Lima tahun kemudian, Bryan kembali membawa wanita lain yang bernama Gloria Halton yang ia nikahi tiga hari lalu, tapi belum sempat membawa ke rumah sebab sangat dengan urusan pekerjaan.
Semua istrinya berkumpul di meja makan, Zivanna nampak biasa dan mengabaikannya. Berbeda dengan Chelsa dan Eveline yang terlihat murka melihat wajah Gloria begitu bahagia. "Hai semua, aku Gloria. Kalian adalah istri-istri Bryan. Aku sudah tahu," ucapnya sambil memperkenalkan diri tersenyum ramah. "Meski kau istrinya, tapi aku adalah Ratunya dan kalian bertiga tetap selir." Zivanna mengatakan dengan sarkas membuat Gloria menatapnya tak suka. "Jaga bicaramu, Zivanna!" Bryan memperingatkan. "Aku benarkan? Kau mau berapa istri tetap saja selir. Meski kau tak peduli padaku tak ada yang bisa melengserku karena kau tak mau berpisah," kata Zivanna yang begitu bermulut tajam. "Dan kau? Walau menjadi istri keempat tidak ada jaminan kelima dan seterusnya kan?" tanya Zivanna pada Gloria. Gloria membuang muka dan menatap Bryan dengan wajah manjanya agar mendapatkan pembelaan, tapi sayangnya laki-laki itu tampak tak peduli sama sekali. Bryan meninggalkan semua istrinya di meja makan menuju kamarnya berada di lantai dua. Ketiga istrinya menempati kamar di lantai satu. Hanya Zivanna yang berada di lantai dua bersama dengan ruang kerja suaminya. "Kau keterlaluan!" hardik Gloria saat Bryan tak ada, ia memperlihatkan wajah dan sifat aslinya sambil menunjuk kearah Zivanna. Zivanna menatapnya datar dan memiringkan sedikit kepalanya. "Aku? Setidaknya aku tidak sebodoh kalian yang mau jadi selir," ucapnya membuat ketiga istri Bryan tersindir dan Zivanna sama sekali tak peduli. "Cukup ya! Kau yang paling muda tapi sangat keterlaluan," ucap Eveline berdiri marah pada Zivanna. "Meski aku yang paling muda tapi aku ratunya kan? Tidak ada yang bisa mengubahnya. Cobalah minta pada Bryan untuk menceraikan aku justru itu adalah hal yang baik untukku," kata Zivanna datar dan berharap ada yang menghasut Bryan untuk meninggalkan dirinya. Mereka semua terdiam dan tak ada yang berbicara, karena Chelsa dan Eveline pernah mengatakan untuk meninggalkan Zivanna justru suami mereka marah. "Aku bisa membuat kau pergi dari rumah ini termasuk kalian juga," ucap Gloria percaya diri. "Oh, aku sangat takjub dengan kepercayaan dirimu. Silahkan lakukan dan aku menunggu," balas Zivanna yang menantikan Gloria bisa membuat Bryan menceraikan dirinya. "Aku pasti bisa, karena diantara kalian aku yang paling disayang dan dicintainya." Gloria menggebu-gebu mengatakan keyakinan dan kepercayaan yang luar biasa membuat Zivanna tertawa keras. "Chelsa dan Eveline juga mengatakan itu waktu dibawa ke rumah ini. Nyatanya mereka sampai sekarang tak disentuh oleh Bryan. Aku tidak tahu apa maksud laki-laki itu menikahi kalian dan aku juga tak peduli dengan alasannya," kata Zivanna membuat keduanya tersadar keyakinan mereka ternyata salah. Bahkan hal memalukan pun sampai diungkapkan oleh Zivanna yang membuat mereka menunduk malu sebab apa yang dikatakannya benar. Gloria pun sama setelah menjadi istri Bryan selama tiga hari tak disentuh juga ternyata semua istrinya juga mengalami hal yang sama. Hanya saja ia malu mengakui dan memilih berbohong. "Kasihan sekali kalian, aku saja mendapatkan malam pertama yang berarti aku merupakan istri yang begitu istimewa," ucap Gloria membanggakan dirinya, tapi Zivanna tahu kalau itu semua adalah kebohongan. "Oh ya? Tapi, kenapa tiga hari ini Bryan selalu pulang ke rumah sehabis bekerja? Kau selingkuh dari Bryan?" tanya Zivanna sambil menutup mulutnya. Gloria jadi salah tingkah, ternyata tak ada yang bisa ia tutupi untuk membuat mereka percaya. "Kau jangan asal menuduh! Bukannya kau istri tak dianggap?" tanya Gloria tak terima dituduh selingkuh. "Lantas siapa yang menidurimu? Karena memang apa yang dikatakan Zivanna benar, Bryan pulang dan tidur bersamaku," tanya Chelsa yang menyadari kalau kemarin malam adalah jatahnya tidur bersama Bryan. Zivanna tersenyum sinis melihat Gloria salah tingkah sambil mengusap tekuk lehernya. Gloria menatap tak suka dengan Zivanna, ia pun pergi menemui Bryan ke atas karena sangat yakin kamar suaminya adalah miliknya. *** Bryan baru saja selesai mandi dan ada suara mengetuk pintu dengan segera memakai pakaiannya. Ia membuka dan tampak Gloria berdiri di depannya dengan senyuman mengembang. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Bryan dingin membuat Gloria heran. "Aku mau tidur di kamar suamiku, apa itu salah?" "Ada hal yang tidak kau paham, semua istri-istriku tidur di kamar masing-masing, jadi kamarmu bersebelahan dengan Eveline." Gloria terhenyak tak menyangka Bryan berkata seperti itu. Padahal saat dekat ia jadi laki-laki yang manis. "Aku gak mau tidur di kamar terpisah, aku ingin tidur di kamarmu juga. Kau kan cinta sama aku," ujar Gloria dengan suaram manja yang membuat Bryan ilfil. "Diam! Jangan bersikap seperti orang yang menjijikan, lebih baik kau pergi ke kamarmu sana. Aku ada rapat penting. Jikw kau berani masuk ke dalam kamar atau ruang kerjaku tanpa izin dariku, kau akan tahu akibatnya," kecam Bryan menutup pintu kamarnya dan berlalu di hadapan Gloria. Saat menuruni anak tangga, ia berpapasan dengan Zivanna yang tak peduli dengannya sama sekali hanya lewat begitu saja. Bryan pun menghentikan langkahnya. "Apa begitu caramu padaku?" tanya Bryan geram. "Lantas kau ingin apa?" Zivanna juga menghentikan langkahnya dan berbalik bertanya. "Aku sedang bertanya padamu, jangan bertanya kembali!" "Tak ada, aku harus apa? Kau ingin melihat air mataku dan kesedihan selama dua tahun itu? Oh, sekarang aku tidak akan menjatuhkan air mata hanya laki-laki yang brengsek seperti dirimu," balas Zivanna dengan lantang membuat Bryan menatapnya tajam. "Sekarang kau berani padaku!" ucal Bryan penuh penekanan. Zivanna hanya berdecak saja dan melanjutkan naik ke atas kamarnya tanpa ingin berbicara dengan Bryan lagi. Bryan yang kesal pun memilih pergi dengan amarah yang begitu besar. Setibanya di lantai atas, Gloria menatapnya heran. Zivanna naik ke atas padahal kamarnya saja dibawah. "Mau apa kamu?" tanya Gloria penasaran. "Ke kamarku. Kau pikir aku mau kemana lagi?" jawab Zivanna malas sambil bertanya kembali. Gloria tercengang dengan pengakuan Zivanna yang memiliki kamar diatas sementara dirinya berada di kamar bawa. "Jangan berbohong kamu, ya! Aku saja ada dibawa kenapa kau diatas?" tanya Gloria sambil menunjuk Zivanna dan tidak terima Zivanna tinggal bersama Bryan walau beda kamar. "Kenapa aku harus berbohong? Apa juga untungnya." Zivanna lalu meninggalkan Gloria, tapi karena belum puas ia segera menarik tangan Zivanna menuruni anak tangga. "Aku tak percaya, kau tak bisa membodohi aku! Sekarang kau tinggal dibawa dan aku yang diatas." Gloria memerintah seenaknya. Plak! Zivanna melayangkan tamparan keras di pipi Gloria.Gloria menatap Zivanna tajam. Beraninya dia menamparnya. "Apa!" gertak Zivanna tanpa rasa takut."Kau menamparku!" sungut Gloria marah."Terus kau mau apa? Kau membuat ulah, aku tak suka." Zivanna pun melanjutkan langkahnya naik ke atas tanpa peduli kemarahan Gloria."Berhenti kau!?" teriak Gloria dengan lantang.Kepala pelayan datang mendengar suara lantang Gloria."Nyonya, sebaiknya kau jangan berteriak mulai sekarang! Tuan muda tidak suka ada suara kebisingan," tegurnya.Gloria semakin marah dan menatap nyalang kepala pelayan yang berani menegurnya."Kau ini hanya babu, jangan mencoba menegurku!" bentak Gloria pada kepala pelayan."Aku hanya mengingatkan padamu, jika Tuan Bryan tak suka ada suara keributan apalagi suaramu menggema." Kepala pelayan menjelaskan maksudnya agar Gloria menjaga sikap."Ih, aku sangat kesal." Gloria hendak melayangkan tamparan pada kepala pelayan, tapi lelaki yang berumur lima puluh tahun menahannya."Jaga sikapmu! Semua istri-istri, Tuan tak ada yang se
"Aku ingin menikah denganmu." Bryan berkata penuh cinta dan serius kala melamar Zivanna Mattew.Bak gadis belia yang sudah beberapa bulan menjalin hubungan dengan lelaki itu. Dimana Zivanna sama sekali tak tahu Bryan Alexander seorang raja bisnis di Negara K.Zivanna yang sangat bahagia dilamar saat itu tanpa berpikir mengangguk dengan cepat dan langsung memeluk Bryan dengan penuh kebahagiaan.Sepintas senyum tersungging di bibir Bryan Alexander. Ia telah membuat gadis itu jatuh cinta padanya."Aku tidak akan menolak," kata Zivanna Mattew.Bryan pun mengurus pernikahan dalam waktu hanya beberapa minggu saja, karena ia termasuk orang paling kaya jadilah mudah baginya mempercepat pernikahannya dengan Zivanna.Kala itu Zivanna masih berusia dua puluh tahun duduk di bangku kuliah. Ia tak bertanya dengan Bryan soal pendidikan yang saat itu dikenyamnya. Sebab yakin kalau calon suaminya tak akan keberatan melanjutkan kuliah setelah meni
"Apa maksud kamu?" tanya Zivanna yang tak percaya kalau Bryan melakukan pengkhianatan. Sebab dirinya saja tak pernah di sentuh, kini datang lagi perempuan yang dibawahnya secara terang-terangan seperti tak merasa berdosa melakukan hal itu."Semuanya sudah jelas, kami baru hari ini menikah dan akan tinggal bersama. Jadi kau harus baik-baik pada Chelsa." Bryan menjawab dengan sinis.Chelsa merasa bangga karena dijadikan paling utama dibandingkan Zivanna yang merupakan istri pertama tapi disia-siakan.Zivanna berusaha menahan tangisnya saat mengetahui fakta yang dilontarkan oleh Bryan. Begitu teganya melukai hatinya seakan dia dianggap patung yang tak punya perasaan.Sampai sekarang Zivanna masih menunggu alasan Bryan melakukan hal ini sejak pertama kali jadi istrinya.Zivanna mendekat dan menatap Bryan dengan penuh kebencian dibalik ada bulir yang terlihat jelas di matanya. "Aku tak pernah tahu apa salahku. Tidak tahu alasanmu men
Zivanna keluar dari kamar berniat mencari udara segar di taman. Namun, yang dilihatnya adalah pemandangan yang langkahnya urung melanjutkan.Dia, pikir suaminya sedang menikmati malam pertama dengan istri keduanya. Namun, ia salah yang dilihatnya kemesraan mereka yang membuat Zivanna tertegun.Ada bulir di matanya melihat pemandangan yang seharusnya tidak mereka lakukan di tempat umum. Mengingat rumah Bryan banyak yang tinggal bukan hanya dirinya.Ia terus menatap keduanya tanpa pergi dari tempat itu. Zivanna larut dalam lamunannya. Niat ingin mencari udara segar untuk menghilangkan perasaan sedih dan gelisah.Namun, baru saja di depan pintu Bryan bercumbu mesra di taman belakang. Hal yang tak pernah Zivanna dapatkan.Rasanya ingin sekali memaki kedua orang yang tidak tahu malu itu."Dasar tidak punya malu!" Ia berusaha untuk sabar, tapi pada akhirnya Zivanna berteriak kencang hingga membuat dua orang itu terkejut dan membalikkan badan.Bryan tersenyum miris melihat kemarahan di waj
"Bryan, kenapa dia sangat keterlaluan sih? Menganggap dirinya Nyonya di rumah ini padahal dia hanya istri yang tak dianggap." Chelsa menatap kesal pada Zivanna yang melarangnya pergi bertemu dengan teman-teman sosialitanya.Ia tak mau sampai Bryan berubah pikiran. Harus bertemu dengan teman-temannya untuk mengabarkan pernikahan dengan Bryan sembari memamerkan diri meski jadi yang kedua tapi diutamakan."Jangan sekali-kali berdebat denganku! Aku bukan lagi Zivanna yang selama dua tahun ini menjadi istri penurut. Aku tak main-main," kecam Zivanna memperingatkan pada Bryan tanpa peduli ocehan Chelsa.Bryan, menarik napas dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya. Kali ini ia berada dalam ancaman Zivanna yang sepertinya tak main-main."Bryan, aku tetap pergi ya? Jangan dengarkan istrimu yang gila ini," hasut Chelsa dengan nada ketus."Setidaknya aku lebih terhormat daripada kau yang menjadi kedua," sindir Zivanna membuat mata Chelsa mendelik."Hentikan, Zivanna! Aku yang punya aturan di ru