"Maaf Tuan Frass! Saya ingin melaporkan jika, acara pernikahan Den Indra akan diadakan sekitar satu minggu lagi!"lapor seorang pria berbadan tegap berisi bernama Jeki, yang merupakan orang suruhan Frass, sambil meletakkan selembar map yang berisi data lengkap Nisa dan keluarganya.
"Dasar anak keras kepala! Gagalkan rencana mereka! Aku tidak mau sampai pernikahan itu terjadi!" perintah Frass, tanpa melihat isi map di depannya."Kalau boleh tau, apa perlu kamu menghilangkan nyawa calon istrinya, Tuan?""Jangan...! Itu akan membuat Indra curiga padaku!" ucapnya melarang.Frass berpikir sejenak, memang dia tak merestui Nisa menjadi menantunya, namun untuk menghilangkan nyawa, bukanlah tujuannya."Siapa saja orang yang ada disekitar, wanita itu?"selidik Frass."Mbak Nisa cuma tinggal bersama Ayahnya, juga anak laki-laki berusia enam atau tujuh tahun, Tuan!" lapor Jeki."Anak laki-laki?" gumam Frass terdiam. Dia mencobaNisa segera bergegas ke depan, di situ sudah banyak orang yang mengerumuni. Nisa menerobos kerumunan, dan ingin memastikan, jika benar Ayahnyalah yang menjadi korban tabrak lari tersebut.Saat kejadian, pak Faisal ingin membuang sampah, kegiatan rutinnya jika sedang tak ada kegiatan. Selama ini Nisa maupun para pegawai Nisa sudah sering melarang, namun dasarnya pak Faisal memang bukan tipe orang yang suka duduk diam, maka ia akan melakukan apa saja yang dapat ia lakukan.Saat ia membuang sampah ke tempat sampah, yang kebetulan posisi tong sampah berada di seberang jalan, tanpa disadarinya jika saat itu, sebuah kendaraan sepeda motor melaju dengan kencang. Karena paktor usia, pak Faisal tidak dapat bergerak cepat, hingga menyebabkan kecelakaan itu terjadi.Nisa segera menghubungi Rumah Sakit terdekat, setelah itu Nisa meminta pertolongan warga, untuk mengangkat tubuh Ayahnya ke teras Rumah Makannya, sambil menunggu ambulans tiba.Dinda da
Mendengar jika calon mertuanya kecelakaan, Indra bergegas menyusul Nisa ke Rumah Sakit."Bagaimana kondisi Ayah, Nis?" tanya Indra khawatir, begitu tiba di kamar perawatan calon mertuanya."Kondisinya udah stabil, namun patah tulang di tangan Ayah, nampaknya perlu waktu lama buat sembuh total!" jawab Nisa tak semangat."Yang sabar ya, sayang! Kita akan sama-sama merawat Ayah, nanti!" hibur Indra."Hmm....! Owh ya, kamu tadi mampir ke rumah nggak?" tanya Nisa memandang Indra."Nggak, aku tadi mau ke sana, tapi aku dapat telpon dari Ardy, bilang Ayah kecelakaan. Makanya aku buru-buru ke sini!" "Owh.....!"' jawab Nisa."Maaf ya, bukan aku melupakan Ahmad, tapi tadi Ardy bilang, bahwa dia yang menemani Ahmad sampai kamu pulang! Makanya aku gak ke sana!" jelas Indra yang berpikir Nisa mengkhawatirkan putra mereka."Iya aku tau, kalau Ardy yang menemani Ahmad! Aku hanya mengkhawatirkan Dinda!" ujar Nisa."Dinda..
Nisa masih terdiam mematung, ada perasaan takut pada calon mertuanya itu, namun ada juga perasaan kesal, jika teringat dengan kata-kata dari tamunya ini.Frass tak kalah diam, dia memandang wajah Nisa secara seksama, barulah ia sadari jika wajah Nisa persis seperti wajah Mutia, wanita yang pernah ia cintai."Hm..hm..! Maaf, apa kedatangan anda hanya untuk meminta saya untuk membatalkan pernikahan kami? Atau anda ingin mengatakan, jika saya tak pantas untuk bersanding dengan putra anda, Tuan Frasetyo yang terhormat?" tanya Nisa lugas tanpa rasa takut.Frass menyimak ucapan Nisa, dia maklum jika Nisa akan berkata seperti itu, mengingat apa yang pernah dia lakukan dulu. Namun tak sedikitpun ada rasa benci dan kesal dalam hati Frass, melihat bagaimana beraninya ibu dari cucunya itu bicara padanya, yang notabene adalah calon mertuanya kembali."Hallo, Tuan Frasetyo! Apa yang saya katakan tadi, ada salah satunya yang menjadi tujuan anda untuk datang ke
Saat Nisa masih berbicara dengan calon mertuanya, pintu diketuk dari luar."Tok...tok...! Assalamualaikum Bunda!" sapa bocah laki-laki yang langsung membuka pintu dan menongolkan kepalanya."Waalaikumsalam, sayang! Ahmad datang sama siapa, nak?" tanya Nisa sambil memeluk dan mencium pipi putranya.Frass melihat interaksi keduanya, dan tak terasa airmatanya menetes, saat melihat kehadiran cucu yang selama ini tak ia ketahui kehadirannya."Ahmad diantar Ayah! Tapi Ayah masih di belakang!" jawab Ahmad lancar."Ya udah, lain kali harus sama-sama Ayah, ya sayang! Gak baik kalau anak kecil jalan sendiri!" nasehat Nisa dengan penuh kelembutan."Baik Bun!" jawab Ahmad cepat. Tiba-tiba mata Ahmad menangkap sosok asing baginya, Ahmad yang merupakan anak hobi bertanya, langsung bertanya "Itu siapa, Bun! Teman Bunda, atau teman Kakek?" tanya Ahmad polos.Nisa memandang ke arah Frass, terlihat senyuman di wajah Frass.Frass
Setelah diskusi tentang pengobatan lanjutan, Dokter akhirnya mengijinkan pak Faisal pulang, namun dengan catatan harus membawa seorang perawat dan masih dalam pantauan Dokter.Esok adalah hari pernikahan Nisa, dari sore tadi, mereka semua sudah berangkat ke Hotel, tempat mereka melangsungkan pernikahan esok hari. Dinda selalu berada di sisinya, Nisa ingin menghabiskan saat-saat terakhir ia menjanda, bersama dengan sahabat karibnya, sebelum dia kembali berumah tangga.Sementara pak Faisal juga ditempatkan di kamar bersebelahan dengan Nisa, dengan tujuan jika sesuatu terjadi padanya, cepat diketahui olehnya.Ahmad memilih ikut opanya ke rumah mewah Frass, semenjak mengenal Ahmad, Frass tak ingin jauh dari cucunya itu. Bahkan, Frass sudah merencanakan untuk mengalihkan semua asetnya atas nama Ahmad, ia telah membagikan seluruh asetnya pada putrinya yang saat ini, tinggal di luar negeri mengikuti suaminya, juga sebagian telah ia berikan pada Indra.
Semua telah siap dengan penampilan yang rapi dan menarik. Indra yang saat ini menggunakan baju kemeja dan jas berwarna coklat, terlihat begitu tampan. Indra berjalan ke arah penghulu di dampingi Ayahnya dan Ahmad, yang juga berpakaian seragam dengan ayahnya . Mereka bagai pinang dibelah dua. Dari wajah saja, orang sudah tau jika Ahmad adalah putra Indra.Namun banyak yang tidak tau, jika wanita yang akan dinikahi Indra, adalah wanita yang pernah melahirkan putranya itu.Sebelumnya tidak ada yang menduga, jika Indra sudah pernah menikah sebelumnya, namun setelah melihat wajah Ahmad, barulah orang-orang percaya.Pak Faisal yang masih duduk di kursi roda, telah duduk bersama penghulu, karena kondisi beliau yang masih belum fit, terpaksa pak Faisal didampingi perawat.Rudy datang seorang diri, dia sengaja datang demi menghargai sahabatnya itu. Namun dia tak bisa membawa Bella, karena kehamilan istrinya yang semakin membesar, ditamb
Dinda masih mematung di atas tempat tidur, ia bingung menghadapi permasalahan yang akan membuat gempar seluruh suasana pesta. Dia takut, jika karena kehamilan yang telah diketahui, akan membatalkan pernikahan sahabat terbaiknya. Namun jika dia diam, orang-orang akan menganggap dia wanita gak bener. Ya, mana ada wanita baik-baik hamil di luar nikah seperti ini, pikirnya.Nisa masuk bersama rombongan tim Mua, yang dari tadi mendesak Nisa, agar mau secepatnya di hias dan dandani."Bagaimana Din! Udah tenang?" tanya Nisa menghampiri Dinda yang nampak termenung."Oh..eh..! Iya, aku gak apa-apa kok Nis! Kamu lanjutin aja dandannya, sebentar lagi acaranya mulai 'kan?" jawab Dinda berusaha tenang."Oke...tapi ingat! Kamu berhutang penjelasan padaku!" ujar Nisa serius."Iya..iya..! Nanti aku cerita kok, ya!" jawab Dinda tersenyum. Dalam hati Dinda menangis, kebahagiaan yang akan diraih sahabatnya, merupakan sebuah kehancuran masa depanny
Seketika suasana hening melanda ruang kamar mereka, tim Mua yang ingin mempercepat pekerjaannya juga, merasa tak berani meminta mempelai untuk secepatnya ditangani.Dinda hanya mampu menutup rapat bibirnya, dia tak menyangka jika semua akan begini. Hal yang tak ingin terjadi, akhirnya terjadi.Rudy merasa serba salah di antara dua wanita yang sama-sama ia harus jaga perasaannya. Karena tak tau harus apa, Rudy bergegas keluar kamar, meninggalkan tiga orang wanita yang masih diam membisu.Nisa terduduk di pinggiran tempat tidur, hatinya hancur, sedih, kecewa, dan entah kalimat apa yang pantas untuknya saat ini. Di saat dia ingin membangun kembali mahligai rumahtangga yang pernah hancur, dan di saat ia mencoba memberi kesempatan kedua untuk ayah dari anaknya, justru ia harus dihadapkan dengan kenyataan yang begitu sulit ia terima.Tapi Nisa tidak lantas meraung sedih, menghujat tajam, dan mengeluarkan kata-kata tak masuk akal. Dia hanya memikirkan na