Mahendra menepati janjinya pada Shena. Ia membawa sang istri pergi ke banyak tempat yang memungkinkan wanita itu cukup bersenang-senang. Mereka bersepeda, berjalan-jalan memanjakan mata dengan pemandangan di sekitar yang nampak menakjubkan. Mereka juga melakukan tamasya di setiap kota-kota yang mereka jelajahi. Semua tempat mereka kunjungi. Basel, Bern, Lucerne, Jenewa dan terakhir adalah Zurich. Pada akhirnya, sebelum kota dataran rendah menjadi sibuk karena awal musim dingin, kedua pasangan itu pergi ke pegunungan di mana resort ski telah di buka. Saat mereka mencoba kereta gantung, Shena mendapat kejutan dari Mahendra berupa di daftarkannya sang istri ke salah satu Universitas swasta yang ada di Jakarta. Karena tak sanggup berpisah jauh, Mahendra memutuskan membuat Shena melanjutkan pendidikannya di kota Jakarta saja. "Aku sudah menyelesaikan pendaftarannya untukmu. Langkah selanjutnya yang harus kau persiapkan adalah mengikuti setiap tes bagi mahasiswa baru." Mahendra yang mene
Lorong rumah sakit tampak lengang, hanya satu dua orang perawat saja yang lewat di depan seorang wanita muda itu. Setiap kali seseorang lewat di depannya, wanita itu memiliki wajah malu dan diam-diam menunduk dengan tenang. Seolah keberadaannya tidak ingin diketahui. "Nomor antrian 08 ..." Tiba-tiba suara wanita memanggil sebuah nomor dan wanita muda itu lantas bangun dari duduknya. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, wanita itu mengikuti sang perawat masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Di dalam, seorang dokter wanita memakai kacamata sedang duduk di mejanya. Sang perawat yang bertugas mengantar berdiri di samping, mendengarkan dalam diam dan hanya bergerak jika dokter itu memanggil. Shena mencengkeram kedua tangannya demi mengalihkan gugup. Sepasang matanya bergerak liar saat dia menunggu dokter di depannya bicara. Dengan patuh, dia menjawab pertanyaan sang dokter sebelum kemudian dia di suruh berbaring di brankar. Beberapa menit kemudian setelah pemeriksaan, Shena berubah semakin
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam saat mobil sedan berwarna hitam itu melewati gerbang dan parkir di depan pintu masuk. Seorang pria dewasa berwajah tampan mengenakan setelan jas rapi keluar dari kursi penumpang. Sosoknya yang tinggi tampak kontras dengan laki-laki tua yang keluar untuk menyambutnya. "Tuan Muda, selamat datang di rumah." sapa pria tua itu sopan dengan kepala menunduk. "Apa kakek ada di dalam?" "Tuan Besar beristirahat di kamarnya, Tuan Muda," beritahu pria tua itu seraya membuntuti langkah sang tuan muda. Sesampainya mereka di dalam, Mahendra kemudian mengintruksikan pada asistennya yang telah mengikutinya agar pulang. "Kalau begitu saya pamit undur diri, Presdir." Mahendra menjawab singkat, lantas menaiki tangga menuju ke kamar sang kakek. Rumah mewah atau bungalow yang memiliki dua lantai itu berada di pusat kota. Lokasinya merupakan kompleks perumahan elit yang diperuntukan bagi pensiunan seorang pebisnis maupun artis ibu kota. Hanya ada beberapa
Keesokan harinya, Shena yang harus pergi bekerja mulai bersiap-siap. Tidak seperti biasanya wanita itu berangkat tepat pukul setengah delapan pagi apabila di shift awal, sosoknya sudah sibuk di kamar pagi-pagi sekali.Setelah tadi malam dia diberondong banyak pertanyaan oleh sang adik, ia tidak punya keberanian tinggal lebih lama di rumah dan bertemu dengan Edwin.Fakta bahwa kebohongannya hampir terungkap, ia tidak bisa berlama-lama tinggal di rumah lagi.Shena yang sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam tas kemudian mendengar suara notifikasi dari pesan baru masuk. Ia mengambil ponselnya di nakas, membuka kunci dan melihat isi pesan yang dikirim oleh Rafael."Untuk apa lagi pria itu menghubungiku?!" Shena mendengus benci tatkala melihat nama Rafael lah yang terpampang di layar.Tidak menjawab pesan itu, Shena justru memblokir nomor Rafael untuk yang ketiga kalinya. Dalam benaknya dia berpikir sudah saatnya untuk mengganti nomor.Setelah dia selesai bersiap-siap, ia melangkah keluar da
"Siapa wanita itu?"Hedi yang mengerti arti tatapan sang presdir lantas bertanya pada manajer yang berdiri di dekatnya.Sang manajer tampak terkejut lantaran tiba-tiba mendapat pertanyaan tersebut. Merasa bangga pada dirinya sendiri, ia dengan hati-hati melirik ke arah dimana wanita yang dimaksud oleh Hedi berada.Pada saat dia melihat wanita yang tak asing lagi buatnya, ia pun terheran-heran. Namun, meski dia cukup penasaran mengapa Shena-lah dimaksud, ia tetap menjawab hati-hati dan jujur."Dia adalah salah satu housekeeper di hotel kita, Tuan Hedi. Namanya Shena. Apakah Anda ada perlu dengannya? Jika ya, saya akan memanggilnya untuk menemui Anda."Hedi menggelengkan kepalanya. Baginya, mengetahui namanya saja sudah cukup. Ia pun berterima kasih pada manajer itu, lalu ikut menyusul langkah sang presdir yang telah masuk lebih dulu ke dalam hotel, meninggalkan dirinya berdua saja dengan manajer tersebut.Memasuki lift eksklusif, orang-orang yang tadi menyambut Mahendra tinggal di luar
Friska Indira, seorang artis terkenal ibu kota yang memulai karirnya menjadi model sebuah pakaian brand terkenal di Perancis.Sejak debutnya didunia akting, namanya meledak di kancah industri perfilman dan berhasil menyabet penghargaan artis pendatang baru serta penghargaan-penghargaan lainnya setelah tiga tahun memulai debutnya. Tak hanya namanya menjadi terkenal, ia pun didapuk sebagai ambasador dari brand-brand terkenal Amerika serta Eropa. Kehidupan pribadinya selalu menjadi pusat perhatian publik, dan karena itulah bahkan statusnya yang sebagai tunangan dari Mahendra tak luput dari sasaran media. Akan tetapi, berbanding terbalik dengan kehidupan pribadi Friska yang hampir telanjang di mata publik, sang tunangannya sendiri yaitu Mahendra terkenal dengan kemisteriusannya. Tak banyak momen yang berhasil ditangkap oleh paparazi yang muncul di internet. Sebagian besar, wajah tampan Mahendra berubah blur hingga membuat sebagian besar penggemar Friska bertanya-tanya seperti apakah soso
"A-Apa yang baru saja kau katakan?" Dengan bibir bergetar Friska bertanya kembali. Tidak yakin dengan apa yang baru saja dirinya dengarMahendra menatap lurus ke depan. Sepasang tangan yang tadi terulur meraih botol wine yang dipegang oleh Shena. "Aku katakan, aku juga tidur dengan wanita lain tepat saat kau berselingkuh dengan aktor cilik itu."Friska terperanjat, sedangkan Shena memiliki keringat dingin di punggungnya. Tanpa sadar ia menundukkan kepala, tidak berani menatap mata tajam pria itu yang kini penuh selidik mengamatinya.Mahendra menuangkan sendiri minumannya di gelas kaca yang ada di troli, mengisinya separuh lalu menenggaknya di tempat sampai habis. Sebelum dia membalikkan badannya, ia melirik ke arah name-tag di dada Shena."Aku menunggumu di tempat pertemuan. Kau hadir atau tidak, tidak akan menghentikan pembatalan pertunangan ini!""Tunggu ... Mahendra tunggu. Kau harus jelaskan padaku maksud perkataanmu!" Friska terhuyung-huyung menyamai langkah panjang Mahendra tap
Lorong itu begitu sepi, tidak ada seorang pun yang tampak untuk diminta bantuan oleh Shena. Walau dia percaya Rafael tak akan berbuat hal buruk padanya, tapi tetap saja dia merasakan takut berduaan saja dengan pria ini."Dengarkan aku," Rafael mencengkram kedua bahu Shena kuat. Tatkala dia melihat wajah meringis sang wanita, barulah ia melonggarkan pegangannya. "Yang aku katakan padamu saat itu benar adanya, Shena. Aku sama sekali tidak mencampurkan obat apapun ke dalam minumanmu. Memang benar bahwa aku lah yang memberikan minuman itu padamu, tapi sungguh, aku tidak tahu sama sekali kalau ada obat di dalamnya."Shena terdiam, namun tatapannya awas memandang Rafael yang kini tampak kalut dan frustasi."Kau tahu aku selalu memercayaimu, Raf. Dan kau hanya perlu jujur tentang kau lah orangnya yang menjebakku malam itu." ucap Shena getir."Aku bersyukur karena menjadi orang yang kau percaya. Tapi tolong, untuk kali ini jangan ragukan aku. Bagaimana mungkin aku melakukan hal buruk seperti