Indra mengendarai kendaraan dengan ugal-ugalan, nyaris ia menabrak penyebrang jalan dan berapa kali ia pun hampir menabrak mobil di depannya.
Rasa kesal dan benci pada ayahnya, ia luapkan dengan memaki dan memukul-mukul setir mobilnya di sepanjang jalan. Hingga mobil yang dikendarainya berhenti di sebuah klub malam.Indra duduk di pojok sendiri, ia memesan banyak minuman. Tak ia hiraukan tatapan para pengunjung lain. Walau hari masih sore, bukan berarti tempat tersebut sepi.Indra menolak semua pramusaji yang ingin menghampirinya, ia benar-benar ingin menikmati kesendiriannya kali ini.Tak terasa, entah berapa lama waktu yang terbuang percuma. Saat ini Indra sudah mulai mabuk, dan entah berapa kali saja dia memesan minuman baru, saat minumannya telah habis. Saat diingatkan untuk berhenti, maka ia akan marah-marah, hingga pihak klub hanya membiarkan saja.baru jam tujuh malam, namun kondisi Indra telah mabuk berat. Pihak klub segera melihDi sebuah rumah pasangan Rudy dan Bella, nampak kegiatan seperti umumnya, Bella yang dibantu pembantu, menyiapkan sarapan pagi buat suaminya."Sudah siap sarapannya, sayang!" tanya Rudy datang dari kamar, dan langsung duduk di kursi."Udah kok, Mas! Bentar ya!" Bella pun pergi ke dapur, mengambil nasi goreng yang telah di pindahkan ke dalam tempatnya, Bella kemudian mengambil telor ceplok kesukaan suaminya."Ini Mas!" Bella meletakkan sepiring nasi yang telah dilengkapi telor di atasnya."Makasih sayang!" ucap Rudy langsung memakannya seperti terburu-buru."Masih pagi lho, Mas! Kok makanya buru-buru gitu?" komentar Bella, melihat suaminya makan dengan tergesa-gesa."Hmm...!" Rudy mengangguk tak bisa berkata, mulutnya terisi makanan.Karena tak ingin mengganggu, Bella hanya diam tak bertanya lagi. Dia hanya memperhatikan suaminya, yang semakin hari semakin menampakkan perhatian, dan begitu memanjakan dirinya."Al
Setelah membereskan seperlunya, Indra duduk di samping Dinda. Melihat Dinda dengan seksama, sekelebat bayangan peristiwa semalam terlintas dipikirannya. Namun, bayangan itu hanya buram, dan terputus-putus.Selang beberapa menit, Indra teringat dengan cctv yang ada di kamarnya. Bergegas Indra bangkit, dan mengambil handphonenya.Melalui rekaman cctv yang terlihat di layar handphonenya, akhirnya Indra tau apa yang sebenarnya terjadi. Indra shock, saat menyadari jika ia telah berhubungan badan dengan Dinda, yang notabene adalah sahabat dari calon istrinya, sekaligus orang yang selama ini menaruh hati padanya.Indra terduduk di lantai, ia tak perduli dengan keadaannya saat ini, yang ada dipikirannya hanya menyesali semua yang telah terjadi."Mengapa...? Aaaakkhhh...!" teriak Indra histeris.Rudy bergegas masuk ke kamar saat mendengar teriakkan Indra. Melihat bagaimana keadaan Indra, Rudy bingung. Mengapa Indra seakan merasa terpukul. "Ada apa, In? mengapa sampai begini, sih?" tanya Rudy h
Setelah urusan di kantor selesai, walau waktu masih tengah hari, Rudy secepatnya pulang, namun bukan untuk pulang ke rumahnya. Di perjalanan, Rudy menghubungi istrinya untuk memberitahukan keterlambatannya. Tetapi, Rudy tak menceritakan apa yang sedang terjadi.Sesampainya Rudy di rumah Indra, dia segera masuk dan langsung menuju kamar sahabatnya itu.Beruntung sebelumnya, Rudy membelikan makanan untuk dua orang, yang diyakini Rudy pasti belum makan."Ceklek...!" "Huft....!" Rudy menghela napas kasar, karena yang dilihatnya saat ini, Indra duduk di lantai, tempat yang sama sejak sepeninggal dirinya padi tadi. Menandakan jika Indra belum beranjak dari duduknya selama kepergiannya.Sedangkan Dinda, masih di tempat tidur berbalut selimut."Ini makanlah, kalian pasti belum makan!" Rudy langsung mengeluarkan makanan yang dibelinya dan membagikan pada keduanya."Dimakan, donk! Setelah makan, kita sama-sama cari solusi yang te
Setelah sepulangnya Rudy, Indra dan Dinda masih saling diam. Mereka canggung untuk bicara apa, kontras sekali dengan suasana hati mereka saat ini."Dinda...!" panggil Indra pelan."Hmm..!" gumam Dinda."Mengapa kamu datang di saat yang tidak tepat!" itulah pertanyaan Indra, yang menyesalkan kehadiran Dinda, di saat ia dalam keadaan mabuk berat."Huhft...! Sebenarnya aku tidak ingin lagi bertemu denganmu Indra!" ucap Dinda pelan."Apa maksudnya, Din?" tanya Indra heran."Kamu pasti mendengar kata-kata yang diucapkan, Mas Rudy tadi!" "Yaaah... Rudy pernah menceritakan masalalunya kepadaku! Dan selama ini dia terus mencari, keberadaan wanita yang begitu dia cintai! Bodohnya aku, tidak mengetahui siapa wanita itu!" "Wanita itu adalah aku, In!" jawab Dinda."Yaaa, akhirnya aku tau, tapi saat semuanya terlambat!""Apa maksudnya..!" Dinda menyipitkan matanya mendengar ucapan Indra."Yaa....
"Maaf Tuan Frass! Saya ingin melaporkan jika, acara pernikahan Den Indra akan diadakan sekitar satu minggu lagi!"lapor seorang pria berbadan tegap berisi bernama Jeki, yang merupakan orang suruhan Frass, sambil meletakkan selembar map yang berisi data lengkap Nisa dan keluarganya."Dasar anak keras kepala! Gagalkan rencana mereka! Aku tidak mau sampai pernikahan itu terjadi!" perintah Frass, tanpa melihat isi map di depannya."Kalau boleh tau, apa perlu kamu menghilangkan nyawa calon istrinya, Tuan?" "Jangan...! Itu akan membuat Indra curiga padaku!" ucapnya melarang.Frass berpikir sejenak, memang dia tak merestui Nisa menjadi menantunya, namun untuk menghilangkan nyawa, bukanlah tujuannya."Siapa saja orang yang ada disekitar, wanita itu?" selidik Frass."Mbak Nisa cuma tinggal bersama Ayahnya, juga anak laki-laki berusia enam atau tujuh tahun, Tuan!" lapor Jeki."Anak laki-laki?" gumam Frass terdiam. Dia mencoba
Nisa segera bergegas ke depan, di situ sudah banyak orang yang mengerumuni. Nisa menerobos kerumunan, dan ingin memastikan, jika benar Ayahnyalah yang menjadi korban tabrak lari tersebut.Saat kejadian, pak Faisal ingin membuang sampah, kegiatan rutinnya jika sedang tak ada kegiatan. Selama ini Nisa maupun para pegawai Nisa sudah sering melarang, namun dasarnya pak Faisal memang bukan tipe orang yang suka duduk diam, maka ia akan melakukan apa saja yang dapat ia lakukan.Saat ia membuang sampah ke tempat sampah, yang kebetulan posisi tong sampah berada di seberang jalan, tanpa disadarinya jika saat itu, sebuah kendaraan sepeda motor melaju dengan kencang. Karena paktor usia, pak Faisal tidak dapat bergerak cepat, hingga menyebabkan kecelakaan itu terjadi.Nisa segera menghubungi Rumah Sakit terdekat, setelah itu Nisa meminta pertolongan warga, untuk mengangkat tubuh Ayahnya ke teras Rumah Makannya, sambil menunggu ambulans tiba.Dinda da
Mendengar jika calon mertuanya kecelakaan, Indra bergegas menyusul Nisa ke Rumah Sakit."Bagaimana kondisi Ayah, Nis?" tanya Indra khawatir, begitu tiba di kamar perawatan calon mertuanya."Kondisinya udah stabil, namun patah tulang di tangan Ayah, nampaknya perlu waktu lama buat sembuh total!" jawab Nisa tak semangat."Yang sabar ya, sayang! Kita akan sama-sama merawat Ayah, nanti!" hibur Indra."Hmm....! Owh ya, kamu tadi mampir ke rumah nggak?" tanya Nisa memandang Indra."Nggak, aku tadi mau ke sana, tapi aku dapat telpon dari Ardy, bilang Ayah kecelakaan. Makanya aku buru-buru ke sini!" "Owh.....!"' jawab Nisa."Maaf ya, bukan aku melupakan Ahmad, tapi tadi Ardy bilang, bahwa dia yang menemani Ahmad sampai kamu pulang! Makanya aku gak ke sana!" jelas Indra yang berpikir Nisa mengkhawatirkan putra mereka."Iya aku tau, kalau Ardy yang menemani Ahmad! Aku hanya mengkhawatirkan Dinda!" ujar Nisa."Dinda..
Nisa masih terdiam mematung, ada perasaan takut pada calon mertuanya itu, namun ada juga perasaan kesal, jika teringat dengan kata-kata dari tamunya ini.Frass tak kalah diam, dia memandang wajah Nisa secara seksama, barulah ia sadari jika wajah Nisa persis seperti wajah Mutia, wanita yang pernah ia cintai."Hm..hm..! Maaf, apa kedatangan anda hanya untuk meminta saya untuk membatalkan pernikahan kami? Atau anda ingin mengatakan, jika saya tak pantas untuk bersanding dengan putra anda, Tuan Frasetyo yang terhormat?" tanya Nisa lugas tanpa rasa takut.Frass menyimak ucapan Nisa, dia maklum jika Nisa akan berkata seperti itu, mengingat apa yang pernah dia lakukan dulu. Namun tak sedikitpun ada rasa benci dan kesal dalam hati Frass, melihat bagaimana beraninya ibu dari cucunya itu bicara padanya, yang notabene adalah calon mertuanya kembali."Hallo, Tuan Frasetyo! Apa yang saya katakan tadi, ada salah satunya yang menjadi tujuan anda untuk datang ke
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja