"Ganjen!"
"Mood booster Ran," bujuk Amar merengek."Enggak Amar! Sampai ikatan kita resmi!""Eh, pelit banget!""Bye Amar!"Rania memilih menyelamatkan hatinya dari mobil Amar sebelum pria itu melakukan modus lainnya.Rania belum siap! Rania takut jika dia bermain hati dengan Amar nantinya dia akan menyakiti Amar lebih dalam. Rania masih berpikir apakah keputusannya ini adalah yang paling tepat atau tidak?Menyerahkan dirinya pada Amar karena ingin kehidupan putrinya Marsha terjamin. Ini terkesan konyol. Menikah hanya karena uang. Apakah ini yang Rania inginkan? Apa tidak ada solusi lain untuknya?Pagi ini sesampainya di kantor pikiran ini yang merajai pikiran Rania."Selamat pagi Bu Rania!""Oh! Selamat pagi, Pak David, Selamat Pagi Tuan Clarke!"Rania sampai tak sadar kalau dia duduk melamun di kursinya dan tak tahu kalau bosnya sudah datang. Bahkan Rania tidak membukakan pintu untuk Reza. Tadi David yang menyapanya duluan sebelum pria itu membukakan pintu untuk CEO Light Up yang wajahnya tak ingin ditatap oleh Rania.'Aku gak bukain pintu, ada hukuman gak ya?'Rania yang kikuk berusaha berdiri dan sebetulnya dia agak ngeri juga kalau Reza nanti akan marah padanya.'Tapi kalau aku dipecat dari perusahaan ini juga tidak masalah kan? Aku akan menikah dengan Amar dan dia itu keluarganya pemilik departemen store. Pasti bisa mencukupi kebutuhanku dan Marsha'Namun setelah memikirkan ini dan membayangkan tentang kemarahan Reza juga sikap bosnya itu Rania secara tidak sadar menepis tentang keraguannya akan menjadi istri Amar. Itu malah seperti anugerah.Dilihat dari segi manapun akan lebih menyenangkan baginya jika tidak harus berhubungan dengan Reza lagi. Rania tidak harus memikirkan tentang masa lalunya. Rania juga tidak harus dimaki-maki setiap hari dan dikatakan tidak becus bekerja. Yang lebih menguntungkan, Rania bisa menghabiskan waktunya bermain bersama dengan putrinya dan tak perlu memikirkan besok berapa banyak uang yang akan dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan Marsha.Bukankah setiap wanita menginginkan kehidupan yang tenang dan terpenuhi semua kebutuhannya?Inilah yang membuat Rania berdiri tegak dan segera ke pantry menyiapkan apa yang seharusnya dibuatkan untuk bosnya."Permisi Tuan Clarke, ini cemilan pagi dan minumannya."Rania memasuki ruangan Reza tanpa ada beban seperti biasa. Dia terlihat lebih baik dari hari-hari kemarin karena tidurnya juga cukup jadi tidak terlihat lemas."Persiapkan untuk rapat nanti! Aku tidak mau ada staff yang terlambat. Segera informasikan pada mereka datang sebelum rapat dan siapkan agendanya.""Baik Tuan Clarke."Segi positif hubungan Rania dengan Amar membuat dirinya bisa lebih balance dalam menghadapi Reza. Rania bisa bersikap biasa dengan pikirannya mengingat masa kelamnya, menarik-narik membayangkan lukanya dengan mengalihkan pada pernikahannya yang akan berlangsung dengan Amar.Gambaran masa depannya nanti yang akan lebih bahagia dan ini membantunya lebih fokus pada pekerjaannya karena tak lagi dibayang-bayangi oleh kemarahan Reza dan ketakutannya akan dipecat."Permisi Tuan Clarke, ini laporan untuk rapat pagi ini."Rapat dimulai tadi jam sembilan, selesai jam sepuluh. Dan sekarang, baru seperempat jam berlalu Rania sudah masuk lagi ke ruangan Reza untuk menyerahkan laporannya. Ini lebih cepat dari biasanya."Aku tadi memberikanmu waktu sejam untuk membuatny. Kau yakin ini tidak ada lagi yang salah?""Silakan dicek dulu saja Tuan Clarke. saya sengaja membuatnya lebih cepat jadi kalau ada salah saya masih punya spare waktu untuk memperbaikinya."Rania dengan sikapnya yang terlihat datar dan sangat profesional membuat Reza penasaran dengan laporan tersebut dan dia pun melakukan yang disarankan sekretarisnya itu."Nanti jam sebelas aku akan meeting dengan klien. Bersiaplah! Hari ini kau ikut keluar denganku.""Baik Tuan Clarke," tenang dan damai Rania bicara.Dia pamit undur diri dan melakukan sesuai yang diperintahkan Reza. Tapi sebelumnya waktu yang tersisa Rania gunakan untuk menyelesaikan desk job yang juga menjadi tanggung jawabnya."Rania, kau sudah siap? Kita berangkat sekarang.""Oh sudah Pak David. Dan laporan untuk tugas hari ini sudah saya letakkan di ruangan bapak berkasnya dan filenya juga sudah saya kirimkan ke email bapak.""Oh, laporan dari masing-masing divisi itu ya?""Iya Pak David."Jam sebelas, David keluar lebih dulu dan dia menyapa Rania sambil menahan pintu ruangan Reza. David baru menutupnya setelah Reza keluar. Dan tentu saja CEO Light Up itu mendengar obrolan antara David dengan Rania di belakangnya saat mereka menuju ke arah lift."Oke deh, nanti aku cek. Makasih ya.""Sama-sama Pak David."Rania menghentikan bicara karena David juga sudah tidak membahas apa-apa lagi ketika mereka memasuki lift.Seperti kemarin, Rania mencoba menjaga sikapnya untuk tidak mengganggu bosnya termasuk saat dirinya ada di mobil bosnya. Rania menempati kursi yang sama hanya saja saat ini dia tidak diam, gugup dan kebingungan.Rania yang juga membawa tablet memilih fokus untuk mengecek ulang data-data yang harus dikerjakannya untuk besok. Dia merapikan dan telaten sekali mengecek satu demi satu.Sama dengan Reza yang ada di sisinya yang juga tak bicara, sibuk dengan laptopnya.Tak sama sekali Rania melirik ke sampingnya. Dia tak kepo lagi dan sikapnya sangat profesional karena semakin terlarut dengan desk job-nya."Apa yang kau kerjakan?" melihat Rania yang sibuk sendiri seharusnya tidak menarik perhatian Reza tapi entah kenapa dia malah bertanya begitu."Oh, ini untuk rapat besok Tuan Clarke. Saya mengingatkan pada divisi masing-masing tentang agenda untuk besok. Supaya mereka tidak lupa dan ini juga untuk mencocokkan catatan saya dengan catatan mereka jadi hasil eksekusi dari rapat tadi bisa lebih maksimal besok," ujar Rania, sambil menunjukkan apa yang memang ada di tabletnya."Hmm." Reza tak merespon lebih.Rania juga tidak mengharapkan lebih. Dia terkesan cuek dan kembali lagi mengerjakan pekerjaannya sampai mereka tiba di tempat tujuan, Rania tak mengganggu Reza."Selamat siang Tuan Clarke. Pak David dan ...""Rania, dia sekretarisku!""Oh ya, selamat siang Ibu Rania! Anda masih sangat cantik dan muda. Sekretaris Anda sangat luar biasa menarik sekali Tuan Clarke.""Aku rasa kedatanganku ke sini bukan untuk mendengar pujianmu pada sekretarisku kan?""Ah, iya, tentu saja. Dan ini proposal bisnis yang sudah kami buat Tuan Clarke."Setelah beberapa hari bekerja dengan Reza, Rania paham bagaimana tipe pria itu.Reza tidak suka membahas yang tidak ada hubungannya tentang bisnis. Sama dengan pertemuan siang itu, Reza bahkan tidak menyentuh jamuan makannya dan hanya fokus pada pembahasan dengan kliennya.Rania mencatat semuanya, dia cukup profesional dan memang tidak ada masalah yang dia timbulkan sampai rapat selesai."Apalagi agendaku hari ini David?""Kita ada rapat jam tiga di SSG. Setelah itu, jam lima, ada rapat internal pemegang saham SSG. Lalu jam tujuh, anda tadi meminta divisi keuangan Light Up untuk memberikan laporan dan ada teleconfrence meeting dengan kantor cabang di New York jam sembilan malam.""Oke. Kita ke SSG. Nanti teleconference di Light Up saja setelah aku melihat laporan keuangan. Dan kau, catat semuanya. Hasil kegiatanku hari ini aku ingin besok sudah ada di mejaku sebelum aku datang."'Itu artinya aku harus mengikuti semua agendanya hari ini kan?' Rania lemas.'Lalu gimana dong dengan rencana makan malamku dengan anakku dan Amar?'[Amar, maaf. Aku diminta lembur hari ini dan kayaknya aku baru selesai jam sepuluh atau sebelas malam. Nanti kamu nggak usah jemput aku. Bawa pulang aja Marsha. Aku bisa kok naik taksi online.]Rania tidak mungkin menolak permintaan bosnya apalagi dia masih jadi karyawan di Light Up. Makanya Rania dengan berat hati terpaksa membatalkan rencana Amar. Ada rasa bersalah karena pasti Marsha akan menagih Amar untuk jalan-jalan dan main Timezone.'Mungkin bisa weekend ini? Atau mungkin setelah aku dipecat dari perusahaan ini tiap hari aku bisa nganterin Marsha main Timezone?'Cuma Rania menghibur diri dengan rencana yang dibuat dalam benaknya itu. Dia berusaha profesional kembali ke pekerjaannya dan mengikuti semua yang diperintahkan oleh Reza.Hari ini ada keajaiban, Rania tidak mendapatkan amukan dari Reza seperti biasa di hari-hari sebelumnya. Rania juga bisa bekerja lebih tenang dan tidak ada lagi rasa takut dan cemas dalam hatinya. Setiap
"Amar, ya ampun! Mobilmu seperti pasar malem!" "Hasil karya princess Ran!"Amar hanya berbisik begitu saja tapi tetap mempertahankan senyumnya pada Rania yang justru terlihat kesal."Mana dia?" seru Rania dan meski emosi, dia juga masih menahan suaranya. Rania memang tak pernah mengomel di luar."Acha udah tidur. Aku sengaja membiarkannya tidur dan tidak membangunkannya, sudah malam soalnya."Amar memberi kode dengan matanya sehingga Rania menengok ke arah jok belakang tempat putrinya terlelap."Acha udah kerja keras Ran, karena hiasan di mobil dan lampu-lampu ini termasuk ucapan selamat ulang tahun adalah buatannya. Ini surprise dari kami berdua. Dia antusias banget loh buatnya!"Hiasannya sudah mengalahi mobil pengantin, Ada lampu kelap-kelip LED, dengan glow in the dark tulisan happy birthday, walaupun terkesan norak tapi memang ciri khas anak TK, sudah membuat mobil ranger rover Amar penuh warna.Terenyuh hati Rania. Dia tahu seberapa rewel putrinya kalau sudah punya keinginan,
"Kamu pakai dulu deh seatbelt-nya. Sini kuenya aku pegangin dulu.""Oh, iya makasih Mar."'Haduh, Kenapa aku bisa lupa kalau masih ada mereka dan aku tadi ngeloyor pergi gitu aja!'Sesaat setelah Rania menyerahkan kue dia ingin pasang seat belt makanya menatap ke arah kiri dan sadarlah dia kalau masih ada bayang-bayang beberapa orang berdiri di pintu masuk lobi kantornya. Pucatlah wajahnya."Sini kuenya aku udah selesai. Yuk cepetan kita pulang Mar, kesian Acha!" Rania ngeri berlama-lama di sana. Untuk sekarang Rania memilih menghindar."Hmm. Ngomong-ngomong soal Acha, tadi itu seru loh ngeliatin Acha yang nyeritain tentang ulang tahunmu sama temen-temennya di sekolah pas udah bubaran kelas," sambil menginjak pedal gasnya Amar sambil bercerita.'Tapi seharusnya nggak masalah dong buat aku kalau tadi Amar kasih surprise ulang tahunku di sana ya?' Rania mencoba mencari alasan mengurangi rasa bersalahnya di hatinya, tanpa merespon Amar.'Dan nggak masalah juga kali ya kalau aku nggak ng
'Tunggu, dari awal aku bekerja di sini aku sering pakai ini dan dari awal dia masuk sini dia sudah sering melihatku pakai ini juga! Kenapa baru ditegur sekarang?' Ada kebingungan dalam hati Rania."Maaf Tuan Clarke, saya akan segera salin pakaian saya.""Karyawan terbaik di perusahaan ini tapi tidak bisa menjaga dirinya sendiri dan menggunakan pakaian yang sopan! Pantas saja banyak karyawati di Light Up meniru gayanya yang sangat menjijikan!"'Dia salah minum obat kah sampai tumben pagi-pagi begini memprotes pakaianku? Apa dia mulai tidak benar lagi otaknya? Cari gara-garakah dia gara-gara yang semalem?' pikiran negatif makin menguasainya. Rania sedikit memicingkan mata dan dia berani menatap bosnya yang biasanya dia hindari sorot matanya itu."Salah dengan yang kukatakan?" Reza mengerutkan dahinya. Tapi Rania tak menjawab. Hanya diam menatapnya penuh emosi."David tunjukkan berita pagi ini padanya!""Baik pak!" sesegera mungkin David mendekat pada Rania dan menunjukkan apa yang ada
'Sudahlah, bukan urusanku. Apapun yang ingin dilakukan bersama dengan suaminya itu bukan urusanku. Aku tak ada hubungan apa-apa dengan suaminya.'Rania menghindar dan meminta waktu pada pelayan untuk lihat-lihat dulu.Dia heran pada dirinya sendiri kenapa sih dia tidak bisa melupakan pria dari masa lalunya? Padahal seharusnya mudah sekali jika dia ingin melupakannya apalagi sekarang matanya bisa melihat bagaimana Amar sangat mencintai putrinya.Bukankah dia hanya ingin membahagiakan Marsha? Bukankah Amar adalah pria yang tepat karena dia sangat mencintai putri Rania? Lalu kenapa Rania harus memikirkan ayah biologis putrinya yang tidak pernah mau mengerti tentang perasaannya dan juga tidak pernah tahu kehadiran putrinya? Pria yang tidak mau memikirkan tentang mereka. Bukankah sebaiknya harus dilupakan? Apalagi pria itu juga sudah memiliki kehidupan sendiri bersama dengan wanita yang dinikahinya.Sudah berapa kali Rania berpikir soal ini? Kenapa dia masih juga tetap bodoh memikirkan pri
"Ini laporan rapat dari divisi kami, Rania!""Makasih ya, Bu Nita!"Rania lalu pergi lagi setelah dia mendapatkan data yang dia inginkan."Yang ini dari hasil laporan divisiku. Sukses ya Rania!""Makasih Pak Cahyo, ya!"Rania keluar lagi dari ruang divisi dan sudah naik lift lagi menuju ke divisi selanjutnya. Terus-terusan mengumpulkan laporan."Makasih, Bu Lidya. Lega aku semua data kekumpul. Aku mau ke mejaku buat laporannya dulu ya,""Iya Rania, semangat ya. Kamu nggak usah pikirin macam-macam emang CEO kita ini agak gila. Kamu yang sabar ya jadi sekretarisnya!"Terharu hati Rania melihat kebaikan para staf di kantornya. Padahal Rania tak cerita apa-apa soal dirinya yang diminta Reza menyelesaikan tugasnya. Awalnya saat Reza meminta Rania menyelesaikan laporan, Rania kebingungan karena dia tidak ada di rapat itu. Ke mana dia harus cari informasinya?'Untung aja aku dapat pesan Whatsapp dari Pak David dan bilang kalau sebaiknya aku coba hubungin di divisi lain. Untung dia masih bai
"Carrot! Sejak kapan aku suka makan carrot? Dan kenapa dipiringku selalu ada carrot?"ACHA GA MO WOLTEL MAMA! ACHA GA SUKA!Selintas setelah mendengar ucapan Reza, Rania jadi terngiang-ngiang kata-kata putrinya yang memang suka sayur apapun tapi tidak dengan wortel. Marsha sangat tidak menyukai wortel.Rania tidak pernah tahu sebelumnya kalau Reza tidak menyukai wortel. Rania kembali berpikir apakah ada yang dia lupa saat dulu dia bersama dengan Reza?Pria itu memang tidak pernah menceritakan makanan yang dia suka dan tidak suka. Tapi seharusnya di catatan Pak Bagus ada.Apakah dia membaca cepat-cepat sampai dia tidak fokus?"Harusnya sebagai sekretarisku kau tahu makanan ini tidak mungkin bisa kumakan. Di pertemuan lalu juga aku tidak memakan makananku. Harusnya kau berpikir apa yang salah dengan makanan ini bukan diam saja dan menghabiskan makananmu. Apa sulit untuk sedikit peka?""Sa-saya--""Kenyang kau sekarang?”Mau bilang apa Rania? Dia juga bingung dan sudah nge-dredeg jantung
"Pak Reza, maaf menginstruksi karena Ibu Rania tidak bersalah dan dia bersih," untung saja Bagus segera mengoreksi kata-kata Reza.Tapi bosnya tak mengatakan apapun dan tak juga menatap Rania.Reza membiarkan petugas membawa para manajer kelas atas dari Light Up. Sehingga ruangan itu hanya tinggal menyisakan Bagus, David, Reza dan Rania yang sedikit canggung.Dia sama sekali tidak tahu kalau petinggi-petinggi dari perusahaan tempatnya selama ini menggantungkan perekonomian sudah berbuat curang pada perusahaan sampai dia mendengar semua penjelasan dari Bagus yang menceritakan secara detail pada Reza."Jadi staff baru sudah kau siapkan?""Sudah, Pak Reza. Mereka akan mulai bekerja senin depan. Dan Kita akan melakukan sosialisasi pada para karyawan. Memberitahukan kepada mereka apa alasan pencidukkan mereka dan tentu saja meminta mereka untuk bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin baru di perusahaan ini."Sayang! wah, aku meneleponmu tadi tapi tidak aktif nomor teleponmu! Ternyata kau di
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi