Satu Minggu setelah kedatangan Rafael dan berhasilnya operasi kedua yang Shena lakukan, wanita itu bersikeras meminta untuk di pulangkan. Sejak Mahendra tahu mengapa Shena bisa celaka yang mengharuskan sang istri kembali melakukan operasi, pria itu memiliki kemarahan dalam dadanya yang kini menumpuk seiring waktu berlalu. Ia memiliki dendam kepada Rafael yang telah melakukan ini pada Shena. Tetapi, atas bujukan Rossa, pria itu akhirnya menyerah membalas dendam kesakitan Shena pada Rafael. Saat ini, dia memiliki hal lain yang perlu dia amati betul keadaannya. Dan ini berkaitan dengan kondisi Shena setelah sang istri sadar kembali. Beberapa hari telah berlalu, namun Shena lebih banyak diam. Yang membuat dia tidak tahu harus bersikap bagaimana membujuk istrinya itu agar tidak terlalu banyak berpikir.Hari ini adalah hari di mana mereka akan pulang ke rumah. Atas saran Rossa, Mahendra akan membawa Shena ke kediaman utama Muneer. Untuk sementara waktu dia akan membiarkan sang tante menja
Pada saat kendaraan yang membawa mereka hampir tiba di kediaman keluarga Muneer, Shena memiliki antisipasi dalam benaknya. Ketakutannya menghadapi Hera di kala ibunya itu tahu segala kebenarannya membuat Shena kehilangan pikirannya dalam beberapa waktu.Sebagai pasangannya, Mahendra tak bisa berbuat banyak selain senantiasa berada di sisi Shena. Bahkan meski banyak kalimat lembut dan penuh perhatian telah di utarakan sebagai bentuk untuk menenangkan sang istri dari berpikir terlalu berlebihan, usahanya tidaklah membuahkan hasil. Meski begitu, dia tidak menyerah. Dia selalu berada di sana, berada di sisi Shena untuk menemani istrinya tersebut."Ayo turun." ajak Mahendra pada Shena yang kini menatap ke luar jendela. Tepatnya, pada rumah mewah di depannya. Helaan napas kasar dihembuskan Shena kala ia bersiap untuk turun.Menunggu di dalam rumah, Hera dan Edwin bersama dengan Rossa dan juga Hartawan. Berita kepulangan Shena Siang itu telah diketahui seluruh keluarga.Membawa Askara dalam
Beberapa saat setelah Shena selesai menceritakan detail pertemuannya dengan Mahendra sampai sekarang bagaimana mereka menjalin hubungan serius, Hera jadi terdiam. Wanita paruh baya itu menatap rumit ke arah Shena yang tampak tersenyum kecil dan menghela napas tak berdaya."Jadi begitu," ujar Hera menanggapi, "Sekarang mama tahu kenapa selama ini kau terus menerus menolak perasaan Rafael. Ternyata, karena kau sudah memiliki hubungan dengan Mahendra."Shena memalingkan mukanya ke samping dengan raut malu. Ia menyentuh cuping hidungnya yang tak gatal demi mengalihkan rasa gugup sebab ditatap oleh ibunya dengan tatapan yang mencurigakan."Jangan melihatku seperti itu, Ma." kata Shena seraya menghela napas ringan. "Sebenarnya, mama sendiri tahu kan, antara aku dan Rafael sedari awal memang tak cocok satu sama lain.""Kata siapa tak cocok?" Hera membalas tak terima. Sedangkan Shena hanya geleng-geleng kepala memandangi Hera yang begitu perhatian terhadap Rafael."Pokoknya sekarang, aku maun
"Dengar apa?"Mahendra tidak langsung menjawab, tapi menatap lekat pada Shena di depannya.Risih sebab dilihat sedemikian rupa oleh Mahendra, Shena dapat merasakan wajahnya memanas. "Kalau tidak mau jawab, minggir. Aku mau menyusul mama." ucapnya terdengar galak. Padahal, dia bersikap seperti itu demi menyembunyikan degup jantungnya yang bertalu-talu. "Shena, kenapa kau tidak percaya kalau aku sungguhan sayang padamu? Apa pernyataan cintaku selama ini padamu hanya kau anggap bohongan semata?"Jadi, dia dengar? Adalah isi pikiran Shena tatkala Mahendra berkata demikian padanya. Sejauh mana pria ini mendengar percakapannya bersama sang ibu?"Kenapa kau diam?" desak Mahendra karena Shena tidak menjawab."Jangan salahkan aku," cicit Shena seraya mengintip wajah Mahendra. Ingin memastikan bagaimana ekspresi pria itu sekarang. Ketika dilihatnya Mahendra tidak menunjukkan ekspresi aneh, ia pun melanjutkan, "kau tidak tahu saja kalau di hotel kau ini begitu populer. Banyak staff wanita yan
Surya mengamati sekeliling ruangan dengan raut penasaran. Pasalnya, baru kali ini dia pergi secara pribadi ke kediaman keluarga Muneer hanya untuk menepati janji yang telah terlanjur dia ucapkan.Dikarenakan suatu hal. Ia terpaksa tinggal lebih lama di Indonesia. Seharusnya, lusa kemarin dia sudah harus betolak ke Australia demi menjalankan bisnisnya kembali. Namun, karena koleganya yang di Indonesia meminta waktunya, ia jadi mengurungkan niat untuk pergi itu dan berkata pada asistennya bahwa dia kemungkinan besar akan menambah hari untuk tinggal. Setelah pekerjaan di Indonesia selesai dia handle, dia kemudian teringat akan janjinya pada pria muda itu. Permintaannya untuk berkunjung baru bisa terlaksana setelah beberapa hari berlalu. Semoga saja pihak Mahendra memaklumi keterlambatannya dan tida ada pikiran aneh-aneh soal dia yang tiba-tiba datang ke rumahnya tanpa janji temu dulu. Selagi Surya sibuk dengan pikirannya, Mahendra dan Hartawan muncul dari dalam. Dua pria beda usia itu
"Ehem."Terdengar deheman nyaring dari belakang. Secara bersamaan, Mahendra dan Shena menoleh ke arah sumber suara tersebut. Hartawan dan Surya berdiri tak jauh dari pasangan suami istri itu. "Kami tidak mengganggu kalian berdua kan?""Paman.""Tuan Surya mau pulang sekarang, Mahendra. Karena kau tidak kunjung kembali, jadi aku ingin memanggilmu sebab beliau mau berpamitan pulang." ujar Hartawan. "Anda sudah mau pulang? Kenapa cepat sekali, Tuan Surya?" tanya Mahendra kemudian. Pria itu lantas menghampiri Surya dan sang paman. Tak lupa, dibawanya pula Shena bersamanya. "Kenapa aku harus ikut?" Shena berbisik dengan suara rendah. "Aku ingin mengenalkanmu pada rekan bisnisku." "Buat apa?" tanya Shena lagi dengan raut tak mengerti. Baru kali ini Mahendra mau memperkenalkan dirinya dengan rekan bisnisnya. Karena biasanya tidak pernah ada kejadian seperti itu. "Dia ingin tahu dirimu, Shena. Dia sudah tahu tentang kejadian yang menimpa kita waktu itu." jelasnya langsung dengan nada
Langit diluar tampak mendung tatkala kediaman Keluarga Muneer kedatangan Sal dan Angga. Satu sepupu Mahendra sedangkan yang lainnya merupakan sahabatnya. Ketika Edwin turun, berniat ingin mengambil minum, dua lelaki gagah inilah yang dia lihat. Sebab malu, ia pun menundukkan kepala, terus melanjutkan berjalan meski dua pasang mata tengah menatapnya.“Tunggu… Kau pemuda yang disana.” Sal bicara dulu, menghentikan Edwin dengan terpaksa.Walau enggan dan tak tau mengapa laki-laki asing itu memanggil, Edwin tetap menolehkan kepala ke arah Sal.“Ya? Ada apa?” tanyanya di tempatnya berdiri. Tak mau repot untuk menghampiri.“Siapa kau? Apa yang kau lakukan di rumah pamanku?” Sal bertanya penasaran dikarenakan baru kali ini dia melihat Edwin di kediaman sang paman.“Aku adik Shena. Istri Mahendra. Dan kau? Siapa dirimu?” tanya Edwin balik sekedar basa-basi.Mendengar kalau ternyata Edwin masih memiliki hubungan kekerabatan dengan istri sepupunya itu, Sal bersikap antusias. Ia pun mengambil l
"Di luar ada siapa? Mama dengar seperti ada beberapa orang bicara." Hera sedang berada di kamar bayi bersama Shena, serta suster yang kini tengah merawat Askara. Tanpa mengalihkan tatapannya dari sang bayi, Shena menjawab, "Tidak tahu, Ma. Aku belum keluar sama sekali. Mungkin temannya Mahendra.""Ohh....""Kenapa Edwin lama sekali perginya." "Dia hanya turun ke lantai bawah. Tidak pulang. Tunggu saja di sini." Shena kembali menjawab. "Mama mau pulang sekarang, Shena." ujar Hera kemudian. Kali ini kepala Shena menoleh ke samping, menatap Hera dengan pandangan bingung. "Kenapa sudah mau pulang? Aku pikir mama akan menginap di sini hari ini. Aku baru saja pulang dari rumah sakit, masih butuh bantuan Edwin dan kehadiran mama juga. Tidak bisakah kalian tinggal untuk sementara waktu buat temani aku?"Itulah yang dipikirkan oleh Hera sedari tadi. Niatannya untuk pulang lebih awal menyebabkan dia dilema. Satu sisi takut bertemu dengan Surya. Sisi lainnya, dia khawatir akan kondisi Shena