“Hai, Sayang!”
Wanita itu mendudukkan dirinya di atas pangkuan Reza. Tak lupa, tangannya ia kaitkan di leher sang CEO dengan manja. "I miss you honey! Daddy tadi meneleponku. Dia mengingatkan tentang makan malam keluarga nanti malam. Kamu nggak akan lembur lagi dan kita bisa dinner bareng keluargaku, kan Sayang? Daddy dan mommy sudah sangat merindukan kita, loh."'I-itukah istrinya?'
Rania jadi berpikir demikian, sebab wanita itu begitu bangga memamerkan kemesraan mereka di hadapan David, juga dirinya. Terlebih, Reza yang tidak menolak perilaku manja wanita itu, tak mungkin wanita itu bukan siapa-siapa, kan?
Tentu tak ada yang bisa dilakukan oleh Rania selain menunduk dan menelan salivanya berusaha untuk tidak mengubah mimik wajahnya dan terlihat biasa saja selama ada dalam ruangan Reza.
"Hmm, kita akan ke sana."
"Yes! Makasih ya Sayang, daddy pasti seneng banget kalo kita dateng. muah!"
Bibir wanita itu kembali mengecup Reza yang membuat hati Rania semakin remuk. Sesuatu yang menyesakkan dan mengganggu dirasakan hatinya. Meski Rania tetap berusaha profesional, dia tak memungkiri ada rasa kesal kala matanya tanpa sengaja mengintip kemesraan mereka.
"Kalau gitu sekarang yuk kita siap-siap cari baju dulu! Aku juga ingin nyalon dulu dan kamu kan nggak mungkin pakai baju kayak gini, Sayang. Aku ingin kamu tampilannya lebih fresh!"
"David, kosongkan jadwalku hari ini!"
"Yuk berangkat, Sayang!" Wanita itu sudah berdiri dari pangkuan Reza dan menarik tangan pria itu supaya cepat-cepat berdiri, seolah tak sabar dengan acara yang akan mereka hadiri.
"Sayang, kira-kira kita kasih kado apa ya buat daddy?"
"Menurutmu?"
"Gimana kalo kamu minta kakek buat goal-in project kilang minyak onshore-nya daddy? Kurasa itu bakal jadi hadiah ulang tahun yang bikin daddy seneng deh, Sayang!"
Rania tidak bisa mendengar lagi obrolan mereka selanjutnya apa karena pintu ruangan itu sudah ditutup dan menyisakan David dengan Rania saja di dalamnya.
"Rania kamu bisa kembali ke Light Up. Buat rekapan laporan dan saya rasa pekerjaanmu di sini sudah selesai. Nanti saya minta Desi untuk menyiapkan sopir kantor yang akan mengantarmu ke Light Up."
"Oh, tidak usah diantar Pak David. Saya bisa naik taksi kok. La-lagian ini dekat dengan jam istirahat dan saya mau beli sesuatu dulu untuk makan siang di luar sebelum kembali ke kantor."
Matahari bersinar cukup terik siang ini. Rania tahu, seharusnya dia langsung naik taksi ke Light Up usai menolak tawaran David soal sopir perusahaan yang akan mengantarnya tadi. Namun, yang dia lakukan sekarang justru menghabiskan waktu untuk menyusuri trotoar sambil menumpahkan semua tangisnya saat berjalan.
'Tak bisakah kau berhenti menangis, Rania? Lagian kejadian ini sudah lama sekali tapi kenapa kau masih terus saja menangisinya?’
Rania juga tidak tahu apa yang dia inginkan dengan menangis begitu. Bukankah seharusnya dia sudah tahu kalau Reza tidak lagi menginginkannya sejak mereka berpisah?
Lagi pula memang tidak ada hubungan serius di antara mereka saat ini kecuali sebagai CEO dan sekretaris di Light Up. Lalu, kenapa dia masih menangisi Reza? Apa yang Rania harapkan?
‘Kenapa aku terus menangisi Reza? Ayo move on, Rania! Kamu masih punya Marsha!'
Kata-kata itu terus digaungkan Rania di dalam hatinya dan membuat dirinya punya kekuatan untuk memberhentikan taksi, kembali ke kantornya dan menyelesaikan semua pekerjaannya.
MOVE ON!
Entah berapa ratus kali Rania sudah mengutarakan itu di dalam hatinya setiap kali dia mengingat tentang Reza.
Rania berhenti menangis. Rania mencoba fokus hingga semua pekerjaannya bisa diselesaikan dan dia bisa pulang tepat waktu karena selama ini Rania selalu saja lembur dengan pekerjaan yang menumpuk dari Reza dan revisi yang tidak ada habisnya
"Mamaaaaaa!"
Senyum dan tawa bahagia dari seorang gadis kecil yang melihat mamanya menjemputnya di sekolah, membuat mood Rania semakin baik, sore itu.
Rasa sakit yang ditorehkan Reza memang belum hilang sepenuhnya tapi bocah itu berhasil membuat Rania merasakan secercah kebahagiaan saat tangan kecilnya melingkar di leher Rania. Cinta yang tulus diberikannya untuk Rania dan wanita itu tahu dari cara putrinya mengecup dahinya dan mengecup pipinya, memang memberikan harapan dan semangat baru untuknya.
Rania tahu kalau dirinya tidak boleh menyerah. Rania tahu dia harus tetap berjuang demi putrinya. Meski Rania juga tahu kalau dirinya kemungkinan akan mengalami masa-masa berat beberapa minggu ke depan.
'Tapi aku tidak akan pernah membiarkan putriku kesulitan! Aku harus mendapatkan pekerjaan baru sebelum Reza memecatku. Karena dia memang tidak menginginkanku di perusahaan itu!' bisik hati Rania mengingatkan pada dirinya sendiri.
Bayang-bayang kesulitan ekonomi yang pernah menghimpitnya beberapa tahun lalu memang tidak pernah bisa dilupakan oleh Rania. Kehidupan ekonominya sebelum bertemu dengan perusahaan tempatnya bernaung sekarang memang bisa dikatakan turun naik dan sangat buruk!
Rania tidak mau lagi terjebak dalam masalah itu apalagi sekarang putrinya membutuhkan dana lumayan besar untuk sekolah dan biaya hidup.
"Mama, ni dali om Amal buat Acha!"
"Amar?"
"Amar?"“Iya! Om Amal ada di dalem temenin Acha main!”Rania kaget ketika melihat kerajinan tangan yang dipegang oleh anaknya berupa kalung yang dibuat dari manik-manik. Nama pria yang barusan disebut putrinya melingkar di sana, membuat Rania terusik."Hai Rania! Marsha sudah panggil aku, kayaknya aku gak bisa sembunyi lagi deh."Rania langsung menatap sosok yang berjalan mendekat padanya dan Marsha. "Amar? Kenapa kamu bisa ada di sini?""Sekolah ini punya tanteku, Rania. Tante Soraya, istrinya Om Ardy.""Bu Raya?""Hmm. Kebenaran banget ya! Ponakanku ini seneng banget loh liat Marsha sekolah di sini,"Tiba-tiba, Soraya yang barusan namanya disebut juga ikutan mendekat."Amar sama Marsha itu lengket banget. Pokoknya kalau Amar udah dateng, Marsha cuma mau sama dia. Apa-apa berdua, sampe makan aja maunya disuapin sama Amar!" Rania berdiri dengan canggung, terlebih saat ia melihat senyum dari Amar yang terus-terusan dipuji Soraya."Jangan bilang, kamu udah rencanain ini, Mar?” Pandanga
"Kalau kamu memang serius denganku, Aku ingin kamu menikahiku paling lambat di akhir bulan ini," akhirnya Rania memberikan kesempatan"Pasti aku penuhi syarat tadi Rania! Dan terima kasih ya untuk kesempatan yang sudah kamu berikan padaku. Aku akan berjuang untuk menjadi papa yang baik bagi Marsha!"Wajah kegembiraan dari Amar yang sudah berjuang bertahun-tahun untuk meluluhkan hati Rania memang tidak bisa ditutupi lagi.Dia sangat senang karena perjuangannya akhirnya membuahkan hasil. Tapi tidak dengan Rania yang merasa dirinya seakan sangat kejam pada Amar. Rania bahkan kesal pada dirinya yang seakan ingin menolak tubuh amar dan mendorongnya saat pria itu mengecup dahinya dan memeluk Rania untuk mengungkapkan semua rasa bahagianya."Pulang Mar. Udah malam nih. Aku nggak enak kalau kamu ada di sini malam-malam begini karena kita udah sama-sama dewasa."Rania tahu Dia kejam dengan menyuruh Amar seperti itu karena memang dia tidak memiliki rasa apapun di dalam hatinya untuk seseorang ya
"Ganjen!""Mood booster Ran," bujuk Amar merengek."Enggak Amar! Sampai ikatan kita resmi!""Eh, pelit banget!""Bye Amar!"Rania memilih menyelamatkan hatinya dari mobil Amar sebelum pria itu melakukan modus lainnya.Rania belum siap! Rania takut jika dia bermain hati dengan Amar nantinya dia akan menyakiti Amar lebih dalam. Rania masih berpikir apakah keputusannya ini adalah yang paling tepat atau tidak?Menyerahkan dirinya pada Amar karena ingin kehidupan putrinya Marsha terjamin. Ini terkesan konyol. Menikah hanya karena uang. Apakah ini yang Rania inginkan? Apa tidak ada solusi lain untuknya?Pagi ini sesampainya di kantor pikiran ini yang merajai pikiran Rania."Selamat pagi Bu Rania!""Oh! Selamat pagi, Pak David, Selamat Pagi Tuan Clarke!"Rania sampai tak sadar kalau dia duduk melamun di kursinya dan tak tahu kalau bosnya sudah datang. Bahkan Rania tidak membukakan pintu untuk
[Amar, maaf. Aku diminta lembur hari ini dan kayaknya aku baru selesai jam sepuluh atau sebelas malam. Nanti kamu nggak usah jemput aku. Bawa pulang aja Marsha. Aku bisa kok naik taksi online.]Rania tidak mungkin menolak permintaan bosnya apalagi dia masih jadi karyawan di Light Up. Makanya Rania dengan berat hati terpaksa membatalkan rencana Amar. Ada rasa bersalah karena pasti Marsha akan menagih Amar untuk jalan-jalan dan main Timezone.'Mungkin bisa weekend ini? Atau mungkin setelah aku dipecat dari perusahaan ini tiap hari aku bisa nganterin Marsha main Timezone?'Cuma Rania menghibur diri dengan rencana yang dibuat dalam benaknya itu. Dia berusaha profesional kembali ke pekerjaannya dan mengikuti semua yang diperintahkan oleh Reza.Hari ini ada keajaiban, Rania tidak mendapatkan amukan dari Reza seperti biasa di hari-hari sebelumnya. Rania juga bisa bekerja lebih tenang dan tidak ada lagi rasa takut dan cemas dalam hatinya. Setiap
"Amar, ya ampun! Mobilmu seperti pasar malem!" "Hasil karya princess Ran!"Amar hanya berbisik begitu saja tapi tetap mempertahankan senyumnya pada Rania yang justru terlihat kesal."Mana dia?" seru Rania dan meski emosi, dia juga masih menahan suaranya. Rania memang tak pernah mengomel di luar."Acha udah tidur. Aku sengaja membiarkannya tidur dan tidak membangunkannya, sudah malam soalnya."Amar memberi kode dengan matanya sehingga Rania menengok ke arah jok belakang tempat putrinya terlelap."Acha udah kerja keras Ran, karena hiasan di mobil dan lampu-lampu ini termasuk ucapan selamat ulang tahun adalah buatannya. Ini surprise dari kami berdua. Dia antusias banget loh buatnya!"Hiasannya sudah mengalahi mobil pengantin, Ada lampu kelap-kelip LED, dengan glow in the dark tulisan happy birthday, walaupun terkesan norak tapi memang ciri khas anak TK, sudah membuat mobil ranger rover Amar penuh warna.Terenyuh hati Rania. Dia tahu seberapa rewel putrinya kalau sudah punya keinginan,
"Kamu pakai dulu deh seatbelt-nya. Sini kuenya aku pegangin dulu.""Oh, iya makasih Mar."'Haduh, Kenapa aku bisa lupa kalau masih ada mereka dan aku tadi ngeloyor pergi gitu aja!'Sesaat setelah Rania menyerahkan kue dia ingin pasang seat belt makanya menatap ke arah kiri dan sadarlah dia kalau masih ada bayang-bayang beberapa orang berdiri di pintu masuk lobi kantornya. Pucatlah wajahnya."Sini kuenya aku udah selesai. Yuk cepetan kita pulang Mar, kesian Acha!" Rania ngeri berlama-lama di sana. Untuk sekarang Rania memilih menghindar."Hmm. Ngomong-ngomong soal Acha, tadi itu seru loh ngeliatin Acha yang nyeritain tentang ulang tahunmu sama temen-temennya di sekolah pas udah bubaran kelas," sambil menginjak pedal gasnya Amar sambil bercerita.'Tapi seharusnya nggak masalah dong buat aku kalau tadi Amar kasih surprise ulang tahunku di sana ya?' Rania mencoba mencari alasan mengurangi rasa bersalahnya di hatinya, tanpa merespon Amar.'Dan nggak masalah juga kali ya kalau aku nggak ng
'Tunggu, dari awal aku bekerja di sini aku sering pakai ini dan dari awal dia masuk sini dia sudah sering melihatku pakai ini juga! Kenapa baru ditegur sekarang?' Ada kebingungan dalam hati Rania."Maaf Tuan Clarke, saya akan segera salin pakaian saya.""Karyawan terbaik di perusahaan ini tapi tidak bisa menjaga dirinya sendiri dan menggunakan pakaian yang sopan! Pantas saja banyak karyawati di Light Up meniru gayanya yang sangat menjijikan!"'Dia salah minum obat kah sampai tumben pagi-pagi begini memprotes pakaianku? Apa dia mulai tidak benar lagi otaknya? Cari gara-garakah dia gara-gara yang semalem?' pikiran negatif makin menguasainya. Rania sedikit memicingkan mata dan dia berani menatap bosnya yang biasanya dia hindari sorot matanya itu."Salah dengan yang kukatakan?" Reza mengerutkan dahinya. Tapi Rania tak menjawab. Hanya diam menatapnya penuh emosi."David tunjukkan berita pagi ini padanya!""Baik pak!" sesegera mungkin David mendekat pada Rania dan menunjukkan apa yang ada
'Sudahlah, bukan urusanku. Apapun yang ingin dilakukan bersama dengan suaminya itu bukan urusanku. Aku tak ada hubungan apa-apa dengan suaminya.'Rania menghindar dan meminta waktu pada pelayan untuk lihat-lihat dulu.Dia heran pada dirinya sendiri kenapa sih dia tidak bisa melupakan pria dari masa lalunya? Padahal seharusnya mudah sekali jika dia ingin melupakannya apalagi sekarang matanya bisa melihat bagaimana Amar sangat mencintai putrinya.Bukankah dia hanya ingin membahagiakan Marsha? Bukankah Amar adalah pria yang tepat karena dia sangat mencintai putri Rania? Lalu kenapa Rania harus memikirkan ayah biologis putrinya yang tidak pernah mau mengerti tentang perasaannya dan juga tidak pernah tahu kehadiran putrinya? Pria yang tidak mau memikirkan tentang mereka. Bukankah sebaiknya harus dilupakan? Apalagi pria itu juga sudah memiliki kehidupan sendiri bersama dengan wanita yang dinikahinya.Sudah berapa kali Rania berpikir soal ini? Kenapa dia masih juga tetap bodoh memikirkan pri
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi