"Lagi-lagi karena uang?"
"Ya. Aku tidak bisa membebanimu soal uang. Dan pakaian itu tidak layak untukku. Terlalu bagus maksudku, tidak bisa lah!"
Caca memejamkan matanya sambil bergidik dan menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak mau membuat mindset ku berpikir kalau aku ini orang kaya. Sudah cukup seperti ini kondisinya. Kumohon jangan buat aku harus bergantung padamu."
"Aku mengerti."
Tentu saja Amar cukup pintar untuk tahu apa maksud dari ucapan Caca.
Menggunakan uang oran
"Kita sudah sampai. Ayo turun.""Di sini?""Ya."Amar yang sudah mematikan mesin mobilnya kini melirik Caca sambil mengangguk."Kau keberatan?""Tidak. Tapi kurasa sangat mewah sekali kalau siang-siang kita makan di menara Paris.""Hehehe. Kau sudah lama tinggal di Prancis?”"Tentu saja."Caca pun mengangguk
"Hahaha. Amar kau memang orang yang pandai sekali bercanda.""Bercanda? Bagaimana kalau aku serius?""Sudahlah aku mau makan dessertku. Jangan menggodaku lagi. Dan jangan bercanda di waktu makan!"Caca mengangkat gelas dessertnya dan dia sudah menyiduk apa yang ada di dalam sana. Sesuatu yang lumer dan membuatnya menikmati rasanya. Caca sengaja membuat mulutnya penuh dengan makanan dan dia juga mengangkat jempolnya menunjukkan kalau rasa dessert itu sangat enak karena tak ingin lagi Amar menggodanyaTapi sekarang kenapa dia juga hanya melihatku saja? Masih mau membuatku geerkah? Pandai sekali dia. Aku heran kenapa wan
"Ehem, kalau kita kelamaan duduk di sini kurasa otakku akan rusak jadi sebaiknya ayo cepat-cepat kita ke menara Eiffel. Sebelum ramai dengan turis yang berfoto!"Tak mau berkomentar dengan yang tadi diucapkan Amar, Caca sudah berdiri dan menarik tangan Amar."Tapi tadi kau belum menghabiskan dessertnya. Masih ada satu suap lagi.""Aku sudah kenyang! Ayo cepat!"Caca bahkan berjalan terburu-buru sekali sambil menarik tangan Amar menuju ke tempat yang diinginkan olehnya."Terburu-buru sekali, tidak bisakah jalannya lebih pelan sedikit?"
"Sssh, maaf, deh."Caca meringis dan dia juga merasa bersalah pada Amar karena sudah menyusahkannya"Kau menahan sakit?"Amar melihat dari mimik muka Caca yakin sekali kalau wanita itu tidak baik-baik saja matanya pun mengarah ke mana tangan kanan Caca memegang karena tangan kirinya berada di pundak Amar."Kakimu sakit?"Caca belum menjawab tapi Amar sudah yakin sekali sakitnya Caca karena kakinya"Sepatumu.”Tak perlu dijelaskan lagi.Amar mendorong mundur tubuh Caca pelan sehingga dia kembali duduk di kursi taman itu."Aku nggak papa kok.""Nggak apa-apa apanya. Kakimu lecet. Ya ampun sampai berdarah begini. Sejak kapan kamu menahan sakit dan nggak bilang sama aku?""Maaf deh.""Aku tadi buka sepatumu ini sulit sekali. Nomornya kekecilan?""Kayaknya percuma aku nutupin semuanya sama kamu. Kamu udah lama di dunia fashion tentu tahu apa yang terjadi padaku."Caca menyerah. Dia tidak lagi berani melawan Amar yang sudah menebak segalanya benar."Kenapa dipaksain pakai sepatu ini?""Ngga
"Fuuuh, akhirnya mobil itu terlihat juga."Setelah berjalan lumayan jauh hampir 1 km AmaR tiba juga di tempat dia parkir mobil. Memang agak jauh dari pelataran Eiffel.Ini wajar. Karena mereka memang tidak ada tempat parkir yang disediakan di dekat sana kecuali central parkir."Maaf ya apa aku terlalu berat?"Senyum-senyum Amar ketika mendengarnya saat dia sudah mendudukkan wanita yang tadi digendongnya di dalam mobil."Kau tidak menjawabku, apa aku berat?”"Ya mungkin sekitar sekarung beras lebih sedikit.”"Hei. Kau menyamakanku dengan beras?"Caca tak terima. Dia agak sewot dengan Amar."Kalau begitu kutanya padamu berapa berat badanmu?""53 kilo," jawab Caca jujurDengan tingginya yang hampir 170 cm tentu saja berat badannya masih tergolong rendah.Jauh dari berat badan ideal yang seharusnya. Lalu kenapa dia harus dibilang berat oleh Amar?"Sekarang aku tanya padamu. Berat karung beras rata-rata berapa?""Aku tidak pernah beli beras.”" Berat karung terigu?” Amar mengganti topiknya
"Eh?"Kaget lah Caca mendengar penjelasan Amar barusan."Hehe, nggak usah kayak gitu mukanya. Aku nggak akan maksa kamu ngelakuin itu. Tapi tadi itu opsi karena kamu bertanya saja makanya aku kasih tahu apa sebenarnya yang terbaik untuk membuat orang tuaku tidak lagi menggangguku."Amar tahu apa yang dikatakannya itu bukan sesuatu yang mudah. Apabila terjadi kesepakatan antara Caca dan Amar untuk menjalankan rencana tersebut maka akan ada ikatan jika rencana mereka berhasil. Mau tidak mau apa yang diminta oleh Amar itu adalah bagian dari mereka berdua. Jadi memang dia tidak yakin Caca akan mengatakan setuju."Maaf tadi aku itu cuman kag
Meskipun aku tahu dia mengatakan itu karena ada anaknya saja dan dia mau menjagaku juga tapi tetap aku merasa seperti aku terlindungi. Apa yang salah dengan diriku? Kenapa aku seperti mengharapkan sekali perhatian dari pria ini? Seperti aku nyaman dengan perhatiannya.Caca sebetulnya hanya tersenyum saja mendengar celetukan Amar barusan. Tapi hatinya memang merasa sangat bahagia sekali.Dia tidak bisa menampik di dalam sana ada rasa yang tidak bisa dilupakannya."Kau pandai sekali bercanda.""Hehehe. Aku seriuslah. Aku tidak mungkin membuang anak istriku. Oh ya jadi kau ingin aku yang menentukan kita pakai cara yang ma
"Maaf ya mamaku cerewet sekali.""Tapi aku senang dengan perhatian yang mamamu berikan padaku. Dia sangat baik sekali."Pembahasan pertama yang mereka bicarakan saat Amar sudah masuk ke dalam kamar tidurnya. Dia mengunci pintu tanpa menurunkan Caca dari kedua tangannya."Eh kita mau ke mana? Sofa di sana."Amar masih tetap berjalan menuju wardrobe makanya Caca penasaran. Bukankah seharusnya Amar mendudukkannya di sofa kalau di tempat tidur khawatir kotor?"Mau membersihkan kakimu. Supaya tidak ada infeksi dan kita langsung bersihkan lukanya nanti.”