraan Alfred yang ingin menyenangkan hati
Alfred terus mengambilkan lauk untuk Intan, tetapi tidak menjawab pertanyaan Intan.Intan menyimpan keraguannya karena itu bukan hal yang sangat penting.Alfred tersenyum dan mengganti topik, "Melalui perayaan ulang tahun Putri Agung hari ini, bahan pembicaraan keluarga-keluarga bangsawan di ibu kota pasti bertambah banyak."Intan memelototi Alfred. "Ya, ada banyak nona bangsawan yang patah hati. Saat Nyonya Kartika mengumumkan kita akan menikah, tatapan mereka padaku penuh rasa permusuhan.""Banyak juga yang iri dan cemburu padaku," kata Alfred dengan penuh arti. Setidaknya, Rudi sudah menyesal, hati Kakak Kaisar juga tergerak."Tidak akan, siapa yang sudi menikahi wanita yang sudah talak sepertiku?"Alfred mengetuk kepala Intan dengan sendok. "Kamu akan segera jadi istri Raja Aldiso, kenapa masih merendahkan dirimu?""Begitulah pandangan orang dunia." Intan juga mengetuk kepala Alfred dan segera menghindar. Intan tersenyum seraya berujar, "Aku tidak akan merendahkan diri, aku tahu be
Sejak pulang dari perayaan ulang tahun Putri Agung, Nyonya Besar Diana jatuh sakit. Pada tengah malam, Nyonya Besar Diana demam tinggi dan terus mengigau.Nyonya Selen bergegas memanggil tabib pada malam itu juga, sedangkan Weli menyuruh Rudi yang tinggal di penginapan untuk pulang. Pada awalnya, Rudi mengira Weli berbohong. Akan tetapi, begitu pulang dan melihat ibu kejang-kejang sambil mengigau, Rudi baru tahu ibunya benar-benar sakit parah.Tidak seperti biasanya, Linda juga datang untuk merawat Nyonya Besar Diana. Sudah beberapa hari Linda tidak bertemu dengan Rudi. Linda yang angkuh tidak ingin pergi mencari Rudi. Linda berpikir, ini adalah rumah Rudi sehingga pria itu pasti akan pulang.Tanpa melirik Linda, Rudi bertanya dengan cemas, "Kenapa bisa sakit tiba-tiba dan separah ini?"Shayna menangis. "Karena apa lagi? Karena Intan! Dia juga pergi ke perayaan ulang tahun Putri Agung. Mentang-mentang akan menikah dengan Raja Aldiso, dia bahkan memarahi Putri Agung dan Putri Chelsea ..
Di tengah malam, pertengkaran pun pecah. Nyonya Selen merasa sangat letih sehingga berbalik badan dan pergi.Mendengar teriakan pria dan wanita, serta jeritan Shayna di belakang, Nyonya Selen berjalan pelan menuju aula utama halaman dalam. Dulu, Intan duduk di kursi di sana untuk menangani urusan rumah tangga.Intan selalu dengan sabar menangani urusan rumah tangga yang tak ada habisnya, dan ramah pada setiap orang. Ketika ibu mertua sakit di malam hari, Intan merawat ibu mertua sepanjang malam dan tidak tidur esoknya, lanjut menyibukkan apa yang seharusnya dilakukan.Intan seperti tidak kenal rasa lelah. Namun, siapa yang tidak bisa lelah? Intan hanya bertahan.Nyonya Selen tidak paham ketika dulu, tetapi sudah paham sekarang.Nyonya Selen duduk di kursi dengan letih sembari menatap aula utama yang kosong. Hanya ada satu lampu di depan koridor untuk menghemat minyak. Cahaya redup itu masuk ke aula, menerangi kursi dan meja yang sunyi. Kediaman Jenderal itu bagaikan makam.Nyonya Selen
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu