"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Kita selesai. Aku bosan denganmu. Ini cek untukmu!" Pria itu melemparkan selembar cek ke wajah Rania, disusul dengan perkataan selanjutnya yang bagaikan petir di siang hari. “Jangan pernah temui aku lagi!”Pria itu bernama Reza, sugar daddy-nya Rania selama tiga bulan belakangan. Padahal, rasanya hubungan mereka baik-baik saja. Reza juga terlihat begitu mengasihinya, berlaku lembut padanya. Tidak ada tanda-tanda akan hubungan mereka yang akan kandas dalam waktu seumur jagung ini.Rania berdiri mematung. Matanya berembun menahan tangis. "A-aku gak mau uang kamu, Za. Aku sayang banget sama kamu, aku–”“Kamu lupa status kamu apa?” Mata Reza menatap garang ke arahnya. “Kamu bukan kekasihku. Dan kutekankan sekali lagi, aku sudah bosan.” Sejurus dengan itu, pria tersebut mendorong Rania dengan kasar.Tangan yang dulu memberikan rasa penuh kenikmatan yang semakin lama semakin membiusnya menikmati permainan Reza, memaksanya mengeluarkan teriakan kenikmatan yang tak bisa ditahannya, tangan ya
‘Haduh, bagaimana ini?'Hati Rania ciut mendengar pernyataan bos barunya. Tapi apa yang bisa dia katakan sebagai pembelaan agar tidak dipecat?“.... anggap saja kita tak saling mengenal, Sweet J.”Rania masih ingat betul apa yang dikatakan Reza Fletcher Clarke di hari terakhir pertemuan mereka dulu. Rania yakin, Reza masih mengenali wajahnya. Tapi sikapnya tetap dingin dan menunjukkan seolah mereka tak pernah ada hubungan satu dengan lainnya.Melihat kesalahanya barusan, Rania dihadapkan pada keputusan pahit Reza yang membuatnya bisa kehilangan sumber mata pencarian satu-satunya. Reza memang tak pernah benar-benar peduli padanya. Hanya sebatas sugar baby-nya dulu. Kontrak selesai, hubungan mereka selesai juga.Perih dan sedih hati Rania memikirkan nasib dirinya dan putri satu-satunya itu. Rania yakin, Reza juga tak akan mau mengakui anaknya dan Rania juga belum tahu bagaimana kehidupan Reza sekarang.Tapi satu hal yang Rania tahu, dia akan mengalami masalah finansial seandainya dipeca
“Jadi, begini karyawan terbaik Light Up?” Rentetan kalimat penuh emosi Rania yang nyaris membuat napasnya sesak itu disambut dengan kalimat dingin Reza. Mata pria itu menatap sanksi pada Rania yang berdiri dengan tubuh gemetar menahan kesal. “Pantas saja perusahaan ini bangkrut dan hasil data menunjukkan kemunduran dari tahun ke tahun. Ayo David!”BRAK!Rania meringis pelan ketika pintu sudah ditutup keras dan dirinya tinggal seorang diri di sana, sementara Reza dan David–asistennya sudah pergi menghadiri rapat.Bukankah statusnya sebagai sekretaris CEO Light Up Rania harus membantu bos-nya meski ada notulen rapat juga, itu masih kewajibannya hadir mendampingi bosnya, bukan?Tapi Kenapa Reza tadi pergi begitu saja tanpa mengajaknya? Ataukah Rania disuruh mencari lagi semua kesalahannya dari kertas-kertas yang disebar di seluruh ruangan itu dan tak perlu ikut rapat? Atau dia harus bergegas ke sana sekarang karena bosnya sudah pergi duluan?Atau yang terburuk, apa dia sudah dipecat?Kep
“Hai, Sayang!”Wanita itu mendudukkan dirinya di atas pangkuan Reza. Tak lupa, tangannya ia kaitkan di leher sang CEO dengan manja. "I miss you honey! Daddy tadi meneleponku. Dia mengingatkan tentang makan malam keluarga nanti malam. Kamu nggak akan lembur lagi dan kita bisa dinner bareng keluargaku, kan Sayang? Daddy dan mommy sudah sangat merindukan kita, loh."'I-itukah istrinya?'Rania jadi berpikir demikian, sebab wanita itu begitu bangga memamerkan kemesraan mereka di hadapan David, juga dirinya. Terlebih, Reza yang tidak menolak perilaku manja wanita itu, tak mungkin wanita itu bukan siapa-siapa, kan?Tentu tak ada yang bisa dilakukan oleh Rania selain menunduk dan menelan salivanya berusaha untuk tidak mengubah mimik wajahnya dan terlihat biasa saja selama ada dalam ruangan Reza."Hmm, kita akan ke sana.""Yes! Makasih ya Sayang, daddy pasti seneng banget kalo kita dateng. muah!"Bibir wanita itu kembali mengecup Reza yang membuat hati Rania semakin remuk. Sesuatu yang menyesa
"Amar?"“Iya! Om Amal ada di dalem temenin Acha main!”Rania kaget ketika melihat kerajinan tangan yang dipegang oleh anaknya berupa kalung yang dibuat dari manik-manik. Nama pria yang barusan disebut putrinya melingkar di sana, membuat Rania terusik."Hai Rania! Marsha sudah panggil aku, kayaknya aku gak bisa sembunyi lagi deh."Rania langsung menatap sosok yang berjalan mendekat padanya dan Marsha. "Amar? Kenapa kamu bisa ada di sini?""Sekolah ini punya tanteku, Rania. Tante Soraya, istrinya Om Ardy.""Bu Raya?""Hmm. Kebenaran banget ya! Ponakanku ini seneng banget loh liat Marsha sekolah di sini,"Tiba-tiba, Soraya yang barusan namanya disebut juga ikutan mendekat."Amar sama Marsha itu lengket banget. Pokoknya kalau Amar udah dateng, Marsha cuma mau sama dia. Apa-apa berdua, sampe makan aja maunya disuapin sama Amar!" Rania berdiri dengan canggung, terlebih saat ia melihat senyum dari Amar yang terus-terusan dipuji Soraya."Jangan bilang, kamu udah rencanain ini, Mar?” Pandanga
"Kalau kamu memang serius denganku, Aku ingin kamu menikahiku paling lambat di akhir bulan ini," akhirnya Rania memberikan kesempatan"Pasti aku penuhi syarat tadi Rania! Dan terima kasih ya untuk kesempatan yang sudah kamu berikan padaku. Aku akan berjuang untuk menjadi papa yang baik bagi Marsha!"Wajah kegembiraan dari Amar yang sudah berjuang bertahun-tahun untuk meluluhkan hati Rania memang tidak bisa ditutupi lagi.Dia sangat senang karena perjuangannya akhirnya membuahkan hasil. Tapi tidak dengan Rania yang merasa dirinya seakan sangat kejam pada Amar. Rania bahkan kesal pada dirinya yang seakan ingin menolak tubuh amar dan mendorongnya saat pria itu mengecup dahinya dan memeluk Rania untuk mengungkapkan semua rasa bahagianya."Pulang Mar. Udah malam nih. Aku nggak enak kalau kamu ada di sini malam-malam begini karena kita udah sama-sama dewasa."Rania tahu Dia kejam dengan menyuruh Amar seperti itu karena memang dia tidak memiliki rasa apapun di dalam hatinya untuk seseorang ya
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi