Share

Aku, Istri CEO yang Pertama
Aku, Istri CEO yang Pertama
Penulis: Pena Biru

Episode 1

"Aku ingin menikah denganmu." Bryan berkata penuh cinta dan serius kala melamar Zivanna Mattew.

Bak gadis belia yang sudah beberapa bulan menjalin hubungan dengan lelaki itu. Dimana Zivanna sama sekali tak tahu Bryan Alexander seorang raja bisnis di Negara K.

Zivanna yang sangat bahagia dilamar saat itu tanpa berpikir mengangguk dengan cepat dan langsung memeluk Bryan dengan penuh kebahagiaan.

Sepintas senyum tersungging di bibir Bryan Alexander. Ia telah membuat gadis itu jatuh cinta padanya.

"Aku tidak akan menolak," kata Zivanna Mattew.

Bryan pun mengurus pernikahan dalam waktu hanya beberapa minggu saja, karena ia termasuk orang paling kaya jadilah mudah baginya mempercepat pernikahannya dengan Zivanna.

Kala itu Zivanna masih berusia dua puluh tahun duduk di bangku kuliah. Ia tak bertanya dengan Bryan soal pendidikan yang saat itu dikenyamnya. Sebab yakin kalau calon suaminya tak akan keberatan melanjutkan kuliah setelah menikah.

Namun, setelah acara selesai tingkah Bryan pun mulai terlihat aneh dan saat itu mereka berada di kamar yang dimana harusnya bagi Zivanna melakukan malam pertama seperti pasangan lainnya.

"Ada apa denganmu, Bryan?" tanya Zivanna tak mengerti saat mengalungkan tangannya ke leher Bryan, tapi malah dilepas begitu saja.

"Tak ada apa-apa, sebaiknya kau istirahat. Aku sangat lelah," jawab Bryan Alexander dengan nada dingin.

Hal itu membuat Zivanna jadi heran, kemana Bryan yang begitu manis padanya dan lembut? Ia merasa bukan suaminya yang hangat seperti dulu.

Ditambah lagi, Bryan malah meninggalkannya di malam pengantin mereka yang telah dihiasi bunga mawar merah dan ada alkohol di atas meja.

Zivanna ingin sekali mengetahui apa yang terjadi pada Bryan yang berubah drastis setelah menikah. Padahal ia tak membuat kesalahan.

Zivanna bergegas keluar kamar dan mencari keberadaan suaminya. Ia tak bisa tidur dengan sikap suaminya yang begitu berubah drastis.

Di rumah besar bak istana, Zivanna bertanya pada beberapa pelayan perihal keberadaan Bryan saat ini. Sebab ia baru pertama kali datang ke rumah suaminya dan tak menyangka lelaki itu kaya raya.

"Biasanya, Tuan berada di meja kerjanya yang berada di kamar ujung sana," jawab salah satu pelayan sambil menunjuk ke arah pintu. Ekor mata Zivanna pun memandangnya heran.

Masih menggunakan gaun pengantin, Zivanna langsung menuju ke ruangan yang ditunjuk oleh pelayan tadi sambil mengangkat sedikit gaun yang lumayan berat.

Tok!

Beberapa kali Zivanna mengetuk pintu terdengar suara dari dalam. Walau Bryan adalah suaminya ia tetap sopan dengan cara mengetuk terlebih dahulu.

Sedikit ada rasa keraguan memegang handle pintu dan memutarnya. Perlahan membuka dan mengintip mencari keberadaan suaminya yang sedang duduk di kursi kerjanya menatap laptop yang ada dihadapannya tanpa menoleh sama sekali.

"Bryan!"

Setelah namanya dipanggil barulah Bryan melihat ke arah pintu dengan wajah kusut dan Zivanna pun masuk.

"Ada apa?" tanya Bryan sambil matanya kembali menghadap laptop.

"Kenapa kau bekerja? Ini adalah malam pengantin kita," jawab Zivanna gugup tidak diizinkan oleh Bryan untuk duduk.

"Aku banyak pekerjaan jadi kau tidurlah lebih dulu." Bryan menjawab sekilas melirik dengan wajah dingin.

"Kenapa pekerjaan lebih penting dibandingkan malam pertama kita? Apa aku ada salah padamu sehingga aku merasa kau sedikit berubah," kata Zivanna mengungkapkan apa yang ada dipikiran dan hatinya.

"Itu hanya perasaanmu saja." Bryan kembali berkata tanpa memandang Zivanna.

Zivanna pun menunduk. Ada benarnya juga yang dikatakan Bryan, dirinya terlalu bersangka buruk pada suaminya sendiri.

"Baiklah aku memang salah, jika kamu sudah selesai kembalilah ke kamar. Kalau aku tertidur kau boleh membangunkan aku," ucap Zivanna sambil memandang Bryan untuk menunggu ucapannya dibalas.

Namun, beberapa menit menunggu tetap saja tak ada jawaban hingga akhirnya Zivanna pun keluar dari ruangan itu.

***

Pagi harinya, Zivanna terbangun tak ada Bryan di sampingnya.

"Apa ia sudah berangkat pagi-pagi sekali?" pikir Zivanna sambil memandang kosong tempat pembaringan yang ada di sebelah kanannya.

Zivanna lalu melihat jam yang ada di dinding menunjukkan pukul tujuh. Ia bangkit untuk segera mandi, karena waktunya sarapan.

Setelah bersiap, Zivanna turun melalui anak tangga, karena kamarnya berada di lantai dua. Beberapa pelayan terlihat sedang membersihkan rumah besar Bryan.

Dalam benak Zivanna masih penasaran dengan sosok Bryan selama masa pengenalan beberapa bulan ini. Suaminya tak pernah menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya.

Zivanna melangkahkan kakinya menuju ruang makan yang sudah tersedia diatas meja. Namun, tempat itu kosong tak ada orang yang sedang makan.

Disana hanya ada pelayan yang sedang berdiri menunggu Zivanna untuk sarapan.

"Kemana, Bryan?" tanya Zivanna heran.

"Tuan, sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali," jawab salah satu pelayan sambil menundukkan kepalanya.

"Cepat sekali perginya tanpa membangunkan aku." Zivanna bergumam seorang diri lalu menarik satu kursi untuk segera mengisi perutnya.

Bulan demi bulan, sifat Bryan makin memperlihatkan seperti orang uang yang ingin menerkam dirinya dan selalu marah saat Zivanna membahas tentang perubahan sang Suami.

"Diam! Jangan pernah mengeluh soal aku!" Bryan membentak Zivanna untuk kesekian kalinya sehingga membuat hatinya terlalu sakit.

"Aku ingin melanjutkan kuliahku sudah tertunda beberapa bulan ini." Zivanna mengungkapkan keinginannya.

"Kau tidak boleh kemana-mana hanya berdiam diri saja di rumah. Jangan pernah berpikir untuk meninggalkan rumah tanpa izin dariku! Bryan menolak dengan keinginan Zivanna dengan nada tegas.

"Bagaimana bisa kau menolak hal yang seharusnya aku lakukan? Aku bukan tawananmu. Beberapa bulan ini aku sama sekali tak kemana-mana bahkan menunggumu untuk mengajakku pergi ke suatu tempat." Zivanna protes karena keinginannya untuk melanjutkan kuliah yang sempat tertunda tidak mendapatkan izin.

Ia adalah manusia yang butuh keluar rumah dan berhak melanjutkan kuliahnya. Namun, Bryan tak mau Zivanna keluar dari rumah ini.

"Saat aku melamarmu, tak pernah ada kata ingin membahagiakanmu atau perjanjian apapun sebelum menikah. Maka aku buat aturan itu sekarang juga." Bryan mengingatkan semuanya.

Hanya satu kalimat pendek yang keluar dari mulut Bryan.

"Aku ingin menikah denganmu." Zivanna mengingat kembali ucapan itu. Tergurat rasa sedih dan kecewa menatap Bryan.

"Bagaimana? Sudah ingat semuanya?" tanya Bryan sambil menyunggingkan bibirnya.

"Tapi tujuan menikah adalah bahagia, bukan menjadika aku tahanan," ucap Zivanna.

"Itu berlaku untuk pasangan yang jatuh cinta, sementara kita, hanya kau yang jatuh cinta padaku. Tetapi aku sama sekali tak ada perasaan." Bryan berlalu dari hadapan Zivanna yang terlihat terkejut dengan pengakuannya.

Sontak saja membuat Zivanna melebarkan mata.

Jika memang tak suka dengannya kenapa Bryan melamar dirinya dan membuatnya jatuh cinta.

Hingga masuk pernikahan kedua tahun, Bryan tak pernah menyentuh dirinya bahkan sekamar juga emggan hal ini membuat Zivanna mulai stres dan sering menangis seorang diri di kamar tanpa Bryan peduli dengannya.

Saat ia menuruni anak tangga, Zivanna terkejut suaminya membawa seorang perempuan yang menggandeng tangan suaminya.

Mereka tampak bahagia dan berjalan ke arah Zivanna yang tak berhenti menatapnya dengan wajah penasaran.

"Siapa dia Bryan?" tanya Zivanna sambil menatap wajah mereka yang sangat bahagia.

Sangat berbeda saat datang pertama kali, Bryan tidak menggandeng dirinya dan bahkan tidak senang.

"Chelsa Azlam, istriku."

Mata Zivanna membulat sempurna dengan jawaban mengejutkan dari suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status