Gloria menatap Zivanna tajam. Beraninya dia menamparnya.
"Apa!" gertak Zivanna tanpa rasa takut. "Kau menamparku!" sungut Gloria marah. "Terus kau mau apa? Kau membuat ulah, aku tak suka." Zivanna pun melanjutkan langkahnya naik ke atas tanpa peduli kemarahan Gloria. "Berhenti kau!?" teriak Gloria dengan lantang. Kepala pelayan datang mendengar suara lantang Gloria. "Nyonya, sebaiknya kau jangan berteriak mulai sekarang! Tuan muda tidak suka ada suara kebisingan," tegurnya. Gloria semakin marah dan menatap nyalang kepala pelayan yang berani menegurnya. "Kau ini hanya babu, jangan mencoba menegurku!" bentak Gloria pada kepala pelayan. "Aku hanya mengingatkan padamu, jika Tuan Bryan tak suka ada suara keributan apalagi suaramu menggema." Kepala pelayan menjelaskan maksudnya agar Gloria menjaga sikap. "Ih, aku sangat kesal." Gloria hendak melayangkan tamparan pada kepala pelayan, tapi lelaki yang berumur lima puluh tahun menahannya. "Jaga sikapmu! Semua istri-istri, Tuan tak ada yang seberani dirimu." Sikap Gloria seakan menantang kepala pelayan yang dianggapnya telah lancang menegur dirinya yang merupakan nyonya rumah ini meski hanya istri keempat. Gloria yang kesal pun menuju ke kamarnya yang bersebelahan dengan Eveline. Saat itu ia keluar kamar dan menatap sinis. "Kau berteriak seperti orang kesetanan. Kau mengganggu Zivanna kan?" tebak Eveline. "Bukan urusanmu!" hardik Gloria masuk ke kamar sambil membanting pintu. Baru hari pertama ke rumah ini, Gloria sudah membuat masalah yang akan membuat Bryan marah. Sebab kepala pelayan harus mengatakan dengan jujur apa yang dilakukan oleh istri-istrinya selama tak di rumah. Gloria tiba di kamarnya sambil membanting tasnya di kasur. Harusnya ia dimanja oleh Bryan sebab menikah dengan dirinya. Namun, ia tak mendapatkan hal itu. Justru mendapatkan ketidakadilan saat tahu Zivanna berada dk kamat bersebelahan dengan Bryan. Ia cemburu dan merasa tak adil. Gloria tak mau jadi keempat harus menjadi satu-satunya istri Bryan. Gloria berjanji akan membuat ketiga istri Bryan pergi dari rumah itu. Tak ada yang boleh memiliki Bryan kecuali dirinya. *** Sore hari, Bryan pulang. Ketiga istrinya menyambut kecuali Zivanna tidak terlihat sama sekali. Bryan, menuju ke atas tak mempedulikan ketiga istrinya yang menyambutnya dengan senyuman. Tanpa mengetuk, Bryan membuka pintu dan masuk begitu saja. Zivanna tak berbalik sama sekali. Ia menatap dingin ke arah jendela dimana itu semua adalah kebebasan yang ingin ia capai. Namun, lima tahun menikah dirinya hanya menghabiskan waktu di dalam kamar saja bak seperti tahanan. "Kenapa kau tak turun untuk menyambutku?" tanya Bryan. "Buat apa? Ingin memperlihatkan kamu mencintai ketiga istrimu di depan mataku?" tanya Zivanna kembali. Bryan terhenyak dengan pertanyaan istri pertamanya. Bryan menutup pintu kamar Zivanna dan menarik lengan gadis itu. Menariknya ke dalam pelukan. Zivanna menatap dingin tanpa rasa takut sama sekali. Tatapan mereka berdua seakan beradu. Bryan menatapnya dengan kesal. "Aku tidak suka kau membantah atau membalas ucapanku!" pekik Bryan penuh penegasan. "Apa kau pikir aku suka dengan kelakuanmu? Jika kau tak suka maka jangan lakukan hal yang tak aku sukai," balas Zivanna. Bryan semakin kesal dengan sikap istrinya yang mulai menbantah dirinya. "Kau tak akan pernah mendapatkan apa yang kau inginkan. Aku tak akan pernah mengabulkannya," tegas Bryan. "Kau juga akan menemukan aku dengan sikap yang tak kau sukai," sahut Zivanna dengan tatapan menantang. Bryan menghempaskan tubuh Zivanna menjauh darinya. Zivanna mundur kebelakang, tapi tatapannya tetap dingin. Bryan, meninggalkan Zivanna yang diam bak patung. Terlihat jelas Zivanna menantang dirinya tanpa rasa takut. Ia turun kebawah menghampiri ketiga istrinya yang masih setia menunggunya turun. Kali ini tatapan Bryan tertuju pada Gloria dengan sengit. Dia, jadi salah tingkah. "Apa kau membuat keributan di rumah saat aku tak ada?" tanya Bryan. Gloria menjadi takut, kenapa bisa Bryan tahu kalau dirinya membuat keributan tadi. "Siapa yang mengatakannya padamu? Apakah Zivanna mencoba memfitnah aku?" tanya Gloria balik. "Jangan mengelak! Aku tak suka, apalagi ada kebohongan aku tak segan-segan menghukum jika kau tak patuh dengan aturan di rumah ini," jawab Bryan dingin. "Itu, karena Zivanna memulainya lebih dulu," balas Gloria. "Memang apa yang dilakukannya padamu?" tanya Bryan. "Tentu saja marah, karena kamarku di atas sementara para selir dibawah." Zivanna langsung menjawab saat berada diatas menatap mereka semua yang tertuju padanya dengan santai. Ia melangkahkan kakinya turun kebawa, mendekat pada mereka semua. Gloria kesal dengan Zivanna datang tiba-tiba menjawab pertanyaan Bryan. "Betulkan, Gloria?" tanya Zivanna seringai. "Itu tidak benar," jawab Gloria cepat. "Padahal aku membantumu untuk membuat aku pergi dari rumah ini," cetus Zivanna meninggalkan mereka semua menuju dapur. Ia kehausan jadi memilih turun untuk minum serta mencari sesuatu yang bisa dimakannya untuk menyenangkan perutnya. Zivanna tak akan lagi mau menyiksa dirinya malas makan sebab memikirkan perlakuan Bryan terhadapnya. "Katakan." Bryan mendesak Gloria tanpa peduli dengan Zivanna yang tidak lagi menghargai dirinya. "Iya, itu benar. Tidak adil rasanya kalau aku sebagai istri yang kamu sayangi harus tidur dibawah sementara dia diatas," ungkap Gloria tak bisa lago menyangkalnya. "Siapa yang bilang kalau aku sayang padamu melebihi dari mereka bertiga?" tanya Bryan Gloria melebarkan matanya dengan pertanyaan sang Suami. Ia memang tak pernah mendengar Bryan mengungkapkan kata cinta atau sayang."Aku ingin menikah denganmu." Bryan berkata penuh cinta dan serius kala melamar Zivanna Mattew.Bak gadis belia yang sudah beberapa bulan menjalin hubungan dengan lelaki itu. Dimana Zivanna sama sekali tak tahu Bryan Alexander seorang raja bisnis di Negara K.Zivanna yang sangat bahagia dilamar saat itu tanpa berpikir mengangguk dengan cepat dan langsung memeluk Bryan dengan penuh kebahagiaan.Sepintas senyum tersungging di bibir Bryan Alexander. Ia telah membuat gadis itu jatuh cinta padanya."Aku tidak akan menolak," kata Zivanna Mattew.Bryan pun mengurus pernikahan dalam waktu hanya beberapa minggu saja, karena ia termasuk orang paling kaya jadilah mudah baginya mempercepat pernikahannya dengan Zivanna.Kala itu Zivanna masih berusia dua puluh tahun duduk di bangku kuliah. Ia tak bertanya dengan Bryan soal pendidikan yang saat itu dikenyamnya. Sebab yakin kalau calon suaminya tak akan keberatan melanjutkan kuliah setelah meni
"Apa maksud kamu?" tanya Zivanna yang tak percaya kalau Bryan melakukan pengkhianatan. Sebab dirinya saja tak pernah di sentuh, kini datang lagi perempuan yang dibawahnya secara terang-terangan seperti tak merasa berdosa melakukan hal itu."Semuanya sudah jelas, kami baru hari ini menikah dan akan tinggal bersama. Jadi kau harus baik-baik pada Chelsa." Bryan menjawab dengan sinis.Chelsa merasa bangga karena dijadikan paling utama dibandingkan Zivanna yang merupakan istri pertama tapi disia-siakan.Zivanna berusaha menahan tangisnya saat mengetahui fakta yang dilontarkan oleh Bryan. Begitu teganya melukai hatinya seakan dia dianggap patung yang tak punya perasaan.Sampai sekarang Zivanna masih menunggu alasan Bryan melakukan hal ini sejak pertama kali jadi istrinya.Zivanna mendekat dan menatap Bryan dengan penuh kebencian dibalik ada bulir yang terlihat jelas di matanya. "Aku tak pernah tahu apa salahku. Tidak tahu alasanmu men
Zivanna keluar dari kamar berniat mencari udara segar di taman. Namun, yang dilihatnya adalah pemandangan yang langkahnya urung melanjutkan.Dia, pikir suaminya sedang menikmati malam pertama dengan istri keduanya. Namun, ia salah yang dilihatnya kemesraan mereka yang membuat Zivanna tertegun.Ada bulir di matanya melihat pemandangan yang seharusnya tidak mereka lakukan di tempat umum. Mengingat rumah Bryan banyak yang tinggal bukan hanya dirinya.Ia terus menatap keduanya tanpa pergi dari tempat itu. Zivanna larut dalam lamunannya. Niat ingin mencari udara segar untuk menghilangkan perasaan sedih dan gelisah.Namun, baru saja di depan pintu Bryan bercumbu mesra di taman belakang. Hal yang tak pernah Zivanna dapatkan.Rasanya ingin sekali memaki kedua orang yang tidak tahu malu itu."Dasar tidak punya malu!" Ia berusaha untuk sabar, tapi pada akhirnya Zivanna berteriak kencang hingga membuat dua orang itu terkejut dan membalikkan badan.Bryan tersenyum miris melihat kemarahan di waj
"Bryan, kenapa dia sangat keterlaluan sih? Menganggap dirinya Nyonya di rumah ini padahal dia hanya istri yang tak dianggap." Chelsa menatap kesal pada Zivanna yang melarangnya pergi bertemu dengan teman-teman sosialitanya.Ia tak mau sampai Bryan berubah pikiran. Harus bertemu dengan teman-temannya untuk mengabarkan pernikahan dengan Bryan sembari memamerkan diri meski jadi yang kedua tapi diutamakan."Jangan sekali-kali berdebat denganku! Aku bukan lagi Zivanna yang selama dua tahun ini menjadi istri penurut. Aku tak main-main," kecam Zivanna memperingatkan pada Bryan tanpa peduli ocehan Chelsa.Bryan, menarik napas dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya. Kali ini ia berada dalam ancaman Zivanna yang sepertinya tak main-main."Bryan, aku tetap pergi ya? Jangan dengarkan istrimu yang gila ini," hasut Chelsa dengan nada ketus."Setidaknya aku lebih terhormat daripada kau yang menjadi kedua," sindir Zivanna membuat mata Chelsa mendelik."Hentikan, Zivanna! Aku yang punya aturan di ru
Lima tahun kemudian, Bryan kembali membawa wanita lain yang bernama Gloria Halton yang ia nikahi tiga hari lalu, tapi belum sempat membawa ke rumah sebab sangat dengan urusan pekerjaan.Semua istrinya berkumpul di meja makan, Zivanna nampak biasa dan mengabaikannya. Berbeda dengan Chelsa dan Eveline yang terlihat murka melihat wajah Gloria begitu bahagia."Hai semua, aku Gloria. Kalian adalah istri-istri Bryan. Aku sudah tahu," ucapnya sambil memperkenalkan diri tersenyum ramah."Meski kau istrinya, tapi aku adalah Ratunya dan kalian bertiga tetap selir." Zivanna mengatakan dengan sarkas membuat Gloria menatapnya tak suka."Jaga bicaramu, Zivanna!" Bryan memperingatkan."Aku benarkan? Kau mau berapa istri tetap saja selir. Meski kau tak peduli padaku tak ada yang bisa melengserku karena kau tak mau berpisah," kata Zivanna yang begitu bermulut tajam."Dan kau? Walau menjadi istri keempat tidak ada jaminan kelima dan seterusnya kan?" tanya Zivanna pada Gloria.Gloria membuang muka dan m