"Presdir." panggil Hedy pada Mahendra ketika dilihatnya atasannya sudah keluar dari apartemen.Sambil jalan, Mahendra memasang dasinya. Pria itu hanya melirik sebentar ke arah asistennya demi menanggapi panggilan barusan dengan gumaman rendah dan singkat. Kedua pria itu kemudian berjalan memasuki lift menuju ke lantai basment untuk mengambil mobil yang akan membawa mereka ke tempat tujuan.Setibanya di tempat parkir, Mahendra membuka sendiri pintu mobilnya lalu mengambil duduk di kursi belakang. Ia mengambil dokumen yang telah disiapkan oleh Hedy untuk dirinya cek kembali. Sedangkan Hedy yang bertugas menyetir di hari itu."Apa kau sudah cek langsung soal pertemuan ini, Hed?" tanya Mahendra masih belum yakin dengan berita yang tadi malam dia dengar."Sekretarisnya langsung yang menghubungi saya, Presdir." jawab Hedy singkat."Aku ingat terakhir kali sebelum aku memutuskan pergi dari rumahnya, dia berkata tidak akan mau memiliki kerja sama denganku jika aku memutuskan pergi langsung ta
"Tolong, duduk dulu." Pinta Rafael dengan suara lembut. Awalnya Shena enggan duduk di sebelah Rafael. Setelah apa yang terjadi pada mereka berdua, dia tidak bisa berpura-pura tidak pernah menyakiti pria baik ini yang ia tahu telah mencintainya sejak lama. Begitu pula dengan dirinya. Meskipun perasaan lama di hatinya telah tergantikan dengan sosok pria lain, tapi tetap saja tidak mengubah fakta bahwa dulunya, dia mengangumi pria di depannya ini."Shena. Please, duduklah, jangan berdiri saja." ucap Rafael lagi mengingatkan.Ragu-ragu, Shena akhirnya bersedia duduk di sebelah Rafael.Lorong itu sangat sepi. Selain suara napas keduanya, tidak satu suarapun yang dapat mereka dengar. Shena memutuskan menunggu Rafael bicara lebih dulu. Dia menunggu dengan sabar sampai mendapatkan jawaban atas pertanyaannya barusan."Bukan maksudku untuk berbohong padamu." mulai pria itu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Shena. "Aku hanya terpaksa menyembunyikan siapa aku sebenarnya bukan semata-mata i
Pertemuan hari itu diadakan di sebuah restoran western yang cukup terkenal. Begitu Mahendra dan Hedy tiba, mereka di sambut oleh pelayan yang membawa keduanya menuju ke sebuah ruangan pribadi. Menunggu di dalam ruangan tersebut tak lain adalah pria paruh baya mengenakan setelan jas formal yang membuat penampilannya jadi tampak terhormat."Pak, mereka sudah tiba." asisten Surya memberitahu perihal kedatangan Mahendra dan Hedy."Persilahkan mereka masuk," jawabnya singkat yang langsung dipatuhi pria berusia empat puluhan itu.Begitu pintu ruangan pribadi tersebut di buka, Mahendra dan Hedy masuk ke dalam. "Silahkan duduk." ujar Surya mempersilahkan keduanya agar menempati tempat duduk yang kosong.Mahendra dan Hedy saling berpandangan sebentar, sebelum mengambil duduk saling berhadapan dengan Surya dan asistennya yang membukakan mereka pintu."Apa Anda membawa berkas yang saya minta?" Mulai Surya bertanya lebih dulu pada Mahendra."Saya membawanya," balas pria tampan itu lalu menyerah
Mahendra tidak membuang-buang waktu. Dia langsung memberitahu keadaan sebenarnya pada Surya dan menyerahkan pembicaraan yang belum usai itu pada Hedy."Maafkan saya karena harus pergi lebih dulu, Tuan Surya." ucap Mahendra bersungguh-sungguh meminta maaf. Ini adalah kali kedua dia pergi secara mendadak dan dia melakukannya pada orang yang sama yang tidak suka diperlakukan seperti itu.Berbanding terbalik dengan kekhawatiran yang di pikirkan oleh Mahendra, Surya justru menunjukkan sikap biasa-biasa saja."Pergilah." kata Surya sembari mengibaskan tangannya.Tak lupa demi menunjukkan kesopanannya, Mahendra memberikan anggukan rendah dan tulus. Namun, sebelum dia berhasil membuka pintu, dia mendengar suara di belakangnya."Mahendra, kalau kau tidak keberatan, apakah boleh aku mengunjungi istri dan putramu?"Mahendra memalingkan muka ke belakang, dengan senyum kecil dan anggukan, ia menjawab, "Kedatangan Anda senantiasa kami tunggu. Silahkan datang apabila Anda sudah tidak sibuk."Begitu
Satu Minggu setelah kedatangan Rafael dan berhasilnya operasi kedua yang Shena lakukan, wanita itu bersikeras meminta untuk di pulangkan. Sejak Mahendra tahu mengapa Shena bisa celaka yang mengharuskan sang istri kembali melakukan operasi, pria itu memiliki kemarahan dalam dadanya yang kini menumpuk seiring waktu berlalu. Ia memiliki dendam kepada Rafael yang telah melakukan ini pada Shena. Tetapi, atas bujukan Rossa, pria itu akhirnya menyerah membalas dendam kesakitan Shena pada Rafael. Saat ini, dia memiliki hal lain yang perlu dia amati betul keadaannya. Dan ini berkaitan dengan kondisi Shena setelah sang istri sadar kembali. Beberapa hari telah berlalu, namun Shena lebih banyak diam. Yang membuat dia tidak tahu harus bersikap bagaimana membujuk istrinya itu agar tidak terlalu banyak berpikir.Hari ini adalah hari di mana mereka akan pulang ke rumah. Atas saran Rossa, Mahendra akan membawa Shena ke kediaman utama Muneer. Untuk sementara waktu dia akan membiarkan sang tante menja
Pada saat kendaraan yang membawa mereka hampir tiba di kediaman keluarga Muneer, Shena memiliki antisipasi dalam benaknya. Ketakutannya menghadapi Hera di kala ibunya itu tahu segala kebenarannya membuat Shena kehilangan pikirannya dalam beberapa waktu.Sebagai pasangannya, Mahendra tak bisa berbuat banyak selain senantiasa berada di sisi Shena. Bahkan meski banyak kalimat lembut dan penuh perhatian telah di utarakan sebagai bentuk untuk menenangkan sang istri dari berpikir terlalu berlebihan, usahanya tidaklah membuahkan hasil. Meski begitu, dia tidak menyerah. Dia selalu berada di sana, berada di sisi Shena untuk menemani istrinya tersebut."Ayo turun." ajak Mahendra pada Shena yang kini menatap ke luar jendela. Tepatnya, pada rumah mewah di depannya. Helaan napas kasar dihembuskan Shena kala ia bersiap untuk turun.Menunggu di dalam rumah, Hera dan Edwin bersama dengan Rossa dan juga Hartawan. Berita kepulangan Shena Siang itu telah diketahui seluruh keluarga.Membawa Askara dalam
Beberapa saat setelah Shena selesai menceritakan detail pertemuannya dengan Mahendra sampai sekarang bagaimana mereka menjalin hubungan serius, Hera jadi terdiam. Wanita paruh baya itu menatap rumit ke arah Shena yang tampak tersenyum kecil dan menghela napas tak berdaya."Jadi begitu," ujar Hera menanggapi, "Sekarang mama tahu kenapa selama ini kau terus menerus menolak perasaan Rafael. Ternyata, karena kau sudah memiliki hubungan dengan Mahendra."Shena memalingkan mukanya ke samping dengan raut malu. Ia menyentuh cuping hidungnya yang tak gatal demi mengalihkan rasa gugup sebab ditatap oleh ibunya dengan tatapan yang mencurigakan."Jangan melihatku seperti itu, Ma." kata Shena seraya menghela napas ringan. "Sebenarnya, mama sendiri tahu kan, antara aku dan Rafael sedari awal memang tak cocok satu sama lain.""Kata siapa tak cocok?" Hera membalas tak terima. Sedangkan Shena hanya geleng-geleng kepala memandangi Hera yang begitu perhatian terhadap Rafael."Pokoknya sekarang, aku maun
"Dengar apa?"Mahendra tidak langsung menjawab, tapi menatap lekat pada Shena di depannya.Risih sebab dilihat sedemikian rupa oleh Mahendra, Shena dapat merasakan wajahnya memanas. "Kalau tidak mau jawab, minggir. Aku mau menyusul mama." ucapnya terdengar galak. Padahal, dia bersikap seperti itu demi menyembunyikan degup jantungnya yang bertalu-talu. "Shena, kenapa kau tidak percaya kalau aku sungguhan sayang padamu? Apa pernyataan cintaku selama ini padamu hanya kau anggap bohongan semata?"Jadi, dia dengar? Adalah isi pikiran Shena tatkala Mahendra berkata demikian padanya. Sejauh mana pria ini mendengar percakapannya bersama sang ibu?"Kenapa kau diam?" desak Mahendra karena Shena tidak menjawab."Jangan salahkan aku," cicit Shena seraya mengintip wajah Mahendra. Ingin memastikan bagaimana ekspresi pria itu sekarang. Ketika dilihatnya Mahendra tidak menunjukkan ekspresi aneh, ia pun melanjutkan, "kau tidak tahu saja kalau di hotel kau ini begitu populer. Banyak staff wanita yan