Friska Indira, seorang artis terkenal ibu kota yang memulai karirnya menjadi model sebuah pakaian brand terkenal di Perancis.
Sejak debutnya didunia akting, namanya meledak di kancah industri perfilman dan berhasil menyabet penghargaan artis pendatang baru serta penghargaan-penghargaan lainnya setelah tiga tahun memulai debutnya. Tak hanya namanya menjadi terkenal, ia pun didapuk sebagai ambasador dari brand-brand terkenal Amerika serta Eropa.
Kehidupan pribadinya selalu menjadi pusat perhatian publik, dan karena itulah bahkan statusnya yang sebagai tunangan dari Mahendra tak luput dari sasaran media. Akan tetapi, berbanding terbalik dengan kehidupan pribadi Friska yang hampir telanjang di mata publik, sang tunangannya sendiri yaitu Mahendra terkenal dengan kemisteriusannya. Tak banyak momen yang berhasil ditangkap oleh paparazi yang muncul di internet. Sebagian besar, wajah tampan Mahendra berubah blur hingga membuat sebagian besar penggemar Friska bertanya-tanya seperti apakah sosok pria yang berhasil menggaet dewi mereka.
Tak sampai hari ini, di mana keduanya sedang mengadakan konferensi pers demi memberitahu khalayak umum tentang pembubaran pertunangan kedua belah keluarga.
Setengah jam sebelum acara dimulai, di dalam kamar hotel, Friska yang baru selesai menangis terduduk di lantai yang dingin. Sang manajer beserta asistennya telah kehabisan akal serta cara untuk membujuk wanita itu agar bersikap lebih masuk akal.
"Kau saja yang masuk." Laura menyuruh Shena agar menggantikan dirinya masuk ke dalam kamar bernomor 6002.
Beberapa menit yang lalu saat mereka sedang makan di kafetaria, seorang manajer yang keduanya kenal datang bersama dengan Rafael. Shena yang mulanya ingin beranjak dari kursinya terpaksa duduk kembali begitu manajer Ardi turut datang bersama Rafael.
Ia pikir akan ada berita penting sampai-sampai sang manajer repot-repot segala datang sendiri hanya untuk mencari dirinya dan Laura. Tak tahunya, mereka diperintahkan agar melayani atau membantu seorang tamu penting yang datang ke hotel. Dan tamu penting itu tak lain merupakan artis yang seharian ini telah menjadi bahan pembicaraan di kalangan para karyawan The Muneer Hotel.
"Aku tidak bisa melakukannya sendirian," tolak Shena yang entah mengapa tak mau masuk ke dalam.
"Dia menakutkan, Shena. Tak seperti yang selama ini aku kenal atau publik beritakan tentangnya." keluh Laura mengingat kejadian semenit lalu dimana dia baru saja dimaki habis-habisan oleh Friska. Hal itu membuat dia trauma sekaligus takut untuk masuk kembali ke dalam.
Tak berdaya, Shena pun setuju. Ia mengambil alih troli yang dibawa oleh Laura sedangkan dia menyuruh agar temannya itu berganti pakaian. Dari sekali pandang, ia tahu apa yang terjadi pada temannya tersebut.
"Terima kasih banyak. Aku berhutang padamu atas bantuan ini. Setelah pulang nanti, aku akan mentratirkmu makan ayam goreng." ucapnya berjanji lalu pergi dari lorong hotel yang tampak lengang, meninggalkan Shena sendirian menghadapi artis bertemperamen kasar itu.
Tok, tok, tok!
Sebelum masuk Shena tak lupa mengetuk pintu. Setelah dia mendengar kata masuk dari dalam, ia pun membawa troli yang berisi sebotol anggur kualitas terbaik dan baki berisi es batu dan gelas.
"Selamat Siang. Saya menerima pesanan dari manajer kami untuk membawa sebotol anggur ini pada Anda." Shena menyapa dengan ramah ketiga orang di dalam kamar disertai dengan senyuman cantik dari bibirnya yang terpoles lipstik berwarna pink.
Cheryl, sang manajer artis tersebut mempersilahkan Shena mendekat.
"Friska, jangan seperti ini. Di luar sudah banyak wartawan yang datang untuk meliput dirimu. Kalau kau sampai tak mau hadir, tuan akan memarahi kami habis-habisan." Asistennya mencoba membujuk sang artis yang masih duduk di lantai.
"Aku tidak peduli!" Friska melotot marah. Masih tidak terima dengan kenyataan bahwa ayahnya pun bersedia begitu saja dengan permintaan Mahendra untuk membatalkan pertunangan mereka.
Shena yang tidak tahu harus berbuat apa hanya bisa berdiri di pinggir. Berharap keberadaannya tidak terlihat meski rasanya mustahil.
Friska berdiri dengan langkah terhuyung-huyung. Ia berjalan menuju ke tempat Shena berada. "Beri aku segelas anggur!"
Alis Shena bergerak samar, tidak terlalu suka dengan suara keras Friska. Tapi dia tetap melakukan tugasnya untuk melayani dengan sabar.
"Isi sampai penuh!"
"Kau tidak boleh banyak minum sekarang." Cheryl mencoba menghentikan Friska yang bertindak kekanak-kanakan. Dan Shena bingung dibuatnya apakah mengisi gelas itu setengah atau penuh.
"Aku bilang isi penuh gelasnya!" teriak Friska kembali emosi seraya menendang keras troli tersebut. Membuat troli itu bergoyang dan hampir saja jatuh ke samping apabila Shena tidak memegangnya dengan sigap.
Namun karena gerakannya yang tiba-tiba, anggur di dalam gelas tumpah sedikit membasahi tangannya.
"Apa kau sudah selesai membuat gaduh?"
Bukan hanya ketiga orang di dalam ruangan itu saja yang terkejut mendengar suara dalam itu, tapi Shena yang tadi menunduk tak dapat menghentikan dirinya untuk melihat asal sumber suara yang seperti tak asing baginya.
"Tuan Mahendra." sapaan itu terdengar dari Cheryl dan sang asisten. Sedangkan Friska yang melihat kedatangan Mahendra kemudian berjalan menuju pria itu berdiri, ingin melemparkan dirinya ke dalam pelukan sang tunangan tapi Mahendra menghindar dengan cepat.
Mahendra mengerutkan alisnya, pertanda tak suka dengan sikap Friska.
"Aku mendengar kau tidak mau turun, jadi aku datang untuk menjemputmu." katanya dingin tanpa intonasi. Pria itu masih belum menyadari keberadaan Shena yang berada di belakang asisten Friska.
"Sayang, bisakah kita batalkan saja acara ini?" Friska memeluk lengan Mahendra kuat seraya memohon. "Kau tahu kalau aku tidak setuju dengan pembatalan pertunangan kita."
"Friska, jangan main-main. Keluarga kita sudah sepakat atas putusan ini, dan aku pun setuju juga. Lebih baik bagi kita jika kita tidak melanjutkan hubungan yang rusak ini."
"Tapi aku tidak mau!" Friska menjerit, menyuarakan penolakannya, frustasinya.
Dengan dingin Mahendra menyentak tangan Friska yang bergelayut manja, "Kau pikir aku peduli?!"
"Seharusnya, saat kau memilih tidur dengan pria itu, kau sudah tahu konsekuensi yang akan kau hadapi dariku!"
"Itu karena kau juga tidak sekalipun menyayangi aku!" seru Friska kembali menangis, "Seandainya kau peduli sedikit saja padaku, sedikit saja memperhatikan aku. Aku tak akan mungkin melakukan itu padamu!"
"Kau tak pernah percaya padaku, Mahendra!" kata Friska seraya memandang pria yang menjadi tunangannya dengan raut sedih dan terluka.
Ia tak berharap bahwa rencananya untuk membuat tunangannya itu cemburu malah berbuah petaka padanya. Tidak saja dia kehilangan keperawanannya yang selama ini dijaga, ia juga kehilangan satu-satunya pria yang ia cinta. Ia menyesal, sangat menyesali tindakannya. Tapi Mahendra bahkan tidak mau mendengarkan setiap penjelasannya dan tetap menuduhnya sebagai wanita murahan.
Mahendra bergeming. Tidak merasakan emosi apa pun. Bukannya dia tidak tahu kebenarannya, hanya saja dia tak mau mengerti saja. Lagipula diantara mereka, bukan hanya Friska saja yang telah menodai hubungan ini, melainkan dia juga telah melakukan hal yang sama.
Saat dia mengingat satu malam bergairah yang dia habiskan dengan wanita itu, sepasang matanya kemudian terangkat dan sosok wanita yang baru saja dirinya lamunkan muncul dibidang penglihatannya.
Shena tanpa sadar melangkah mundur, merasa takut sekaligus gemetar tanpa sadar begitu dihadapkan dengan sepasang mata yang membara dari pria itu.
Tanpa mengalihkan tatapannya dari melihat Shena, Mahendra berkata, "Friska, apa kau ingin tahu kebusukan macam apa yang telah aku perbuat di belakangmu?"
Secara perlahan namun pasti, Mahendra berdiri menjulang di depan Shena yang tidak bisa mengalihkan tatapannya.
Friska dan dua orang lainnya yang ada di kamar itu tanpa sadar melihat punggung lebar Mahendra yang baru saja melewati mereka.
"A-Apa maksudmu?" Tersentak dengan tubuh menggigil, Friska bertanya takut.
Mahendra mengulurkan tangannya ke depan, "Saat aku tahu kau tidur dengan laki-laki lain, aku juga tidur dengan wanita asing untuk yang pertama kalinya." katanya mengejutkan keempat orang di dalam sana.
"Dan wanita itu ...."
Shena menggelengkan kepalanya ketakutan. Jangan, jangan katakan!
"A-Apa yang baru saja kau katakan?" Dengan bibir bergetar Friska bertanya kembali. Tidak yakin dengan apa yang baru saja dirinya dengarMahendra menatap lurus ke depan. Sepasang tangan yang tadi terulur meraih botol wine yang dipegang oleh Shena. "Aku katakan, aku juga tidur dengan wanita lain tepat saat kau berselingkuh dengan aktor cilik itu."Friska terperanjat, sedangkan Shena memiliki keringat dingin di punggungnya. Tanpa sadar ia menundukkan kepala, tidak berani menatap mata tajam pria itu yang kini penuh selidik mengamatinya.Mahendra menuangkan sendiri minumannya di gelas kaca yang ada di troli, mengisinya separuh lalu menenggaknya di tempat sampai habis. Sebelum dia membalikkan badannya, ia melirik ke arah name-tag di dada Shena."Aku menunggumu di tempat pertemuan. Kau hadir atau tidak, tidak akan menghentikan pembatalan pertunangan ini!""Tunggu ... Mahendra tunggu. Kau harus jelaskan padaku maksud perkataanmu!" Friska terhuyung-huyung menyamai langkah panjang Mahendra tap
Lorong itu begitu sepi, tidak ada seorang pun yang tampak untuk diminta bantuan oleh Shena. Walau dia percaya Rafael tak akan berbuat hal buruk padanya, tapi tetap saja dia merasakan takut berduaan saja dengan pria ini."Dengarkan aku," Rafael mencengkram kedua bahu Shena kuat. Tatkala dia melihat wajah meringis sang wanita, barulah ia melonggarkan pegangannya. "Yang aku katakan padamu saat itu benar adanya, Shena. Aku sama sekali tidak mencampurkan obat apapun ke dalam minumanmu. Memang benar bahwa aku lah yang memberikan minuman itu padamu, tapi sungguh, aku tidak tahu sama sekali kalau ada obat di dalamnya."Shena terdiam, namun tatapannya awas memandang Rafael yang kini tampak kalut dan frustasi."Kau tahu aku selalu memercayaimu, Raf. Dan kau hanya perlu jujur tentang kau lah orangnya yang menjebakku malam itu." ucap Shena getir."Aku bersyukur karena menjadi orang yang kau percaya. Tapi tolong, untuk kali ini jangan ragukan aku. Bagaimana mungkin aku melakukan hal buruk seperti
Hedi menggelengkan kepalanya menolak. "Maafkan saya. Saya hanya mematuhi perintah Presdir saja."Tak punya pilihan, akhirnya Shena bersedia meski dengan terpaksa menemui Mahendra. Tepat ketika dia mengikuti langkah Hedi yang telah berjalan lebih dulu di depannya, Rafael menghentikannya kembali."Apa hubunganmu dengan Presdir kita, Shena?" tanya pria itu penasaran. Perasaan cemburu yang dirasakannya tak disembunyikannya oleh Rafael untuk dilihat oleh Shena."Apalagi memangnya selain atasan dan bawahan?" "Tetapi bagaimana bisa Presdir ingin bertemu denganmu? Pria super sibuk itu? Orang yang jarang sekali terlihat berinteraksi dengan bawahannya? Bagaimana mungkin meminta bertemu denganmu kalau bukan karena kalian saling mengenal?"Apa yang ditanyakan Rafael tidaklah salah. Dengan identitas yang dimiliki oleh Mahendra serta keterkenalannya akan sifat dingin dan acuh tak acuhnya, bagaimana bisa kenal dengan orang seperti dia?Jika bukan karena satu malam yang mereka habiskan bersama malam
Mahendra berdiri di sisi ranjang dalam postur diam. Tidak menginterupsi sang dokter wanita yang telah dihubungi untuk datang memeriksa keadaan Shena. Di atas tempat tidur, Shena yang tidak sadarkan diri diperiksa oleh dokter. Kejatuhannya tadi yang tiba-tiba mengejutkan pria itu dan sekaligus menimbulkan rasa khawatir yang belum pernah ada. Setelah beberapa menit dalam keadaan hening, dokter itu merapikan peralatan medis yang dibawa. Masih duduk di posisi yang sama, ia kemudian bertanya pada pria di samping yang membuat dia agak gugup sejak pertama kali bertemu. "Bolehkah saya bertanya apa Anda memiliki hubungan dengan wanita ini?" Pertanyaan yang diajukan cukup aneh. Kening pria itu berkerut dalam, bingung memikirkan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan. Sepertinya, jawaban yang dikeluarkan dapat menentukan suatu hal penting lain. "Saya kekasihnya," Dokter wanita itu tampak menghela napas lega. "Jadi begini, saya masih belum tahu apakah diagnosa saya ini akurat atau tidak.
Blam! Suara pintu mobil yang ditutup keras membuat Shena tersentak. Kedua tangannya bergetar hebat di atas lutut dikarenakan takut. Ia tak menyangka bahwa Mahendra akan bertindak sesuka hati tanpa mengindahkan penolakannya. Saat dia berkata bahwa anak di dalam perutnya bukanlah miliknya, Mahendra tidak percaya. Dan alasan lain yang coba dirinya berikan akhirnya menyulut kemarahan laki-laki itu. Mahendra benar-benar membuktikan perkataannya langsung seketika itu juga pada Shena. Terbukti dengan pria itu yang menyeret Shena keluar dari hotel, lalu membawa wanita itu pergi ke rumah sakit untuk melakukan tes apakah Shena benar hamil atau tidak. "Anda tidak bisa melakukan ini pada saya!" Walau Shena takut menghadapi pria yang marah di sampingnya, ia tetap memberanikan diri bicara. Ia tidak mau pergi ke rumah sakit. Ia tidak mau laki-laki ini tahu kebenarannya. Tanpa menolehkan kepalanya, Mahendra menyahut, "Bisa atau tidak, terserah padaku yang memutuskan!" "Presdir, bahkan jika ana
"A-Apa yang baru saja Anda lakukan?" Shena mendorong Mahendra menjauh. Wajah cantiknya tampak shock. Tidak mengerti mengapa laki-laki ini menciumnya.Jika bertanya pada Mahendra pun, pria itu tak akan tahu jawabannya. Karena tadi itu tindakan spontan dikarenakan melihat kecantikan yang mengagumkan terpapar dalam jarak pandangnya.Mahendra memundurkan tubuhnya. Kedua telinganya berubah merah lantaran malu karena sembarangan mencium wanita. Apalagi wanita itu seperti Shena. Polos dan naif seperti wanita baik-baik yang tidak pernah terlibat dengan para lelaki."Maaf. Tadi aku, tidak sengaja." ujarnya seraya memalingkan muka ke samping. Ia mengusap hidung mancungnya, ingin bersin tapi tidak jadi.Shena pun ikutan kikuk. Masih terasa bekas ciuman tadi di bibirnya yang kini sedikit lembab, dan kehangatan dari pria itu tampaknya belum pudar dari sana."Apa kita jadi masuk ke dalam atau tidak?" Ia bertanya mengingatkan. Untuk apa pria itu membawanya ke rumah sakit."Tentu. Meski kau telah men
Shena tinggal bersama dengan temannya di sebuah apartemen untuk sementara waktu. Di saat dia berpikir akan mencari kontrakan baru, tawaran tak terduga dari anak buah Mahendra datang padanya.Itu adalah hari liburnya, saat seorang wanita berusia 40-an mengetuk pintu dan datang khusus untuk bertemu dengannya."Saya disuruh oleh Presdir untuk menyampaikan beberapa pesan pada Anda, Ms. Shena. Saya harap saya tidak mengganggu waktu istirahat Anda.""Tidak, tidak. Anda sama sekali tidak mengganggu.Wanita yang diketahui bernama Hannah itu tersenyum. "Kalau begitu saya akan langsung saja. Anda dapat membaca surat-surat ini dulu sebelum mendengarkan penjelasan dari saya."Sebuah map berwarna kuning diserahkan kepada Shena untuk dia baca. Walau awalnya bingung, ia tetap melakukan perintah wanita itu. Ia membaca isi di dalam surat itu yang katanya pesanan dari Mahendra.Selama dia membacanya, raut wajahnya tampak berubah-ubah."Apa maksudnya ini?""Presdir telah mengetahui kondisi Anda, Ms. She
Shena di jemput oleh sopir di sore harinya selepas pemberitahuan dari Hannah."Kau yakin akan pergi?" Maria yang notabene teman Shena bertanya."Aku dengar kakakmu akan datang kemari, kan. Jadi aku memutuskan lebih baik pergi lebih awal sebelum kakakmu datang."Maria berjalan masuk ke dalam, lalu duduk di kursi menghadap Shena yang sedang membereskan pakaiannya. "Aku tidak keberatan kalau kau tinggal bersamaku lebih lama, Shena. Lagi pula kakakku hanya sebulan saja menumpang di sini. Setelah itu, aku tinggal sendirian lagi di apartemen besar ini. Itu akan membosankan seperti biasa."Shena menggelengkan kepalanya. Walau dia ingin sekali menerima tawaran itu, tapi kondisinya tidak memungkinkan baginya untuk terus tinggal. Kehamilannya terlalu mustahil untuk bisa ditutupi. Selama dia masih bersikeras ingin mempertahankan bayi yang dikandungnya, menerima tawaran dari Mahendra adalah satu-satunya cara terbaik yang dapat membantu menyelesaikan kegundahannya. Memikirkan pria itu, dia tidak