"Apa maksud kamu?" tanya Zivanna yang tak percaya kalau Bryan melakukan pengkhianatan. Sebab dirinya saja tak pernah di sentuh, kini datang lagi perempuan yang dibawahnya secara terang-terangan seperti tak merasa berdosa melakukan hal itu.
"Semuanya sudah jelas, kami baru hari ini menikah dan akan tinggal bersama. Jadi kau harus baik-baik pada Chelsa." Bryan menjawab dengan sinis.Chelsa merasa bangga karena dijadikan paling utama dibandingkan Zivanna yang merupakan istri pertama tapi disia-siakan.Zivanna berusaha menahan tangisnya saat mengetahui fakta yang dilontarkan oleh Bryan. Begitu teganya melukai hatinya seakan dia dianggap patung yang tak punya perasaan.Sampai sekarang Zivanna masih menunggu alasan Bryan melakukan hal ini sejak pertama kali jadi istrinya.Zivanna mendekat dan menatap Bryan dengan penuh kebencian dibalik ada bulir yang terlihat jelas di matanya."Aku tak pernah tahu apa salahku. Tidak tahu alasanmu menikahiku dan membuat aku seperti tahanan yang punya salah, aku tak mau di madu. Lepaskan aku, karena aku berhak bahagia dan bebas darimu," ucap Zivanna penuh penekanan."Itu tak akan pernah terjadi sampai kapanpun. Tak akan pernah memberimu kebebasan seperti yang kau mau." Bryan lebih tegas dan menekankan tak akan mau berpisah dengan Zivanna sampai kapanpun itu."Apa? Kenapa kau begitu egois? Menyakiti perasaanku yang kau anggap batu. Aku tak mau tinggal denganmu lagi, aku akan pergi!" Zivanna kemudian masuk ke kamar dan membereskan pakainnya."Lebih baik tinggalkan saja dia, aku bisa memberikan hal yang lebih padamu," kata Chelsa menghasut suaminya dengan nada manja membuat Bryan seketika melepaskan dirinya."Jangan ikut campur dengan urusanku!" kata Bryan dengan nada yang tegas sambil menaikkan jari telunjuk kanan.Chelsa tercengang dengan sikap Bryan yang tadi di depan Zivanna begitu mesra dan setelah perempuan itu pergi sifatnya langsung berubah.Mereka melihat Zivanna yang menuruni anak tangga sambil membawa koper miliknya. Bryan melihat hal itu santai dan menatapnya dingin."Pengawal!?" teriak Bryan memanggil pengawal yang ada di rumahnya.Mereka segera datang saat dipanggil membuat Zivanna ketakutan kalau Bryan akan menghalangi kepergiannya."Bawa Nyonya ke dalam kamarnya lalu kunci dia dari luar," titahnya membuat Zivanna meronta dua pengawal telah memegang kedua tangannya."Apa yang kau lakukan, Bryan? Aku tak mau tinggal denganmu lagi," kata Zivanna meronta minta dilepaskan, tapi kedua pengawal itu justru membawanya kembali ke dalam kamar dan menguncinya seperti perintah Bryan."Lepaskan aku! Aku tak mau tinggal disin, Bryan dasar laki-laki gila kamu. Sampai kapanpun aku tak akan pernah memaafkan perbuatanmu ini!?" teriak Zivanna sambil menggedor-gedor pintu dari dalam.Suaranya yang menggema hingga kebawah membuat para pelayan merasa kasihan pada Zivanna."Sebenarnya apa yang kau inginkan dari gadis itu? Kenapa tak membiarkannya pergi saja?" tanya Chelsa heran dengan perlakuan Bryan pada Zivanna."Ada baiknya kau tak perlu tahu apapun dan jangan bertanya pada siapa saja. Lebih baik kau ke kamar yang sudah disiapkan oleh para pelayan dan tunggu aku," jawab Bryan dingin membuat Chelsa semakin bingung dengan apa yang dilakukan suaminya pada Zivanna.Chelsa tak bertanya lagi soal perlakuan Bryan pada Zivanna, memilih untuk masuk ke kamarnya yang berada di lantai satu.***Saat makan malam, Zivanna dipanggil untuk turun makan. Namun, gadis itu menolak karena masih marah dengan Bryan. Ia juga tak sudi melihat kebahagiaan suaminya dengan istri keduanya.Bryan, yang tak ingin terjadi sesuatu pada Zivanna. Bukan karena khawatir, tapi semuanya belum cukup untuk membuat istrinya itu menderita.Bryan membuka pintu tanpa mengetuk, Zivanna justru tak membalikkan badan hanya terdiam sambil menatap langit malam membuat suasana hatinya menjadi sedikit tenang."Keluarlah ikut makan malam, aku tak ingin kau sakit lalu membawamu kesana dan ada celah untuk kabur." Bryan menjelaskan.Tapi, Zivanna bergeming tak peduli dengan apa yang dikatakan Bryan saking bencinya gadis itu setelah membawa perempuan lain."Kau dengar aku?" Bryan membentak tapi tetap saja Zivanna terdiam seperti tak peduli dengan ucapan suaminya."Zivanna, jangan menguji kesabaranku," kata Bryan memperingatkan.Tetap saja hening dan sama sekali tak menanggapi Bryan.Bryan yang kesal menarik lengan Zivanna hingga tatapan mereka dekat. Namun, terlihat jelas pandangan gadis itu dingin sedang lelaki itu menatapnya dengan bengis."Apa kau tak mendengar apa yang kukatakan?" tanya Bryan dengan penuh penekanan."Anggap saja begitu," jawab Zivanna singkat.Bryan yang semakin geram menarik tangan Zivanna yang hanya diam saja.Chelsa yang melihat Bryan menarik tangan Zivanna menjadi cemburu dan kesal. Ia merasa kalau ini adalah taktik Zivanna agar dapat perhatian dari suaminya juga.Setelah tibat di ruang makan, Bryan menghempaskan gadis itu dengan kasar. Chelsa tersenyum bahagia."Sekarang duduk dan makan, aku tak suka dibantah," titah Bryan.Zivanna menurut duduk tepat di depan Chelsa yang tersenyum miris pada kakak madunya itu.Ia yang merasa senyuman itu tertuju padanya menatap Chelsa dingin."Apa kau pikir dia tidak lagi beristri? Jangan terlalu bangga, sebab laki-laki yang mudah kepincut dengan perempuan murah seperti dirimu akan kembali membawa gundik-gundik yang tak punya rasa hormat," kata Zivanna dingin membuat Bryan dan Chelsa menatapnya nyalang."Kenapa menatapku seperti itu? Apa kau pikir laki-laki yang membawamu ke rumahnya untuk jadi kedua adalah pria baik? Sama sekali tidak." Kembali Zivanna mengatakan hal yang begitu menohok."Cukup!" Bryan memukul meja makan sambil berdiri menatap Zivanna dengan bengis. "Jadi kau menganggap aku adalah laki-laki yang suka bermain wanita?" tanyanya tak terima.Zivanna meminum air yang ada di gelas dengan elegan tanpa peduli dengan kemarahan Bryan."Jika kau menganggap dirimu seperti itu, aku bisa apa?" tanya Zivanna kembali sembari menaikkan sedikit bahunya lalu menyantap makanan yang ada di hadapannya tanpa peduli yang ada di hadapannya sedang marah besar.Chelsa yang merasa tersinggung berdiri dari kursinya."Aku tak mood lagi makan," katanya dengan tatapan tajam. Namun, Zivanna sama sekali tak peduli."Apa kau sadar dengan ucapanmu tadi? Apa itu tidak keterlaluan?" tanya Bryan geram.Zivanna sama sekali tak peduli, ia lebih memilih melanjutkan makan dari pada mempedulikan pertanyaan Bryan sama sekali.Sejak tadi ia berpikir saat di kunci di kamar, Zivanna merasa harus melawan bukan lagi diam seperti beberapa tahun ini."Zivanna!" pekik Bryan.Zivanna menyimpan sendok makannya lalu menatap santai Bryan."Kenapa? Kau marah karena apa yang aku katakan semua adalah benar. Kenapa harus aku peduli dengan pemikiranmu padaku saat ini? Kau saja tak peduli saat membawa wanita murahan itu ke rumah." Zivanna berkata yang membuat Bryan semakin marah."Cukup!" sentak Bryan dengan dada kempis."Jika kau marah berarti semua itu betul." Zivanna tak peduli dengan sentakan Bryan. Ia tetap menikmati makanannya sampai habis dan meninggalkan Bryan yang terdiam bak patung.Zivanna menghentikan langkahnya naik ke atas dan berbalik tersenyum puasa melihat kemarahan Bryan."Aku tak akan lagi tinggal diam," gumam Zivanna.Zivanna keluar dari kamar berniat mencari udara segar di taman. Namun, yang dilihatnya adalah pemandangan yang langkahnya urung melanjutkan.Dia, pikir suaminya sedang menikmati malam pertama dengan istri keduanya. Namun, ia salah yang dilihatnya kemesraan mereka yang membuat Zivanna tertegun.Ada bulir di matanya melihat pemandangan yang seharusnya tidak mereka lakukan di tempat umum. Mengingat rumah Bryan banyak yang tinggal bukan hanya dirinya.Ia terus menatap keduanya tanpa pergi dari tempat itu. Zivanna larut dalam lamunannya. Niat ingin mencari udara segar untuk menghilangkan perasaan sedih dan gelisah.Namun, baru saja di depan pintu Bryan bercumbu mesra di taman belakang. Hal yang tak pernah Zivanna dapatkan.Rasanya ingin sekali memaki kedua orang yang tidak tahu malu itu."Dasar tidak punya malu!" Ia berusaha untuk sabar, tapi pada akhirnya Zivanna berteriak kencang hingga membuat dua orang itu terkejut dan membalikkan badan.Bryan tersenyum miris melihat kemarahan di waj
"Bryan, kenapa dia sangat keterlaluan sih? Menganggap dirinya Nyonya di rumah ini padahal dia hanya istri yang tak dianggap." Chelsa menatap kesal pada Zivanna yang melarangnya pergi bertemu dengan teman-teman sosialitanya.Ia tak mau sampai Bryan berubah pikiran. Harus bertemu dengan teman-temannya untuk mengabarkan pernikahan dengan Bryan sembari memamerkan diri meski jadi yang kedua tapi diutamakan."Jangan sekali-kali berdebat denganku! Aku bukan lagi Zivanna yang selama dua tahun ini menjadi istri penurut. Aku tak main-main," kecam Zivanna memperingatkan pada Bryan tanpa peduli ocehan Chelsa.Bryan, menarik napas dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya. Kali ini ia berada dalam ancaman Zivanna yang sepertinya tak main-main."Bryan, aku tetap pergi ya? Jangan dengarkan istrimu yang gila ini," hasut Chelsa dengan nada ketus."Setidaknya aku lebih terhormat daripada kau yang menjadi kedua," sindir Zivanna membuat mata Chelsa mendelik."Hentikan, Zivanna! Aku yang punya aturan di ru
Lima tahun kemudian, Bryan kembali membawa wanita lain yang bernama Gloria Halton yang ia nikahi tiga hari lalu, tapi belum sempat membawa ke rumah sebab sangat dengan urusan pekerjaan.Semua istrinya berkumpul di meja makan, Zivanna nampak biasa dan mengabaikannya. Berbeda dengan Chelsa dan Eveline yang terlihat murka melihat wajah Gloria begitu bahagia."Hai semua, aku Gloria. Kalian adalah istri-istri Bryan. Aku sudah tahu," ucapnya sambil memperkenalkan diri tersenyum ramah."Meski kau istrinya, tapi aku adalah Ratunya dan kalian bertiga tetap selir." Zivanna mengatakan dengan sarkas membuat Gloria menatapnya tak suka."Jaga bicaramu, Zivanna!" Bryan memperingatkan."Aku benarkan? Kau mau berapa istri tetap saja selir. Meski kau tak peduli padaku tak ada yang bisa melengserku karena kau tak mau berpisah," kata Zivanna yang begitu bermulut tajam."Dan kau? Walau menjadi istri keempat tidak ada jaminan kelima dan seterusnya kan?" tanya Zivanna pada Gloria.Gloria membuang muka dan m
Gloria menatap Zivanna tajam. Beraninya dia menamparnya. "Apa!" gertak Zivanna tanpa rasa takut."Kau menamparku!" sungut Gloria marah."Terus kau mau apa? Kau membuat ulah, aku tak suka." Zivanna pun melanjutkan langkahnya naik ke atas tanpa peduli kemarahan Gloria."Berhenti kau!?" teriak Gloria dengan lantang.Kepala pelayan datang mendengar suara lantang Gloria."Nyonya, sebaiknya kau jangan berteriak mulai sekarang! Tuan muda tidak suka ada suara kebisingan," tegurnya.Gloria semakin marah dan menatap nyalang kepala pelayan yang berani menegurnya."Kau ini hanya babu, jangan mencoba menegurku!" bentak Gloria pada kepala pelayan."Aku hanya mengingatkan padamu, jika Tuan Bryan tak suka ada suara keributan apalagi suaramu menggema." Kepala pelayan menjelaskan maksudnya agar Gloria menjaga sikap."Ih, aku sangat kesal." Gloria hendak melayangkan tamparan pada kepala pelayan, tapi lelaki yang berumur lima puluh tahun menahannya."Jaga sikapmu! Semua istri-istri, Tuan tak ada yang se
"Aku ingin menikah denganmu." Bryan berkata penuh cinta dan serius kala melamar Zivanna Mattew.Bak gadis belia yang sudah beberapa bulan menjalin hubungan dengan lelaki itu. Dimana Zivanna sama sekali tak tahu Bryan Alexander seorang raja bisnis di Negara K.Zivanna yang sangat bahagia dilamar saat itu tanpa berpikir mengangguk dengan cepat dan langsung memeluk Bryan dengan penuh kebahagiaan.Sepintas senyum tersungging di bibir Bryan Alexander. Ia telah membuat gadis itu jatuh cinta padanya."Aku tidak akan menolak," kata Zivanna Mattew.Bryan pun mengurus pernikahan dalam waktu hanya beberapa minggu saja, karena ia termasuk orang paling kaya jadilah mudah baginya mempercepat pernikahannya dengan Zivanna.Kala itu Zivanna masih berusia dua puluh tahun duduk di bangku kuliah. Ia tak bertanya dengan Bryan soal pendidikan yang saat itu dikenyamnya. Sebab yakin kalau calon suaminya tak akan keberatan melanjutkan kuliah setelah meni