"Eh, kenapa memangnya?" jelas saja Amar kaget.Apa salahnya sehingga Caca seakan-akan khawatir sekali kalau Amar datang ke sana?Pria itu menunggu jawaban dari Caca yang masih memikirkan juga apa alasan yang tepat untuk Amar.'Kalau kukatakan aku tidak enak dengan teman-temanku ini rasanya aneh. Kalau kau katakan jujur tentang semua kekhawatiranku yang hanya menjalin hubungan pura-pura dengannya, aku takut menyinggungnya! Lalu aku harus jelaskan bagaimana?'"Itu--"Hanya kata-kata itu saja yang keluar dari bibir Caca saat hatinya berpikir keras apa yang paling pas sebagai excuse-nya."Apa aku terlalu tua untuk datang ke acara wisudamu?""Oh bukannya begitu! Tapi aku hanya takut saja kalau kau datang ke wisudaku bagaimana jika ayahku ada di sana juga? Dan bagaimana kalau dia bertanya tentang dirimu? Ini akan merepotkan! Aku--""Justru itulah! Aku datang untuk melindungimu supaya ayahmu tidak bisa melakukan apapun kalau kecurigaanmu benar tentang ayahmu, teman ayahmu dan Arthur. Lagian a
"Ah, hahaha, maaf Amar, hmm ... Kadang-kadang aku suka kurang konsentrasi. Aku sering sekali melakukan ini dan kadang aku lupa apa yang sedang kulakukan dan aku fokus pada apa yang sedang kulihat dan tiba-tiba itu menarik perhatianku. Tapi aku juga lupa apa yang kulihat di jalan tadi sampai aku seperti sibuk sendiri.""Oh ya? Kenapa bisa begitu?"Sejujurnya Amar tidak percaya sepenuhnya dengan yang dikatakan Caca.Ini agak aneh. Seseorang bisa melupakan satu hal yang sedang dilakukannya dan dalam waktu singkat dia bisa fokus pada sesuatu yang baru. Padahal dia tadi sedang bicara serius dengan Amar.Rasanya seperti sebuah kebohongan.Tapi Amar tidak mau langsung menuding, dia memilih bertanya pada Caca yang mulai menjelaskan teorinya."Kata dokter itu mungkin karena luka di kepalaku. Aku mengalami dua kali benturan. Aku juga tidak ingat kapan benturan itu tapi aku rasa aku pernah cerita padamu? Atau aku melupakan bagian yang ini?""Kau sudah pernah menceritakannya. Kalau ini memang dia
"Eh kenapa kau bertanya begitu?"Tak sangka saja Caca diberikan pertanyaan begitu. Dirinya jadi makin tidak enak."Aku hanya khawatir saja kau tidak nyaman karena ada aku di sisimu.""Oh aku sama sekali bukan tidak nyaman ada kau di sini. Tapi mungkin karena belum terbiasa ada orang yang peduli padaku. Hehehe. Biasanya aku melakukan semuanya sendirian.""Apapun yang kau lakukan?"Caca membenarkan dengan anggukan kepalanya."Ya karena aku bertanggung jawab pada hidupku sendiri. Tapi kalau di kampus ya aku bermain dengan Paula.""Jadi kau serius kalau aku tidak mengganggumu?""Tentu saja tidak sama sekali. Jangan pernah berpikir kau menggangguku. Itu pikiran yang salah karena aku tidak pernah merasa kau mengganggu. Kau bukan pengganggu intinya begitu. Kalau kau merasa dirimu pengganggu itu berarti karena aku saja yang salah bersikap padamu.""Hehe, kau tidak salah bersikap padaku. Mungkin saja aku yang terlalu sensitif karena aku berpikir aku sudah banyak memasuki kehidupan pribadimu. T
"Lagi-lagi karena uang?""Ya. Aku tidak bisa membebanimu soal uang. Dan pakaian itu tidak layak untukku. Terlalu bagus maksudku, tidak bisa lah!"Caca memejamkan matanya sambil bergidik dan menggelengkan kepalanya."Aku tidak mau membuat mindset ku berpikir kalau aku ini orang kaya. Sudah cukup seperti ini kondisinya. Kumohon jangan buat aku harus bergantung padamu.""Aku mengerti."Tentu saja Amar cukup pintar untuk tahu apa maksud dari ucapan Caca.Menggunakan uang oran
"Kita sudah sampai. Ayo turun.""Di sini?""Ya."Amar yang sudah mematikan mesin mobilnya kini melirik Caca sambil mengangguk."Kau keberatan?""Tidak. Tapi kurasa sangat mewah sekali kalau siang-siang kita makan di menara Paris.""Hehehe. Kau sudah lama tinggal di Prancis?”"Tentu saja."Caca pun mengangguk
"Hahaha. Amar kau memang orang yang pandai sekali bercanda.""Bercanda? Bagaimana kalau aku serius?""Sudahlah aku mau makan dessertku. Jangan menggodaku lagi. Dan jangan bercanda di waktu makan!"Caca mengangkat gelas dessertnya dan dia sudah menyiduk apa yang ada di dalam sana. Sesuatu yang lumer dan membuatnya menikmati rasanya. Caca sengaja membuat mulutnya penuh dengan makanan dan dia juga mengangkat jempolnya menunjukkan kalau rasa dessert itu sangat enak karena tak ingin lagi Amar menggodanyaTapi sekarang kenapa dia juga hanya melihatku saja? Masih mau membuatku geerkah? Pandai sekali dia. Aku heran kenapa wan
"Ehem, kalau kita kelamaan duduk di sini kurasa otakku akan rusak jadi sebaiknya ayo cepat-cepat kita ke menara Eiffel. Sebelum ramai dengan turis yang berfoto!"Tak mau berkomentar dengan yang tadi diucapkan Amar, Caca sudah berdiri dan menarik tangan Amar."Tapi tadi kau belum menghabiskan dessertnya. Masih ada satu suap lagi.""Aku sudah kenyang! Ayo cepat!"Caca bahkan berjalan terburu-buru sekali sambil menarik tangan Amar menuju ke tempat yang diinginkan olehnya."Terburu-buru sekali, tidak bisakah jalannya lebih pelan sedikit?"
"Sssh, maaf, deh."Caca meringis dan dia juga merasa bersalah pada Amar karena sudah menyusahkannya"Kau menahan sakit?"Amar melihat dari mimik muka Caca yakin sekali kalau wanita itu tidak baik-baik saja matanya pun mengarah ke mana tangan kanan Caca memegang karena tangan kirinya berada di pundak Amar."Kakimu sakit?"Caca belum menjawab tapi Amar sudah yakin sekali sakitnya Caca karena kakinya"Sepatumu.”Tak perlu dijelaskan lagi.Amar mendorong mundur tubuh Caca pelan sehingga dia kembali duduk di kursi taman itu."Aku nggak papa kok.""Nggak apa-apa apanya. Kakimu lecet. Ya ampun sampai berdarah begini. Sejak kapan kamu menahan sakit dan nggak bilang sama aku?""Maaf deh.""Aku tadi buka sepatumu ini sulit sekali. Nomornya kekecilan?""Kayaknya percuma aku nutupin semuanya sama kamu. Kamu udah lama di dunia fashion tentu tahu apa yang terjadi padaku."Caca menyerah. Dia tidak lagi berani melawan Amar yang sudah menebak segalanya benar."Kenapa dipaksain pakai sepatu ini?""Ngga