Zivanna keluar dari kamar berniat mencari udara segar di taman. Namun, yang dilihatnya adalah pemandangan yang langkahnya urung melanjutkan.
Dia, pikir suaminya sedang menikmati malam pertama dengan istri keduanya. Namun, ia salah yang dilihatnya kemesraan mereka yang membuat Zivanna tertegun. Ada bulir di matanya melihat pemandangan yang seharusnya tidak mereka lakukan di tempat umum. Mengingat rumah Bryan banyak yang tinggal bukan hanya dirinya. Ia terus menatap keduanya tanpa pergi dari tempat itu. Zivanna larut dalam lamunannya. Niat ingin mencari udara segar untuk menghilangkan perasaan sedih dan gelisah. Namun, baru saja di depan pintu Bryan bercumbu mesra di taman belakang. Hal yang tak pernah Zivanna dapatkan. Rasanya ingin sekali memaki kedua orang yang tidak tahu malu itu. "Dasar tidak punya malu!" Ia berusaha untuk sabar, tapi pada akhirnya Zivanna berteriak kencang hingga membuat dua orang itu terkejut dan membalikkan badan. Bryan tersenyum miris melihat kemarahan di wajah Zivanna. Di malam hari berteriak seperti orang kesetanan. Zivanna melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah mereka dan telah berdiri tepat di hadapan mereka. "Kenapa kau berteriak begitu kencang? Kami gak tuli." Chelsa menyahut dengan ketus. "Aku tahu ini rumahmu, Bryan. Kau harus ingat di rumah ini bukan cuma kau dan perempuan ini tinggal." Zivanna tak peduli dengan ucapan Chelsa malah ia menunjuk tepat di depan wajahnya. "Kau tahu ini rumahku, lagi pula aku berhak melakukan apa saja di sembarang tempat. Ayo sayang kita pergi dari sini melanjutkan yang harusnya kita lakukan di dalam kamar," ajak Bryan sambil menggenggam tangan Chelsa membuat perempuan itu merasa menang, karena suaminya lebih memilih dia. Zivanna, terpaku di tempatnya sambil membuang muka. Ia tak sanggup melihat Bryan mesra dengan Chelsa. Selama dua tahun ini, Zivanna hanya bisa menerima perlakuan Bryan dengan lapang dada karena masih berharap lelaki itu akan berubah dan tahu apa maksud semua dari sikapnya selama ini. Apa yang dinantikan selama dua tahun tidaklah terjadi malah Bryan membawa wanita lain yang diakuinya sebagai istri. Zivanna, adalah anak yatim piatu sejak delapan tahun lalu. Kedua orang tuanya telah tiada akibat kecelakaan mobil. Ia mempunyai seorang kakak laki-laki tapi mereka tak begitu akrab dan sering terjadi perselisihan. Waktu Zivanna menikah, Zayn kakaknya tahu tapi tak ingin hadir. Memilih mengintai diam-diam dan tahu siapa suami sang Adik. Zayn, tinggal di Negara M dan masih lajang hingga saat ini. Ia membuka bisnis di Negara itu. Bryan, sendiri tidak tahu kalau Zivanna memiliki seorang kakak laki-laki yang telah lama tinggal diluar negeri. Ia hanya tahu kalau sang Istri seorang diri hidup di dunia ini hal itu makin membuatnya lebih leluasa menyakiti Zivanna. *** Chelsa telah memakai pakaian minim yang begitu seksi. Lingerie berwarna merah darah membalut tubuh indahnya dengan menonjolkan bagian gunung miliknya agar Bryan tergila-gila padanya malam ini. Mematut diri di cermin sembari menyemprotkan wewangian dan memoles dirinya dengan riasan natural. Bryan berbaring di ranjang tanpa peduli dengan Chelsa yang sudah berusaha menyenangkan suaminya. "Oh sayang, malam ini kau begitu menggugah diriku," puji Chelsa sembari menggigit bibir bawahnya. Bryan menaikkan satu alisnya, tapi ia sama sekali tak tertarik memadu kasih, karena niatnya membuat Zivanna kesal telah tercapai. "Tidurlah, aku sedang tidak mood, kita lakukan saja nanti," titah Bryan sambil memunggungi Chelsa. Chelsa tertegun dengan sikap Bryan yang berubah drastis padahal waktu di taman belakang suaminya begitu bergairah, tapi saat di kamar terlihat begitu malas. Chelsa, mencoba mendekat sambil memeluk dari belakang dan menggodanya dengan antusias. Berusaha meraih bibir yang tadi sempat ia rasakan. Bryan menghentikan aksi Chelsa yang hampir menyentuh bibirnya dengan satu telunjuk. "Berhenti menggodaku ada baiknya kau tidur. Malam ini aku hanya akan menemanimu sampai aku merasa lebih baik," ucap Bryan dengan nada tegas membuat Chelsa memasang wajah cemberut. Bagaimana tak malu? Bryan terang-terangan menolak untuk melakukan malam pertama. "Apa yang terjadi? Apa aku tak menarik bagimu?" tanya Chelsa. "Sama sekali tidak seperti itu, tidurlah sambil memelukku," jawab Bryan menjelaskan secara singkat sambil memunggungi Chelsa yang kesal. "Apa semua ini karena, Zivanna?" tanya Chelsa menebak perilaku suaminya. Ia merasa Zivanna lah yang membuat Bryan tak tertarik dengannya malam ini. Bryan tak berbalik masih tetap memunggungi Chelsa. Ia menjawab. "Tidak! Aku sedang lelah jadi lebih baik kau tidur saja." Mendengar jawaban suaminya membuat kekesalan Chelsa hilang. Ia berpikir alasan Bryan tak ingin menyentuh, karena memikirkan Zivanna. Cukup lega dan malam itu mereka tak melakukan apa-apa hanya berpelukan saja saat tidur. Chelsa merasa tenang walau hanya memeluk suaminya itu berarti tak ada penolakan sama sekali. "Dasar Zivanna perempuan perusak!" batin Chelsa kesal. Besok ia akan menegur Zivanna sebagai nyonya yang dianggap di rumah ini. Pagi harinya, Zivanna telah duduk di meja makan sambil menyantap makanannya tanpa menunggu kedua orang yang dianggapnya memadu kasih semalam. Bryan dan Chelsa keluar kamar sambil bergandengan mesra membuat pasangan itu layaknya suami-istri sebagai mana seharusnya. Namun, Zivanna tak peduli dengan tawa bahagia dan kemesraan mereka yang memperlihatkan padanya. Matanya tetap fokus pada makanan yang ada di hadapannya. "Sayang, hari ini aku mau keluar sama teman-teman sosialitaku, boleh ya?" Chelsa meminta izin pada suaminya. Bryan meraih tangan mulus Chelsa sambil menatapnya penuh kebahagiaan. Zivanna memutar bola mata malas melihat keduanya yang begitu menjijikkan. "Boleh, Sayang pergilah kemanapun kau mau." Bryan mengizinkan Chelsa pergi hal itu membuat Zivanna menatap tajam pada suaminya. "Apa mengizinkannya pergi? Padahal melakukan hal tidak bermanfaat. Sementara aku meminta untuk melanjutkan kuliah saja kau tak izinkan. Oh, aku pikir kau sudah tak waras, Bryan." Zivanna protes dengan perlakuan membeda-bedakan Bryan tak adil. "Hei, apa katamu? Aku itu kumpul dengan teman-temanku membahasa masalah kerja," bantah Chelsa judes. "Oh ya? Setahuku orang-orang sosialita itu hanya hang out bareng dan saling memamerkan pencapaian mereka. Aku bukan orang bodoh!" hardik Zivanna tanpa peduli ada Bryan, ia terlihat tak lagi menghormati sang Suami. "Cukup, Zivanna. Kenapa kau terus melakukan hal yang tidak aku sukai sama sekali. Sikapmu yang pembangkang itu dan berani bersuara keras di hadapanku." Bryan berucap dengan penuh penekanan. "Jika kau ingin aku tak berbicara, jangan pilih kasih! Jika sampai gundikmu ini keluar maka aku juga akan melakukan hal yang sama." Zivanna mengancam dengan nada tegas dan naik lima oktaf yang tak peduli dengan ucapan Bryan padanya. "Jangan membantahku, Zivanna!" bentaknya. Kembali Zivanna membuatnya tak lagi berselera makan. "Berhenti mengatakan aku gundik!" protes Chelsa. "Aku tak peduli kau senang atau tidak aku panggil gundik yang jelas aku minta keadilan yang sama denganmu. Dua tahun aku menjadi istrinya tak pernah sama sekali melihat dunia luar. Sementara kau yang baru hari kedua jadi istrinya mendapatkan perlakuan baik," ucap Zivanna dengan nada yang semakin keras membuat, Bryan semakin marah padanya. "Hentikan semua ocehanmu!" hardik Bryan yang tak bisa lagi sabar menghadapi Zivanna yang dianggapnya keterlaluan. Brak! "Jika aku tak mau kau mau apa?" tantang Zivanna sambil mengebrak meja dan berdiri menatap Bryan dengan tajam. Bryan, semakin tak bisa lagi mengendalikan Zivanna yang selalu menurut keinginannya. "Aku Nyonya di rumah ini, karena aku yang diutamakan." Chelsa mengingatkan Zivanna akan statusnya. "Apa kau pikir jadi yang utama bisa mengalahkan kedudukan istri pertama?" tanya Zivanna membuat Chelsa mendelik. "Sampai kapanpun kau adalah selir yang terhina." Kembali Zivanna berucap dengan penuh penekanan. Bryan, hendak menamparnya tapi Zivanna menangkisnya dengan cepat membuat lelaki itu tertegun. "Jangan berani kau menamparku! Kau bukan siapa-siapa, jika sampai wanita ini keluar maka pulang kau tak akan melihat aku lagi," kecam Zivanna sambil menghempaskan tangan Bryan dengan kasar."Bryan, kenapa dia sangat keterlaluan sih? Menganggap dirinya Nyonya di rumah ini padahal dia hanya istri yang tak dianggap." Chelsa menatap kesal pada Zivanna yang melarangnya pergi bertemu dengan teman-teman sosialitanya.Ia tak mau sampai Bryan berubah pikiran. Harus bertemu dengan teman-temannya untuk mengabarkan pernikahan dengan Bryan sembari memamerkan diri meski jadi yang kedua tapi diutamakan."Jangan sekali-kali berdebat denganku! Aku bukan lagi Zivanna yang selama dua tahun ini menjadi istri penurut. Aku tak main-main," kecam Zivanna memperingatkan pada Bryan tanpa peduli ocehan Chelsa.Bryan, menarik napas dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya. Kali ini ia berada dalam ancaman Zivanna yang sepertinya tak main-main."Bryan, aku tetap pergi ya? Jangan dengarkan istrimu yang gila ini," hasut Chelsa dengan nada ketus."Setidaknya aku lebih terhormat daripada kau yang menjadi kedua," sindir Zivanna membuat mata Chelsa mendelik."Hentikan, Zivanna! Aku yang punya aturan di ru
Lima tahun kemudian, Bryan kembali membawa wanita lain yang bernama Gloria Halton yang ia nikahi tiga hari lalu, tapi belum sempat membawa ke rumah sebab sangat dengan urusan pekerjaan.Semua istrinya berkumpul di meja makan, Zivanna nampak biasa dan mengabaikannya. Berbeda dengan Chelsa dan Eveline yang terlihat murka melihat wajah Gloria begitu bahagia."Hai semua, aku Gloria. Kalian adalah istri-istri Bryan. Aku sudah tahu," ucapnya sambil memperkenalkan diri tersenyum ramah."Meski kau istrinya, tapi aku adalah Ratunya dan kalian bertiga tetap selir." Zivanna mengatakan dengan sarkas membuat Gloria menatapnya tak suka."Jaga bicaramu, Zivanna!" Bryan memperingatkan."Aku benarkan? Kau mau berapa istri tetap saja selir. Meski kau tak peduli padaku tak ada yang bisa melengserku karena kau tak mau berpisah," kata Zivanna yang begitu bermulut tajam."Dan kau? Walau menjadi istri keempat tidak ada jaminan kelima dan seterusnya kan?" tanya Zivanna pada Gloria.Gloria membuang muka dan m
Gloria menatap Zivanna tajam. Beraninya dia menamparnya. "Apa!" gertak Zivanna tanpa rasa takut."Kau menamparku!" sungut Gloria marah."Terus kau mau apa? Kau membuat ulah, aku tak suka." Zivanna pun melanjutkan langkahnya naik ke atas tanpa peduli kemarahan Gloria."Berhenti kau!?" teriak Gloria dengan lantang.Kepala pelayan datang mendengar suara lantang Gloria."Nyonya, sebaiknya kau jangan berteriak mulai sekarang! Tuan muda tidak suka ada suara kebisingan," tegurnya.Gloria semakin marah dan menatap nyalang kepala pelayan yang berani menegurnya."Kau ini hanya babu, jangan mencoba menegurku!" bentak Gloria pada kepala pelayan."Aku hanya mengingatkan padamu, jika Tuan Bryan tak suka ada suara keributan apalagi suaramu menggema." Kepala pelayan menjelaskan maksudnya agar Gloria menjaga sikap."Ih, aku sangat kesal." Gloria hendak melayangkan tamparan pada kepala pelayan, tapi lelaki yang berumur lima puluh tahun menahannya."Jaga sikapmu! Semua istri-istri, Tuan tak ada yang se
"Aku ingin menikah denganmu." Bryan berkata penuh cinta dan serius kala melamar Zivanna Mattew.Bak gadis belia yang sudah beberapa bulan menjalin hubungan dengan lelaki itu. Dimana Zivanna sama sekali tak tahu Bryan Alexander seorang raja bisnis di Negara K.Zivanna yang sangat bahagia dilamar saat itu tanpa berpikir mengangguk dengan cepat dan langsung memeluk Bryan dengan penuh kebahagiaan.Sepintas senyum tersungging di bibir Bryan Alexander. Ia telah membuat gadis itu jatuh cinta padanya."Aku tidak akan menolak," kata Zivanna Mattew.Bryan pun mengurus pernikahan dalam waktu hanya beberapa minggu saja, karena ia termasuk orang paling kaya jadilah mudah baginya mempercepat pernikahannya dengan Zivanna.Kala itu Zivanna masih berusia dua puluh tahun duduk di bangku kuliah. Ia tak bertanya dengan Bryan soal pendidikan yang saat itu dikenyamnya. Sebab yakin kalau calon suaminya tak akan keberatan melanjutkan kuliah setelah meni
"Apa maksud kamu?" tanya Zivanna yang tak percaya kalau Bryan melakukan pengkhianatan. Sebab dirinya saja tak pernah di sentuh, kini datang lagi perempuan yang dibawahnya secara terang-terangan seperti tak merasa berdosa melakukan hal itu."Semuanya sudah jelas, kami baru hari ini menikah dan akan tinggal bersama. Jadi kau harus baik-baik pada Chelsa." Bryan menjawab dengan sinis.Chelsa merasa bangga karena dijadikan paling utama dibandingkan Zivanna yang merupakan istri pertama tapi disia-siakan.Zivanna berusaha menahan tangisnya saat mengetahui fakta yang dilontarkan oleh Bryan. Begitu teganya melukai hatinya seakan dia dianggap patung yang tak punya perasaan.Sampai sekarang Zivanna masih menunggu alasan Bryan melakukan hal ini sejak pertama kali jadi istrinya.Zivanna mendekat dan menatap Bryan dengan penuh kebencian dibalik ada bulir yang terlihat jelas di matanya. "Aku tak pernah tahu apa salahku. Tidak tahu alasanmu men
Gloria menatap Zivanna tajam. Beraninya dia menamparnya. "Apa!" gertak Zivanna tanpa rasa takut."Kau menamparku!" sungut Gloria marah."Terus kau mau apa? Kau membuat ulah, aku tak suka." Zivanna pun melanjutkan langkahnya naik ke atas tanpa peduli kemarahan Gloria."Berhenti kau!?" teriak Gloria dengan lantang.Kepala pelayan datang mendengar suara lantang Gloria."Nyonya, sebaiknya kau jangan berteriak mulai sekarang! Tuan muda tidak suka ada suara kebisingan," tegurnya.Gloria semakin marah dan menatap nyalang kepala pelayan yang berani menegurnya."Kau ini hanya babu, jangan mencoba menegurku!" bentak Gloria pada kepala pelayan."Aku hanya mengingatkan padamu, jika Tuan Bryan tak suka ada suara keributan apalagi suaramu menggema." Kepala pelayan menjelaskan maksudnya agar Gloria menjaga sikap."Ih, aku sangat kesal." Gloria hendak melayangkan tamparan pada kepala pelayan, tapi lelaki yang berumur lima puluh tahun menahannya."Jaga sikapmu! Semua istri-istri, Tuan tak ada yang se
Lima tahun kemudian, Bryan kembali membawa wanita lain yang bernama Gloria Halton yang ia nikahi tiga hari lalu, tapi belum sempat membawa ke rumah sebab sangat dengan urusan pekerjaan.Semua istrinya berkumpul di meja makan, Zivanna nampak biasa dan mengabaikannya. Berbeda dengan Chelsa dan Eveline yang terlihat murka melihat wajah Gloria begitu bahagia."Hai semua, aku Gloria. Kalian adalah istri-istri Bryan. Aku sudah tahu," ucapnya sambil memperkenalkan diri tersenyum ramah."Meski kau istrinya, tapi aku adalah Ratunya dan kalian bertiga tetap selir." Zivanna mengatakan dengan sarkas membuat Gloria menatapnya tak suka."Jaga bicaramu, Zivanna!" Bryan memperingatkan."Aku benarkan? Kau mau berapa istri tetap saja selir. Meski kau tak peduli padaku tak ada yang bisa melengserku karena kau tak mau berpisah," kata Zivanna yang begitu bermulut tajam."Dan kau? Walau menjadi istri keempat tidak ada jaminan kelima dan seterusnya kan?" tanya Zivanna pada Gloria.Gloria membuang muka dan m
"Bryan, kenapa dia sangat keterlaluan sih? Menganggap dirinya Nyonya di rumah ini padahal dia hanya istri yang tak dianggap." Chelsa menatap kesal pada Zivanna yang melarangnya pergi bertemu dengan teman-teman sosialitanya.Ia tak mau sampai Bryan berubah pikiran. Harus bertemu dengan teman-temannya untuk mengabarkan pernikahan dengan Bryan sembari memamerkan diri meski jadi yang kedua tapi diutamakan."Jangan sekali-kali berdebat denganku! Aku bukan lagi Zivanna yang selama dua tahun ini menjadi istri penurut. Aku tak main-main," kecam Zivanna memperingatkan pada Bryan tanpa peduli ocehan Chelsa.Bryan, menarik napas dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya. Kali ini ia berada dalam ancaman Zivanna yang sepertinya tak main-main."Bryan, aku tetap pergi ya? Jangan dengarkan istrimu yang gila ini," hasut Chelsa dengan nada ketus."Setidaknya aku lebih terhormat daripada kau yang menjadi kedua," sindir Zivanna membuat mata Chelsa mendelik."Hentikan, Zivanna! Aku yang punya aturan di ru
Zivanna keluar dari kamar berniat mencari udara segar di taman. Namun, yang dilihatnya adalah pemandangan yang langkahnya urung melanjutkan.Dia, pikir suaminya sedang menikmati malam pertama dengan istri keduanya. Namun, ia salah yang dilihatnya kemesraan mereka yang membuat Zivanna tertegun.Ada bulir di matanya melihat pemandangan yang seharusnya tidak mereka lakukan di tempat umum. Mengingat rumah Bryan banyak yang tinggal bukan hanya dirinya.Ia terus menatap keduanya tanpa pergi dari tempat itu. Zivanna larut dalam lamunannya. Niat ingin mencari udara segar untuk menghilangkan perasaan sedih dan gelisah.Namun, baru saja di depan pintu Bryan bercumbu mesra di taman belakang. Hal yang tak pernah Zivanna dapatkan.Rasanya ingin sekali memaki kedua orang yang tidak tahu malu itu."Dasar tidak punya malu!" Ia berusaha untuk sabar, tapi pada akhirnya Zivanna berteriak kencang hingga membuat dua orang itu terkejut dan membalikkan badan.Bryan tersenyum miris melihat kemarahan di waj
"Apa maksud kamu?" tanya Zivanna yang tak percaya kalau Bryan melakukan pengkhianatan. Sebab dirinya saja tak pernah di sentuh, kini datang lagi perempuan yang dibawahnya secara terang-terangan seperti tak merasa berdosa melakukan hal itu."Semuanya sudah jelas, kami baru hari ini menikah dan akan tinggal bersama. Jadi kau harus baik-baik pada Chelsa." Bryan menjawab dengan sinis.Chelsa merasa bangga karena dijadikan paling utama dibandingkan Zivanna yang merupakan istri pertama tapi disia-siakan.Zivanna berusaha menahan tangisnya saat mengetahui fakta yang dilontarkan oleh Bryan. Begitu teganya melukai hatinya seakan dia dianggap patung yang tak punya perasaan.Sampai sekarang Zivanna masih menunggu alasan Bryan melakukan hal ini sejak pertama kali jadi istrinya.Zivanna mendekat dan menatap Bryan dengan penuh kebencian dibalik ada bulir yang terlihat jelas di matanya. "Aku tak pernah tahu apa salahku. Tidak tahu alasanmu men
"Aku ingin menikah denganmu." Bryan berkata penuh cinta dan serius kala melamar Zivanna Mattew.Bak gadis belia yang sudah beberapa bulan menjalin hubungan dengan lelaki itu. Dimana Zivanna sama sekali tak tahu Bryan Alexander seorang raja bisnis di Negara K.Zivanna yang sangat bahagia dilamar saat itu tanpa berpikir mengangguk dengan cepat dan langsung memeluk Bryan dengan penuh kebahagiaan.Sepintas senyum tersungging di bibir Bryan Alexander. Ia telah membuat gadis itu jatuh cinta padanya."Aku tidak akan menolak," kata Zivanna Mattew.Bryan pun mengurus pernikahan dalam waktu hanya beberapa minggu saja, karena ia termasuk orang paling kaya jadilah mudah baginya mempercepat pernikahannya dengan Zivanna.Kala itu Zivanna masih berusia dua puluh tahun duduk di bangku kuliah. Ia tak bertanya dengan Bryan soal pendidikan yang saat itu dikenyamnya. Sebab yakin kalau calon suaminya tak akan keberatan melanjutkan kuliah setelah meni