Di ruang kerja berukuran besar dengan cahaya lampu yang temaram di malam hari. Haris duduk diam dengan tatapan tertuju lurus ke luar jendela tapi kosong. Dia sedang tenggelam dalam kesunyian hidupnya. Sekilas terlintas hari-hari ketika bersama Risha di masa lalu. Pikiran itu tiba-tiba saja melintas seperti roll film yang diputar kembali di dalam otaknya, mengingatkan dirinya akan perasaan yang tak pernah diungkapkan pada Risha. Haris mengingat jauh ke masa remaja mereka, di mana dia selalu menjadi pelindung Risha. “Apa dia masih ingat semua?” Haris bicara pada dirinya sendiri. Haris masih mengingat jelas, ketika Risha sedih, dialah yang selalu ada di sisi Risha, menenangkannya dan selalu membuat Risha dalam kondisi aman. Haris tersenyum tipis, jika ingat masa lalu, maka dia juga ingat kebodohannya dulu. Dulu Risha selalu pulang bersamanya. Mereka begitu dekat, hingga Haris merasa jika bisa menggapai Risha. Namun, apalah dia yang memiliki kesempatan tapi tidak pernah mengamb
Risha dan Adhitama saling pandang mendengar pertanyaan Lily soal pengawal. Mereka tak mungkin menjelaskan dengan detail karena Lily pasti akan kebingungan. "Pengawal itu tidak seram, dia malah akan melindungi Lily," ucap Risha. Lily diam mencerna apa yang bundanya sampaikan. Tatapan matanya beralih ke jendela lalu anak itu mendekat ke arah pintu mobil. Lily menempelkan dagu ke kaca, entah apa yang sedang anak itu pikirkan. Beberapa menit berselang mereka akhirnya tiba di sebuah perusahaan yang menyediakan jasa keamanan. Seorang staff langsung mempersilahkan mereka masuk untuk bertemu bagian yang mengurusi hal semacam ini. "Perkenalkan saya Anjas, saya sudah diberitahu sekretaris Anda tentang keinginan Anda memakai jasa kami." Adhitama mengangguk, matanya tertuju pada beberapa lembar kertas di atas meja. "Ini beberapa biodata bodyguard yang sudah kami pilihan sesuai dengan permintaan Anda." Adhitama mengambil kertas itu dari meja, dia juga memberikan satu ke Risha agar
Pagi itu Haris tiba di kantor dengan perasaan gelisah karena tidak ingat apa yang terjadi semalam. Dia benar-benar lupa apa yang terjadi di klub hingga dia tiba-tiba berada di kamar. Haris hanya ingat jika mendengar suara musik yang keras, banyak minum, dan terus meminta bartender menuangkan minuman beralkohol di gelasnya. “Kenapa aku tidak ingat apa pun?” Haris merasa bodoh sampai memukul kepalanya. Haris bersikap biasa saat turun dari mobil. Dia masuk perusahaan dan pergi ke ruang kerjanya. Saat sampai di sana, Haris bertemu dengan Alma. “Anda sudah baik-baik saja, Pak?” tanya Alma saat menyapa, “semalam Anda mabuk berat.” “Ya,” jawab Haris tampak canggung ketika melihat Alma yang ternyata membantunya pulang. Alma lebih tenang dari biasanya, tapi sikapnya agak canggung dan aneh meski berusaha menyapa Haris dengan ramah seperti biasa. Alma bahkan menghindari kontak mata langsung dari Haris. Haris mendekat ke Alma. “Terima kasih karena semalam membantuku, maaf sudah mer
Pengawal Lily mulai bertugas hari itu. Dia datang ke rumah Adhitama dan siap melakukan pekerjaannya. “Lily, ini Kak Audrey yang akan menjaga Lily di sekolah dan di mana pun Lily pergi,” ucap Adhitama memperkenalkan pengawal Lily. Gadis berumur dua puluh dua tahun itu tersenyum dan mengangguk pada Lily. Lily langsung melebarkan senyum. Dia terlihat senang karena berpikir akan ada yang menemaninya terus dan dia ajak bermain. “Kak Audrey akan sama Lily terus, kan?” tanya Lily pada Adhitama. “Iya, tentu saja. Lily harus menurut misal Kak Audrey melarang Lily melakukan hal yang membahayakan atau salah,” ujar Adhitama. Lily mengangguk senang. Di hari pertama Audrey bekerja. Adhitama masih mengantar Lily ke sekolah. Risha dan Adhitama memperlakukan Audrey dengan baik dan tidak membedakannya sama sekali. “Namanya Audrey, dia bodyguard yang akan menjaga Lily selama di sekolah dan di luar sekolah juga. Saya harap jika terjadi sesuatu pada Lily anda juga bisa memberitahu Audrey,” kata A
Hari berikutnya. Alma berangkat bekerja dan bersikap biasa saja saat melihat Haris datang. Haris merasa canggung saat melihat Alma, pikirannya tidak bisa tenang karena merasa kalau dirinya sudah berbuat macam-macam pada Alma. Haris berada di ruang kerjanya. Dia masih bingung dan tidak bisa tenang, lalu beberapa saat kemudian Alma datang membawa berkas yang perlu dia periksa. “Ini perlu Anda tandatangani segera,” ucap Alma sambil memberikan berkas yang dibawanya. Haris menatap Alma, lalu memberanikan diri bertanya, “Apa kamu baik-baik saja?” “Kenapa saya harus tidak baik?” tanya balik Alma. Setelah mengatakan itu, Alma meninggalkan ruangan Haris begitu saja. Tentu saja sikap tak acuh Alma mendadak membuat Haris merasa sesak. Dia seperti sedang dicampakkan karena perubahan sikap sekretarisnya itu. Namun, Haris juga tidak tahu, perasaan apa yang dirasakannya. ** Saat siang hari. Alma menemui Haris di ruang kerja. Seperti pagi tadi Alma masih tak banyak bicara. “Pa
Risha mengajak Lily pergi ke rumah Audrey. Seperti keinginan Lily, mereka membawa banyak makanan ke sana karena Lily bercerita jika kasihan kepada pengawalnya itu. Mereka datang saat pagi di hari Minggu yang cerah. Sebelumnya Risha dan Lily mengantar Adhitama ke lapangan golf, lalu pergi ke alamat rumah Audrey yang Risha miliki. “Bener ini rumahnya,” gumam Risha sambil mengecek kembali alamat rumah yang dipegangnya. Risha dan Lily turun, lalu Risha mengetuk beberapa kali pintu rumah itu tapi tidak ada jawaban. “Mungkin Kak Audrey tidak di rumah, gimana kalau lain waktu saja kita datang lagi? Sekarang kita pulang dulu?” tanya Risha pada sang putri. Lily tampak kecewa tidak bisa bertemu Audrey, lalu mengangguk patuh. Risha menggandeng Lily menuju mobil. Tanpa Risha sadari, Audrey yang keluar rumah untuk lari pagi ternyata melihat Risha dan Lily dari kejauhan. Namun, bukannya menemui, dia malah sengaja bersembunyi. Risha dan Lily kembali ke lapangan golf untuk menunggu A
Hari itu, Risha dan Adhitama berencana mengajak Lily pergi ke dokter lain. Hari itu wajah Risha tampak pucat seperti tak sehat. Risha tak mengalami morning sickness yang parah, tapi tetap saja kondisi ini membuat Adhitama cemas. "Apa tidak sebaiknya kamu istirahat di rumah saja? Atau lain hari saja kita perginya?" tanya Adhitama sambil meraih tangan Risha. "Aku baik-baik saja kok Mas," balas Risha, "Kita tidak boleh menunda pemeriksaan Lily," imbuhnya. Akhirnya mereka tetap pergi meski kondisi Risha agak kurang baik. Adhitama dan Risha menuju rumah sakit yang berbeda dari sebelumnya untuk bertemu dengan dokter spesialis anak.Mereka lantas menjelaskan dari awal gejala dan kondisi Lily tapi tidak jujur bahwa sudah mendapat vonis dari dokter lain. “Dia sering mimisan, Dok,” kata Adhitama. “Apa sebelumnya sudah pernah diperiksa?” tanya dokter karena melihat Lily yang tampak baik-baik saja. “Belum, Dok.” Risha berbohong agar Lily mendapat pemeriksaan dan diagnosa lagi. “Papa say
Di Mahesa Grup Alma tampak berdiri di depan pintu ruangan Haris. Dia menghela napas kasar lalu mengetuk pintu sebelum membukanya. “Pak, saya pamit pulang dulu,” ucap Alma dari ambang pintu. Haris menatap Alma. Sekretarisnya itu ingin langsung pergi tapi Haris lebih dulu mencegah. “Bisa tunggu sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.” Haris mencoba memberanikan diri membicarakan tentang kejadian malam itu di rumahnya saat dia mabuk. Alma terdiam. Dia ragu tapi memilih mengangguk mengiyakan. Alma masuk ruangan. Lalu berdiri di depan meja Haris. “Soal malam itu, apa terjadi sesuatu di antara kita? Apa aku melakukan sesuatu yang buruk padamu? Kamu tahu,seperti aku memaksamu tidur denganku?” tanya Haris dengan cepat agar Alma tidak menyela. Alma terkejut mendengar ucapan Haris. Dia panik tapi berusaha tetap tenang. “Apa Anda serius menanyakan ini pada saya?" tanya Alma. "Saya yakin Anda malam itu sedang berhalusinasi karena mabuk,” imbuhnya.Haris memilih diam, tapi dia memanda
Haris tertawa terbahak-bahak setelah Alma menceritakan tentang kecemasannya. Alma tidak memberitahu Haris bahwa pikirannya itu berasal dari ucapan Rara.“Apa kamu ingat golongan darah orang tuamu?” tanya Haris.“O dan B,” balas Alma.“Lalu golongan darahmu sendiri?”“B.” Alma menjawab singkat seperti orang yang takut membuat kesalahan.“Jadi coba kamu pikir, golongan darahku A, berapa persen kemungkinan aku ini sedarah denganmu? Ada-ada saja,” kata Haris.Pria itu lantas menutup laptopnya dan berdiri.“Sudah jangan berpikiran macam-macam, aku senang kamu bisa sampai di sini,” ujar Haris. “Tidak ada staf yang menggunjingmu lagi ‘kan?” tanyanya sambil merapikan rambut Alma yang sedikit berantakan.Alma merasa berdebar lagi seperti pagi tadi, pipinya bersemu merah.“Kita bisa pergi sekarang ‘kan?” Alma mundur satu langkah, dia tersenyum canggung lalu membalikkan badan.Alma buru-buru berjalan menjauhi Haris sambil memegang erat tali tas yang melingkar di depan dada.Haris buru-buru menyu
Pagi itu untuk pertama kali Haris merasa senang duduk di meja makan.Pembantu terus saja menggoda dengan berkata masakan Alma memang sangat luar biasa.Alma sendiri tersenyum malu mendengar pujian itu, dia duduk tepat di seberang Haris. Alma sesekali memandang pada Haris, pria mapan, tampan dan baik hati itu masih tidak dia percayai memiliki perasaan padanya.“Sepertinya makananmu itu tidak akan berkurang kalau kamu hanya melihatku, dan tidak menyuapkannya ke dalam mulut,” ucap Haris tanpa memandang ke Alma.Mendengar itu pembantu rumah tidak bisa menyembunyikan senyum, sedangkan Alma menunduk menahan malu.“Ini sudah berkurang banyak,” jawab Alma seraya menyembunyikan rasa malu.**Setelah sarapan Haris berangkat ke kantor dan Alma mengantarnya sampai ke depan.Meskipun ragu, tapi Alma memberanikan diri meminta izin ke Haris untuk pulang ke rumahnya hari itu.“Aku harus membereskan rumah, aku juga meninggalkan cucian piring kotor, jika tidak diurus bisa-bisa berjamur,” kata Alma.Ala
Alma tak menyangka Haris akan menahannya di rumah pria itu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dan mengikuti apa keinginan Haris. Bahkan seperti apa yang pria itu katakan, sudah ada banyak baju untuknya di sana.Meskipun agak canggung kepada pembantu rumah, tapi Alma mencoba untuk bersikap baik.Seperti pagi itu, dia bangun pagi lantas pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan.Awalnya pembantu rumah Haris kaget bahkan memohon Alma untuk tidak melakukan itu. Namun, Alma bersikeras, dia berkata tidak mau menumpang dan makan secara cuma-cuma di sana.“Sudah sewajarnya, karena Mba Alma calon istri Tuan Haris.”Ucapan pembantu membuat Alma menghentikan gerakan tangannya memotong wortel, dia menoleh karena kaget.Bagaimana bisa pembantu rumah tahu kalau dia calon istri Haris?“Apa Pak Haris bilang aku ini calon istrinya?” tanya Alma setengah tak percaya.“Iya, dia bahkan meminta kami menjaga Mba Alma seperti menjaga keluarga sendiri,” kata pembantu itu. “Syukurlah kare
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru