Share

Episode 6

Gloria menatap Zivanna tajam. Beraninya dia menamparnya.

"Apa!" gertak Zivanna tanpa rasa takut.

"Kau menamparku!" sungut Gloria marah.

"Terus kau mau apa? Kau membuat ulah, aku tak suka." Zivanna pun melanjutkan langkahnya naik ke atas tanpa peduli kemarahan Gloria.

"Berhenti kau!?" teriak Gloria dengan lantang.

Kepala pelayan datang mendengar suara lantang Gloria.

"Nyonya, sebaiknya kau jangan berteriak mulai sekarang! Tuan muda tidak suka ada suara kebisingan," tegurnya.

Gloria semakin marah dan menatap nyalang kepala pelayan yang berani menegurnya.

"Kau ini hanya babu, jangan mencoba menegurku!" bentak Gloria pada kepala pelayan.

"Aku hanya mengingatkan padamu, jika Tuan Bryan tak suka ada suara keributan apalagi suaramu menggema." Kepala pelayan menjelaskan maksudnya agar Gloria menjaga sikap.

"Ih, aku sangat kesal." Gloria hendak melayangkan tamparan pada kepala pelayan, tapi lelaki yang berumur lima puluh tahun menahannya.

"Jaga sikapmu! Semua istri-istri, Tuan tak ada yang seberani dirimu."

Sikap Gloria seakan menantang kepala pelayan yang dianggapnya telah lancang menegur dirinya yang merupakan nyonya rumah ini meski hanya istri keempat.

Gloria yang kesal pun menuju ke kamarnya yang bersebelahan dengan Eveline. Saat itu ia keluar kamar dan menatap sinis.

"Kau berteriak seperti orang kesetanan. Kau mengganggu Zivanna kan?" tebak Eveline.

"Bukan urusanmu!" hardik Gloria masuk ke kamar sambil membanting pintu.

Baru hari pertama ke rumah ini, Gloria sudah membuat masalah yang akan membuat Bryan marah.

Sebab kepala pelayan harus mengatakan dengan jujur apa yang dilakukan oleh istri-istrinya selama tak di rumah.

Gloria tiba di kamarnya sambil membanting tasnya di kasur. Harusnya ia dimanja oleh Bryan sebab menikah dengan dirinya.

Namun, ia tak mendapatkan hal itu. Justru mendapatkan ketidakadilan saat tahu Zivanna berada dk kamat bersebelahan dengan Bryan.

Ia cemburu dan merasa tak adil. Gloria tak mau jadi keempat harus menjadi satu-satunya istri Bryan.

Gloria berjanji akan membuat ketiga istri Bryan pergi dari rumah itu. Tak ada yang boleh memiliki Bryan kecuali dirinya.

***

Sore hari, Bryan pulang. Ketiga istrinya menyambut kecuali Zivanna tidak terlihat sama sekali.

Bryan, menuju ke atas tak mempedulikan ketiga istrinya yang menyambutnya dengan senyuman.

Tanpa mengetuk, Bryan membuka pintu dan masuk begitu saja. Zivanna tak berbalik sama sekali.

Ia menatap dingin ke arah jendela dimana itu semua adalah kebebasan yang ingin ia capai. Namun, lima tahun menikah dirinya hanya menghabiskan waktu di dalam kamar saja bak seperti tahanan.

"Kenapa kau tak turun untuk menyambutku?" tanya Bryan.

"Buat apa? Ingin memperlihatkan kamu mencintai ketiga istrimu di depan mataku?" tanya Zivanna kembali.

Bryan terhenyak dengan pertanyaan istri pertamanya.

Bryan menutup pintu kamar Zivanna dan menarik lengan gadis itu. Menariknya ke dalam pelukan.

Zivanna menatap dingin tanpa rasa takut sama sekali. Tatapan mereka berdua seakan beradu. Bryan menatapnya dengan kesal.

"Aku tidak suka kau membantah atau membalas ucapanku!" pekik Bryan penuh penegasan.

"Apa kau pikir aku suka dengan kelakuanmu? Jika kau tak suka maka jangan lakukan hal yang tak aku sukai," balas Zivanna.

Bryan semakin kesal dengan sikap istrinya yang mulai menbantah dirinya.

"Kau tak akan pernah mendapatkan apa yang kau inginkan. Aku tak akan pernah mengabulkannya," tegas Bryan.

"Kau juga akan menemukan aku dengan sikap yang tak kau sukai," sahut Zivanna dengan tatapan menantang.

Bryan menghempaskan tubuh Zivanna menjauh darinya.

Zivanna mundur kebelakang, tapi tatapannya tetap dingin.

Bryan, meninggalkan Zivanna yang diam bak patung. Terlihat jelas Zivanna menantang dirinya tanpa rasa takut.

Ia turun kebawah menghampiri ketiga istrinya yang masih setia menunggunya turun.

Kali ini tatapan Bryan tertuju pada Gloria dengan sengit. Dia, jadi salah tingkah.

"Apa kau membuat keributan di rumah saat aku tak ada?" tanya Bryan.

Gloria menjadi takut, kenapa bisa Bryan tahu kalau dirinya membuat keributan tadi.

"Siapa yang mengatakannya padamu? Apakah Zivanna mencoba memfitnah aku?" tanya Gloria balik.

"Jangan mengelak! Aku tak suka, apalagi ada kebohongan aku tak segan-segan menghukum jika kau tak patuh dengan aturan di rumah ini," jawab Bryan dingin.

"Itu, karena Zivanna memulainya lebih dulu," balas Gloria.

"Memang apa yang dilakukannya padamu?" tanya Bryan.

"Tentu saja marah, karena kamarku di atas sementara para selir dibawah." Zivanna langsung menjawab saat berada diatas menatap mereka semua yang tertuju padanya dengan santai.

Ia melangkahkan kakinya turun kebawa, mendekat pada mereka semua. Gloria kesal dengan Zivanna datang tiba-tiba menjawab pertanyaan Bryan.

"Betulkan, Gloria?" tanya Zivanna seringai.

"Itu tidak benar," jawab Gloria cepat.

"Padahal aku membantumu untuk membuat aku pergi dari rumah ini," cetus Zivanna meninggalkan mereka semua menuju dapur.

Ia kehausan jadi memilih turun untuk minum serta mencari sesuatu yang bisa dimakannya untuk menyenangkan perutnya.

Zivanna tak akan lagi mau menyiksa dirinya malas makan sebab memikirkan perlakuan Bryan terhadapnya.

"Katakan." Bryan mendesak Gloria tanpa peduli dengan Zivanna yang tidak lagi menghargai dirinya.

"Iya, itu benar. Tidak adil rasanya kalau aku sebagai istri yang kamu sayangi harus tidur dibawah sementara dia diatas," ungkap Gloria tak bisa lago menyangkalnya.

"Siapa yang bilang kalau aku sayang padamu melebihi dari mereka bertiga?" tanya Bryan

Gloria melebarkan matanya dengan pertanyaan sang Suami. Ia memang tak pernah mendengar Bryan mengungkapkan kata cinta atau sayang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status