‘Haduh, bagaimana ini?'
Hati Rania ciut mendengar pernyataan bos barunya. Tapi apa yang bisa dia katakan sebagai pembelaan agar tidak dipecat?
“.... anggap saja kita tak saling mengenal, Sweet J.”
Rania masih ingat betul apa yang dikatakan Reza Fletcher Clarke di hari terakhir pertemuan mereka dulu. Rania yakin, Reza masih mengenali wajahnya. Tapi sikapnya tetap dingin dan menunjukkan seolah mereka tak pernah ada hubungan satu dengan lainnya.
Melihat kesalahanya barusan, Rania dihadapkan pada keputusan pahit Reza yang membuatnya bisa kehilangan sumber mata pencarian satu-satunya. Reza memang tak pernah benar-benar peduli padanya. Hanya sebatas sugar baby-nya dulu. Kontrak selesai, hubungan mereka selesai juga.Perih dan sedih hati Rania memikirkan nasib dirinya dan putri satu-satunya itu. Rania yakin, Reza juga tak akan mau mengakui anaknya dan Rania juga belum tahu bagaimana kehidupan Reza sekarang.Tapi satu hal yang Rania tahu, dia akan mengalami masalah finansial seandainya dipecat. Uang dan tabungannya sudah habis untuk beli apartemen, melunasi mobil bekas dan membayar biaya masuk sekolah putrinya.Bagaimana dia menyekolahkan Marsha dan memenuhi biaya kebutuhan hidup mereka?"Pak Reza, tanpa mengurangi hormat saya terhadap Bapak dan tanpa berniat untuk menintervensi keputuan Bapak, saya rasa, memecat Ibu Rania ini bukan keputusan yang tepat berdasarkan pengalaman saya bekerjasama dalam satu tim dengannya."Rania yang sudah tak punya harapan lagi itu tak menyangka kalau Pak Bagus, atasannya dulu masih mau membelanya di hadapan Reza."Apa dia memberikan keuntungan lebih dari kecantikan dan tubuhnya sampai Bapak mau membelanya?"Rania meremas tangannya. Hatinya merasa terhina sekali mendengar ucapan Reza. Tapi bisa apa dia? Membuka masa lalunya dengan Reza hanya akan membuat orang menghinanya. Lagipula, mana ada bukti dia bersama Reza? Selama kebersamaan mereka, Rania dilarang merekam atau bahkan mengambil foto. Semua hanya tersimpan dalam ingatannya."Oh, maaf Pak Reza, bukan ke sana alasan saya, tapi Bapak bisa melihat kinerja Ibu Rania," untung Pak Bagus membelanya lagi. Pak Bagus bahkan menyebut prestasi Rania yang selalu masuk dalam jajaran karyawan terbaik perusahaan mereka. Tak hanya itu, Pak Bagus bahkan sampai memberikan data lengkap Rania, beserta prestasinya di sini."Saya tidak menganggap kecelakaan yang tadi di dekat podium itu sebagai kesalahan sederhana. Saya rasa itu cukup fatal, dengan Ibu Rania menjatuhkan botol minuman Bapak dan pecahan belingnya berserakan juga airnya menciprati pakaian Bapak, membuat karyawan riuh dan suasana sejenak tak terkendali. Ini memang sangat buruk sekali apalagi itu adalah pidato perdana Bapak di Light Up."Bagus juga mengakui kalau kecerobohan Rania yang memang tidak disengaja itu membuat mood Reza jadi buruk dan ini menghinakannya. Hanya saja Bagus punya perhitungan sendiri sampai dia mau bersuara di pihak Rania."Saya yakin, Bapak memiliki perhitungan yang matang. Dan saya rasa, akan sulit sekali mencari sekretaris dengan kinerja seperti ibu Rania dalam waktu singkat. Jika saya boleh memohon, berikanlah Beliau kesempatan untuk membuktikan kalau selama ini penilaian dari Light Up dan penilaian saya pribadi tentang kinerjanya memang bisa memberikan pengaruh positif pada perkembangan perusahaan."Rania sungguh tak menyangka kalau Bagus mau membelanya sampai sejauh itu.Sungguh terharu Rania, karena selama ini tak pernah ada orang yang berdiri untuk menolongnya. Dia selalu berusaha sendiri, mengangkat dirinya sendiri dan ini pertama kalinya ada seseorang yang mau menunjukkan sisi positif dari dirinya."Katakan padaku penilaian subjektif Anda menceritakan tentang kelebihannya, Pak Bagus!" tegas Reza akhirnya."Selain sebagai atasan Rania, saya juga memposisikan diri sebagai ayah, Pak. Untuk anak seusia Ibu Rania … dia terbilang sangat profesional. Saya hanya menyayangkan saja kalau kita melepas SDM berkualitas, Pak Reza."Sejenak Reza diam. Dia kembali lagi membuka berkas yang tadi ditunjukkan Bagus, sebelum matanya memindai Rania dan bicara, "Semoga Anda bisa profesional!" serunya.sesaat sebelum Rania menunduk karena tak sanggup menatap mata pria yang kini membuat hatinya seperti ditusuk ratusan pisau.Rindu, ingin memeluknya. Tapi ada sakit mengingat masa lalunya. Terluka dengan penghinaannya meski tetap tak pernah bisa melupakan manis saat bersama dengannya membuat Rania sulit untuk menstabilkan degup jantung yang mulai meningkat karena lonjakan adrenalin di tubuhnya itu. Rania takut dia justru menangis dan ketahuan tak bisa terlihat profesional.Bagaimana nasib putrinya nanti?"Pak Bagus adalah orang kepercayaan dari kakekku dan dia sudah bekerja puluhan tahun di perusahaan Shining Star Group. Karena itu aku mempertahankanmu." Rania mendengar ucapan Reza ini sambil dia menunduk. "Tapi ingat jika dalam sebulan tak ada perubahan dari sikapmu, maka aku minta tanpa melihatku lagi, letakkan surat pengunduran dirimu di meja kerjamu!"Sebulan, waktu percobaan yang diberikan oleh Reza pada Rania. Sebulan, waktu yang dibutuhkan oleh Rania untuk menunjukkan bahwa dirinya sangat potensial dan bernilai untuk dipertahankan. Dan apakah dalam waktu sebulan Rania bisa menunjukkan kemampuannya kalau dia memang karyawan terbaik seperti yang dikatakan Pak Bagus?**
BRAAAK!"Apa begini cara kerjamu?"Rania kaget. Selama dia bekerja di Light Up, dia tidak pernah membuat kesalahan sampai dibentak begini. Semua yang pernah menduduki kursi CEO di Light Up pasti tahu kalau kerjaannya sangatlah rapi dan tidak pernah menimbulkan kesulitan untuk mereka."Seminggu aku melihat cara kerjamu sangat buruk! Membuat laporan rapat saja tak becus!"Tapi saat ini berbeda! CEO baru di perusahaan itu tampak marah dan kecewa berat dengan hasil laporannya. Rania tak tahu salahnya di mana. Dia merasa sudah melakukan sebaik mungkin dan mencatat semuanya dengan sangat rapi. Tidak ada yang terlewat satupun tapi apa yang membuat bos barunya itu tidak puas dengan kerjanya?"Maaf Pak Reza, bisa tolong bapak beritahukan pada saya di mana yang kurang?""Kamu punya otak tidak?"Sentakan yang membuat Rania lagi-lagi diam dan tak berani memandang wajah pria yang kini duduk bersandar di ergonomic chair-nya,"Kamu ceroboh, sering bengong saat bekerja, tak fokus. Ditambah lagi, mengurus jadwal berantakan. Kemarin, laporanmu membuatku terlihat bodoh di rapat dengan kantor pusat Shining Star Group! Masih berani bertanya kurangnya di mana?"Pagi ini Reza terlihat emosional. Lebih dari hari-hari sebelumnya. Rania sampai gemetar melihat mata Reza yang seakan ingin mencabik tubuhnya."Masalah seperti itu saja harus aku yang memberitahukan di mana letak kesalahannya?”Rania mengakui semua kesalahannya yang lain itu karena masih sulit baginya untuk berkonsentrasi dan profesional.Hampir enam tahun ini Rania memang selalu dihantui bayang-bayang Reza. Dia tak pernah bisa melupakan pria yang seharusnya dibencinya karena sakit yang sudah ditorehkannya itu.Tapi Rania tak bisa! Sekarang makin sulit karena setiap hari mereka bertemu. Rania mencoba profesional soal sikapnya, tapi ini susah kalau sedang bersama Reza. Ada saja kecerobohan Rania yang membuatnya kena omel.Rania memang betul-betul tidak tahu di mana kurangnya yang membuat bosnya mencak-mencak."Ehm, ba-baik pak. Saya akan mengecek lagi semuanya dan saya akan memberikan laporan yang baru.""Baca ulang! Setengah jam lagi rapat evaluasi. Aku ingin, lima belas menit lagi laporan itu sudah ada di mejaku. Jangan membuatku pusing membacanya seperti kemarin di rapat internal SSG."Berkas yang dilaporkan oleh Rania itu tebalnya dua puluh lima halaman. Kalau dia ingin tahu di mana saja letak kesalahan yang dibuatnya maka Rania harus membaca ulang semuanya. Dan dia hanya diberikan waktu lima belas menit?Apakah orang di hadapannya itu sakit jiwa?Rania yang ketakutan, sempat gugup dan mengangguk saja. Meninggalkan Rania dan berkas yang berhamburan seorang diri, Reza kini sudah sibuk bersama asistennya, David. Mereka membahas proyek lain, seolah kehadiran Rania hanyalah embusan angin.Rania tidak tahu harus menangis atau tertawa melihat ini.Orang yang dihadapannya memang benar-benar tidak punya perasaan, seperti yang para karyawan Light Up pikirkan.Setelah keluar dari ruangan CEO, Rania duduk di mejanya dan mulai memperhatikan tulisan di kertas demi kertas.“Apa yang salah?” Rania memijat kepalanya yang berdenyut hebat. Semua laporan sudah sesuai dengan standar yang sudah dibuat oleh perusahaan mereka. Tak ada satupun yang kurang, menurutnya. “Jadi apa yang harus diperbaiki lagi?”Sedangkan waktu terus saja bergulir, tapi Rania belum tahu juga di mana letak kesalahannya.BRAAAK!"Apa kau pikir perusahaan ini tempat bermain untukmu?" sentak bosnya. "Ke mana logikamu, hmm? Masalah seperti ini saja kamu tidak tahu di mana kesalahanmu?" Seperempat jam sudah berlalu dan Rania sudah kembali dipanggil ke ruangan Reza. "Gunakan otakmu, bukan perasaan! Ini yang kamu bilang profesional?!"Kalimat itu menghujam dalam relung hati Rania. Rania tak sama sekali bermain perasaan apalagi menjadikan perusahaan tempat bermain. Kenapa dia menduga begitu?"Maaf Pak. Saya di sini sudah berusaha untuk profesional dan saya sudah menanyakan pada Bapak di mana letak kesalahan sebelumnya."Rania tadinya memang menunduk. Tapi karena tak mau disalahkan lagi, Rania memberanikan diri menatap Reza eyes to eyes. Sudah cukup Rania mengalah. Dia sudah gerah. Ada batasan kesabarannya yang sudah tak bisa lagi ditoleransi dan ini membuat Rania lebih berani membela diri.
"Bukankah sebagai seorang atasan yang tahu di mana letak kesalahan bawahannya akan lebih baik jika Bapak memberitahukan pada saya agar ke depannya saya tidak akan lagi melakukan kesalahan yang sama?"
“Jadi, begini karyawan terbaik Light Up?” Rentetan kalimat penuh emosi Rania yang nyaris membuat napasnya sesak itu disambut dengan kalimat dingin Reza. Mata pria itu menatap sanksi pada Rania yang berdiri dengan tubuh gemetar menahan kesal. “Pantas saja perusahaan ini bangkrut dan hasil data menunjukkan kemunduran dari tahun ke tahun. Ayo David!”BRAK!Rania meringis pelan ketika pintu sudah ditutup keras dan dirinya tinggal seorang diri di sana, sementara Reza dan David–asistennya sudah pergi menghadiri rapat.Bukankah statusnya sebagai sekretaris CEO Light Up Rania harus membantu bos-nya meski ada notulen rapat juga, itu masih kewajibannya hadir mendampingi bosnya, bukan?Tapi Kenapa Reza tadi pergi begitu saja tanpa mengajaknya? Ataukah Rania disuruh mencari lagi semua kesalahannya dari kertas-kertas yang disebar di seluruh ruangan itu dan tak perlu ikut rapat? Atau dia harus bergegas ke sana sekarang karena bosnya sudah pergi duluan?Atau yang terburuk, apa dia sudah dipecat?Kep
“Hai, Sayang!”Wanita itu mendudukkan dirinya di atas pangkuan Reza. Tak lupa, tangannya ia kaitkan di leher sang CEO dengan manja. "I miss you honey! Daddy tadi meneleponku. Dia mengingatkan tentang makan malam keluarga nanti malam. Kamu nggak akan lembur lagi dan kita bisa dinner bareng keluargaku, kan Sayang? Daddy dan mommy sudah sangat merindukan kita, loh."'I-itukah istrinya?'Rania jadi berpikir demikian, sebab wanita itu begitu bangga memamerkan kemesraan mereka di hadapan David, juga dirinya. Terlebih, Reza yang tidak menolak perilaku manja wanita itu, tak mungkin wanita itu bukan siapa-siapa, kan?Tentu tak ada yang bisa dilakukan oleh Rania selain menunduk dan menelan salivanya berusaha untuk tidak mengubah mimik wajahnya dan terlihat biasa saja selama ada dalam ruangan Reza."Hmm, kita akan ke sana.""Yes! Makasih ya Sayang, daddy pasti seneng banget kalo kita dateng. muah!"Bibir wanita itu kembali mengecup Reza yang membuat hati Rania semakin remuk. Sesuatu yang menyesa
"Amar?"“Iya! Om Amal ada di dalem temenin Acha main!”Rania kaget ketika melihat kerajinan tangan yang dipegang oleh anaknya berupa kalung yang dibuat dari manik-manik. Nama pria yang barusan disebut putrinya melingkar di sana, membuat Rania terusik."Hai Rania! Marsha sudah panggil aku, kayaknya aku gak bisa sembunyi lagi deh."Rania langsung menatap sosok yang berjalan mendekat padanya dan Marsha. "Amar? Kenapa kamu bisa ada di sini?""Sekolah ini punya tanteku, Rania. Tante Soraya, istrinya Om Ardy.""Bu Raya?""Hmm. Kebenaran banget ya! Ponakanku ini seneng banget loh liat Marsha sekolah di sini,"Tiba-tiba, Soraya yang barusan namanya disebut juga ikutan mendekat."Amar sama Marsha itu lengket banget. Pokoknya kalau Amar udah dateng, Marsha cuma mau sama dia. Apa-apa berdua, sampe makan aja maunya disuapin sama Amar!" Rania berdiri dengan canggung, terlebih saat ia melihat senyum dari Amar yang terus-terusan dipuji Soraya."Jangan bilang, kamu udah rencanain ini, Mar?” Pandanga
"Kalau kamu memang serius denganku, Aku ingin kamu menikahiku paling lambat di akhir bulan ini," akhirnya Rania memberikan kesempatan"Pasti aku penuhi syarat tadi Rania! Dan terima kasih ya untuk kesempatan yang sudah kamu berikan padaku. Aku akan berjuang untuk menjadi papa yang baik bagi Marsha!"Wajah kegembiraan dari Amar yang sudah berjuang bertahun-tahun untuk meluluhkan hati Rania memang tidak bisa ditutupi lagi.Dia sangat senang karena perjuangannya akhirnya membuahkan hasil. Tapi tidak dengan Rania yang merasa dirinya seakan sangat kejam pada Amar. Rania bahkan kesal pada dirinya yang seakan ingin menolak tubuh amar dan mendorongnya saat pria itu mengecup dahinya dan memeluk Rania untuk mengungkapkan semua rasa bahagianya."Pulang Mar. Udah malam nih. Aku nggak enak kalau kamu ada di sini malam-malam begini karena kita udah sama-sama dewasa."Rania tahu Dia kejam dengan menyuruh Amar seperti itu karena memang dia tidak memiliki rasa apapun di dalam hatinya untuk seseorang ya
"Ganjen!""Mood booster Ran," bujuk Amar merengek."Enggak Amar! Sampai ikatan kita resmi!""Eh, pelit banget!""Bye Amar!"Rania memilih menyelamatkan hatinya dari mobil Amar sebelum pria itu melakukan modus lainnya.Rania belum siap! Rania takut jika dia bermain hati dengan Amar nantinya dia akan menyakiti Amar lebih dalam. Rania masih berpikir apakah keputusannya ini adalah yang paling tepat atau tidak?Menyerahkan dirinya pada Amar karena ingin kehidupan putrinya Marsha terjamin. Ini terkesan konyol. Menikah hanya karena uang. Apakah ini yang Rania inginkan? Apa tidak ada solusi lain untuknya?Pagi ini sesampainya di kantor pikiran ini yang merajai pikiran Rania."Selamat pagi Bu Rania!""Oh! Selamat pagi, Pak David, Selamat Pagi Tuan Clarke!"Rania sampai tak sadar kalau dia duduk melamun di kursinya dan tak tahu kalau bosnya sudah datang. Bahkan Rania tidak membukakan pintu untuk
[Amar, maaf. Aku diminta lembur hari ini dan kayaknya aku baru selesai jam sepuluh atau sebelas malam. Nanti kamu nggak usah jemput aku. Bawa pulang aja Marsha. Aku bisa kok naik taksi online.]Rania tidak mungkin menolak permintaan bosnya apalagi dia masih jadi karyawan di Light Up. Makanya Rania dengan berat hati terpaksa membatalkan rencana Amar. Ada rasa bersalah karena pasti Marsha akan menagih Amar untuk jalan-jalan dan main Timezone.'Mungkin bisa weekend ini? Atau mungkin setelah aku dipecat dari perusahaan ini tiap hari aku bisa nganterin Marsha main Timezone?'Cuma Rania menghibur diri dengan rencana yang dibuat dalam benaknya itu. Dia berusaha profesional kembali ke pekerjaannya dan mengikuti semua yang diperintahkan oleh Reza.Hari ini ada keajaiban, Rania tidak mendapatkan amukan dari Reza seperti biasa di hari-hari sebelumnya. Rania juga bisa bekerja lebih tenang dan tidak ada lagi rasa takut dan cemas dalam hatinya. Setiap
"Amar, ya ampun! Mobilmu seperti pasar malem!" "Hasil karya princess Ran!"Amar hanya berbisik begitu saja tapi tetap mempertahankan senyumnya pada Rania yang justru terlihat kesal."Mana dia?" seru Rania dan meski emosi, dia juga masih menahan suaranya. Rania memang tak pernah mengomel di luar."Acha udah tidur. Aku sengaja membiarkannya tidur dan tidak membangunkannya, sudah malam soalnya."Amar memberi kode dengan matanya sehingga Rania menengok ke arah jok belakang tempat putrinya terlelap."Acha udah kerja keras Ran, karena hiasan di mobil dan lampu-lampu ini termasuk ucapan selamat ulang tahun adalah buatannya. Ini surprise dari kami berdua. Dia antusias banget loh buatnya!"Hiasannya sudah mengalahi mobil pengantin, Ada lampu kelap-kelip LED, dengan glow in the dark tulisan happy birthday, walaupun terkesan norak tapi memang ciri khas anak TK, sudah membuat mobil ranger rover Amar penuh warna.Terenyuh hati Rania. Dia tahu seberapa rewel putrinya kalau sudah punya keinginan,
"Kamu pakai dulu deh seatbelt-nya. Sini kuenya aku pegangin dulu.""Oh, iya makasih Mar."'Haduh, Kenapa aku bisa lupa kalau masih ada mereka dan aku tadi ngeloyor pergi gitu aja!'Sesaat setelah Rania menyerahkan kue dia ingin pasang seat belt makanya menatap ke arah kiri dan sadarlah dia kalau masih ada bayang-bayang beberapa orang berdiri di pintu masuk lobi kantornya. Pucatlah wajahnya."Sini kuenya aku udah selesai. Yuk cepetan kita pulang Mar, kesian Acha!" Rania ngeri berlama-lama di sana. Untuk sekarang Rania memilih menghindar."Hmm. Ngomong-ngomong soal Acha, tadi itu seru loh ngeliatin Acha yang nyeritain tentang ulang tahunmu sama temen-temennya di sekolah pas udah bubaran kelas," sambil menginjak pedal gasnya Amar sambil bercerita.'Tapi seharusnya nggak masalah dong buat aku kalau tadi Amar kasih surprise ulang tahunku di sana ya?' Rania mencoba mencari alasan mengurangi rasa bersalahnya di hatinya, tanpa merespon Amar.'Dan nggak masalah juga kali ya kalau aku nggak ng
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi