"Ah, hahaha, maaf Amar, hmm ... Kadang-kadang aku suka kurang konsentrasi. Aku sering sekali melakukan ini dan kadang aku lupa apa yang sedang kulakukan dan aku fokus pada apa yang sedang kulihat dan tiba-tiba itu menarik perhatianku. Tapi aku juga lupa apa yang kulihat di jalan tadi sampai aku seperti sibuk sendiri.""Oh ya? Kenapa bisa begitu?"Sejujurnya Amar tidak percaya sepenuhnya dengan yang dikatakan Caca.Ini agak aneh. Seseorang bisa melupakan satu hal yang sedang dilakukannya dan dalam waktu singkat dia bisa fokus pada sesuatu yang baru. Padahal dia tadi sedang bicara serius dengan Amar.Rasanya seperti sebuah kebohongan.Tapi Amar tidak mau langsung menuding, dia memilih bertanya pada Caca yang mulai menjelaskan teorinya."Kata dokter itu mungkin karena luka di kepalaku. Aku mengalami dua kali benturan. Aku juga tidak ingat kapan benturan itu tapi aku rasa aku pernah cerita padamu? Atau aku melupakan bagian yang ini?""Kau sudah pernah menceritakannya. Kalau ini memang dia
"Eh kenapa kau bertanya begitu?"Tak sangka saja Caca diberikan pertanyaan begitu. Dirinya jadi makin tidak enak."Aku hanya khawatir saja kau tidak nyaman karena ada aku di sisimu.""Oh aku sama sekali bukan tidak nyaman ada kau di sini. Tapi mungkin karena belum terbiasa ada orang yang peduli padaku. Hehehe. Biasanya aku melakukan semuanya sendirian.""Apapun yang kau lakukan?"Caca membenarkan dengan anggukan kepalanya."Ya karena aku bertanggung jawab pada hidupku sendiri. Tapi kalau di kampus ya aku bermain dengan Paula.""Jadi kau serius kalau aku tidak mengganggumu?""Tentu saja tidak sama sekali. Jangan pernah berpikir kau menggangguku. Itu pikiran yang salah karena aku tidak pernah merasa kau mengganggu. Kau bukan pengganggu intinya begitu. Kalau kau merasa dirimu pengganggu itu berarti karena aku saja yang salah bersikap padamu.""Hehe, kau tidak salah bersikap padaku. Mungkin saja aku yang terlalu sensitif karena aku berpikir aku sudah banyak memasuki kehidupan pribadimu. T
"Lagi-lagi karena uang?""Ya. Aku tidak bisa membebanimu soal uang. Dan pakaian itu tidak layak untukku. Terlalu bagus maksudku, tidak bisa lah!"Caca memejamkan matanya sambil bergidik dan menggelengkan kepalanya."Aku tidak mau membuat mindset ku berpikir kalau aku ini orang kaya. Sudah cukup seperti ini kondisinya. Kumohon jangan buat aku harus bergantung padamu.""Aku mengerti."Tentu saja Amar cukup pintar untuk tahu apa maksud dari ucapan Caca.Menggunakan uang oran
"Kita sudah sampai. Ayo turun.""Di sini?""Ya."Amar yang sudah mematikan mesin mobilnya kini melirik Caca sambil mengangguk."Kau keberatan?""Tidak. Tapi kurasa sangat mewah sekali kalau siang-siang kita makan di menara Paris.""Hehehe. Kau sudah lama tinggal di Prancis?”"Tentu saja."Caca pun mengangguk
"Hahaha. Amar kau memang orang yang pandai sekali bercanda.""Bercanda? Bagaimana kalau aku serius?""Sudahlah aku mau makan dessertku. Jangan menggodaku lagi. Dan jangan bercanda di waktu makan!"Caca mengangkat gelas dessertnya dan dia sudah menyiduk apa yang ada di dalam sana. Sesuatu yang lumer dan membuatnya menikmati rasanya. Caca sengaja membuat mulutnya penuh dengan makanan dan dia juga mengangkat jempolnya menunjukkan kalau rasa dessert itu sangat enak karena tak ingin lagi Amar menggodanyaTapi sekarang kenapa dia juga hanya melihatku saja? Masih mau membuatku geerkah? Pandai sekali dia. Aku heran kenapa wan
"Ehem, kalau kita kelamaan duduk di sini kurasa otakku akan rusak jadi sebaiknya ayo cepat-cepat kita ke menara Eiffel. Sebelum ramai dengan turis yang berfoto!"Tak mau berkomentar dengan yang tadi diucapkan Amar, Caca sudah berdiri dan menarik tangan Amar."Tapi tadi kau belum menghabiskan dessertnya. Masih ada satu suap lagi.""Aku sudah kenyang! Ayo cepat!"Caca bahkan berjalan terburu-buru sekali sambil menarik tangan Amar menuju ke tempat yang diinginkan olehnya."Terburu-buru sekali, tidak bisakah jalannya lebih pelan sedikit?"
"Sssh, maaf, deh."Caca meringis dan dia juga merasa bersalah pada Amar karena sudah menyusahkannya"Kau menahan sakit?"Amar melihat dari mimik muka Caca yakin sekali kalau wanita itu tidak baik-baik saja matanya pun mengarah ke mana tangan kanan Caca memegang karena tangan kirinya berada di pundak Amar."Kakimu sakit?"Caca belum menjawab tapi Amar sudah yakin sekali sakitnya Caca karena kakinya"Sepatumu.”Tak perlu dijelaskan lagi.Amar mendorong mundur tubuh Caca pelan sehingga dia kembali duduk di kursi taman itu."Aku nggak papa kok.""Nggak apa-apa apanya. Kakimu lecet. Ya ampun sampai berdarah begini. Sejak kapan kamu menahan sakit dan nggak bilang sama aku?""Maaf deh.""Aku tadi buka sepatumu ini sulit sekali. Nomornya kekecilan?""Kayaknya percuma aku nutupin semuanya sama kamu. Kamu udah lama di dunia fashion tentu tahu apa yang terjadi padaku."Caca menyerah. Dia tidak lagi berani melawan Amar yang sudah menebak segalanya benar."Kenapa dipaksain pakai sepatu ini?""Ngga
"Fuuuh, akhirnya mobil itu terlihat juga."Setelah berjalan lumayan jauh hampir 1 km AmaR tiba juga di tempat dia parkir mobil. Memang agak jauh dari pelataran Eiffel.Ini wajar. Karena mereka memang tidak ada tempat parkir yang disediakan di dekat sana kecuali central parkir."Maaf ya apa aku terlalu berat?"Senyum-senyum Amar ketika mendengarnya saat dia sudah mendudukkan wanita yang tadi digendongnya di dalam mobil."Kau tidak menjawabku, apa aku berat?”"Ya mungkin sekitar sekarung beras lebih sedikit.”"Hei. Kau menyamakanku dengan beras?"Caca tak terima. Dia agak sewot dengan Amar."Kalau begitu kutanya padamu berapa berat badanmu?""53 kilo," jawab Caca jujurDengan tingginya yang hampir 170 cm tentu saja berat badannya masih tergolong rendah.Jauh dari berat badan ideal yang seharusnya. Lalu kenapa dia harus dibilang berat oleh Amar?"Sekarang aku tanya padamu. Berat karung beras rata-rata berapa?""Aku tidak pernah beli beras.”" Berat karung terigu?” Amar mengganti topiknya
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi